Tuesday, February 12, 2008

PIDATO DALAM RANGKA MEMPERINGATI 80 TAHUN NU

PIDATO DALAM RANGKA MEMPERINGATI 80 TAHUN NU
30 Januari 2006 Oleh Kwik Kian Gie

Selamat Malam,
Assalamu'alaikum, Warohmatullohi, Wabarokatuh,

Yth. Bapak Ketua Umum PB NU, Bapak Hasyim Muzadi.
Yth. Pucuk Pimpinan Lajnah Ta'lief Wan Nasyr NU.
Bapak, Ibu, Saudara-Saudara dan Para Hadirin yang saya hormati.

Izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan dan kehormatan yang diberikan kepada saya untuk memberikan paparan dalam acara sangat penting hari ini, yaitu dalam rangka Selamatan dan Refleksi 80 Tahun Nahdatul Ulama.

Dalam penyusunan sambutan ini saya memperoleh masukan dari Ketua PB NU Bapak Abdul Azis Ahmad beserta staf, yang intinya yalah adanya perasaan gelisah, gamang, galau tentang kehidupan berbangsa dan bernegara kita dewasa ini, 60 tahun setelah Indonesia merdeka dari penjajahan dan Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan berdiri atas dasar falsafah negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

UUD 1945 telah diamandemen menjadi bentuknya yang sudah sama-sama kita ketahui. Kalangan sangat luas dalam tubuh bangsa kita diliputi oleh perasaan galau dan prihatin tentang amandemen ini; tidak karena kita semua men-sakralkan UUD 1945, tetapi caranya mengamandemen yang terburu-buru dan tidak terlepas dari intervensi oleh dan untuk kepentingan pihak-pihak asing.

Tentang terancamnya keutuhan NKRI, kecuali kemelut yang sudah terjadi di mana-mana, kita semua dikejutkan dengan bunyinya pasal demi pasal MOU antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka. Halaman 2 harian Kompas pagi ini mengutip Gus Dur yang antara lain mengatakan : ".... saya juga takut karena yang berunding saja namanya Gerakan Aceh Merdeka".

Para Hadirin yang saya hormati,

Benarkah keprihatinan, kegamangan dan kegaulauan kita tentang kehidupan bernegera dan berbangsa kita? Ataukah kita hanya mengada ada?

Marilah kita melakukan refleksi tentang apa jadinya dengan negara bangsa kita setelah 60 tahun merdeka ? Izinkan saya mengajukan 8 buah pertanyaan reflektif yang fundamental kepada diri kita sendiri sebagai berikut :

1. Kemandirian
Apakah kita dalam bidang kemandirian mengurus diri sendiri, yaitu mandiri dan bebas merumuskan kebijakan-kebijakan terbaik buat diri sendiri mengalami kemajuan atau kemunduran ? Apakah de facto yang membuat kebijakan dalam segala bidang bangsa kita sendiri atau bangsa lain beserta lembaga-lembaga internasional ?

2. Peradaban dan kebudayaan
Dalam bidang peradaban dan kebudayaan, terutama dalam bidang tata nilai, mental dan moralitas, apakah setelah 60 tahun merdeka dari penjajahan lebih maju atau lebih mundur? Benarkah Bung Hatta yang sejak puluhan tahun yang lalu sudah mengatakan bahwa korupsi mulai menjadi kebudayaan kita. Benarkah kalau sekarang dikatakan bahwa KKN sudah "mendarah daging" dan merupakan gaya hidup bagian terbanyak elit bangsa kita ?

3. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Apakah setelah 60 tahun merdeka bangsa kita unggul dalam bidang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ? Dibandingkan dengan zaman penjajahan, kemampuan kita menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan oleh bangsa-bangsa lain memang boleh dikatakan cukup up to date. Tetapi yang dimaksud apakah ilmu pengetahuan itu temuan kita sendiri, dan apakah teknologinya ciptaan oleh bangsa kita sendiri ? Ataukah harus membeli dengan harga sangat mahal dari bangsa-bangsa lain ?

4. Persatuan dan kesatuan
Apakah persatuan dan kesatuan bangsa kita lebih kokoh atau lebih rapuh ? Referensi yang dapat kita gunakan adalah amandemen UUD 1945. Bentuk dan praktek otonomi daerah, baik dalam bidang pengelolaan administrasi negara maupun dalam bidang keuangannya. Gerakan Aceh Merdeka beserta cara penanganannya. Aktifnya gerakan Papua Merdeka di dunia internasional. Konflik antar etnis dan antar agama yang cukup keras walaupun belum di banyak wilayah RI. Hilangnya Sipadan dan Ligitan. Digugatnya Ambalat.

5. Pertahanan dan keamanan
Apakah dalam bidang pertahanan dan keamanan, kondisi kita semakin kuat atau semakin lemah. Referensinya adalah persenjataan dan alat-alat perang yang kita miliki, dikaitkan dengan kemampuan serta prospeknya untuk membeli di kemudian hari. Apakah reformasi tidak terlampau meminggirkan kedudukan dan peran TNI sampai melampaui batas-batas yang membahayakan negara ?

6. Tempat dan kedudukan bangsa kita dalam pergaulan internasional
Dalam pergaulan antar bangsa dan dalam kaitan keanggotaan kita dalam organisasi-organisasi internasional, apakah bangsa kita mempunyai tempat dan kedudukan yang lebih terhormat ataukah lebih terpuruk ?

7. Kemakmuran yang berkeadilan
Tidak dapat disangkal bahwa pendapatan nasional per kapita meningkat sejak kemerdekaan sampai sekarang. Namun seperti diketahui, pendapatan nasional tidak mencerminkan pemerataan maupun keadilan dalam menikmati pendapatan nasional. Referensi yalah bandingannya dengan negara-negara lain yang setara dalam tahapan pembangunannya.Jumlah angka pengangguran yang masih tinggi. Kemiskinan yang sudah menjurus pada busung lapar dan mati kelaparan. Piramida yang tajam sebagai gambaran perusahaan berskala besar dan usaha kecil menengah (ukm).

8. Keuangan negara
Keterbatasan dalam infra struktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan public utility oleh pemerintah disebabkan karena keuangan negara yang boleh dikatakan sudah bangkrut, ataukah atas dasar prinsip (semacam ideologi) bahwa pemerintah haruslah sesedikit mungkin bekerja, dan sebanyak mungkin produksi dan distribusi barang dan jasa apa saja sebaiknya diserahkan kepada swasta; the best government is the least government ?

Para Hadirin Yth.,

Karena malam ini sifatnya melakukan refleksi, kita tidak perlu menelusurinya sampai memperoleh jawaban yang jelas. Namun demikian rasanya sudah dapat dipastikan bahwa semua jawaban dari 8 pertanyaan krusial tersebut menjurus pada arah yang negatif.

Dengan demikian, sadar atau tidak, bangsa kita sejak lama telah mengalami keterpurukan atau malaise. Berlanjutkah malaise itu sampai saat ini, dan kapan dimulainya ?

Dalam mencari jawabannya, izinkan saya sekarang mengutip observasi dari seorang wartawan terkemuka berkewarganegaraan Australia yang bermukim di Inggris, yaitu John Pilger yang membuat film dokumenter tentang Indonesia dan juga telah dibukukan dengan judul : "The New Rulers of the World". Dua orang lainnya adalah Prof. Jeffrey Winters, guru besar di North Western University, Chicago dan Dr.Bradley Simpson yang meraih gelar Ph.D.dengan Prof.Jeffrey Winters sebagai promotornya. Yang satu berkaitan dengan yang lainnya, karena beberapa bagian penting dari buku John Pilger mengutip temuan-temuannya Jeffrey Winters dan Brad Simpson.

Sebelum mengutip hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia, saya kutip pendapatnya John Pilger tentang Kartel Internasional dalam penghisapannya terhadap negara-negara miskin. Saya kutip : "Dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian struktural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar. Ini terkenal dengan istilah "nation building" dan "good governance" oleh "empat serangkai" yang mendominasi World Trade Organisation (Amerika Serikat, Eropa, Canada dan Jepang), dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF dan Departemen Keuangan AS) yang mengendalikan setiap aspek detil dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar $ 100 juta per hari kepada para kreditur barat. Akibatnya adalah sebuah dunia, di mana elit yang lebih sedikit dari satu milyar orang menguasai 80 % dari kekayaan seluruh umat manusia."

Saya ulangi sekali lagi paragraf yang sangat relevan dan krusial, yaitu yang berbunyi : "Their power derives largely from an unrepayable debt that forces the poorest countres...." atau "Kekuatan negara-negara penghisap didasarkan atas utang besar yang tidak mampu dibayar oleh negara-negara target penghisapan."

John Pilger mengutip temuan, pernyataan dan wawancara dengan Jeffrey Winters maupun Brad Simpson. Jeffrey Winters dalam bukunya yang berjudul "Power in Motion" dan Brad Simpson dalam disertasinya mempelajari dokumen-dokumen tentang hubungan Indonesia dan dunia Barat yang baru saja menjadi tidak rahasia, karena masa kerahasiaannya menjadi kadaluwarsa.

Saya kutip halaman 37 yang mengatakan : "Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya `hadiah terbesar', hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel.Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut "ekonoom-ekonoom Indonesia yang top".

"Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan `the Berkeley Mafia', karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam….. pasar yang besar."

Di halaman 39 ditulis : "Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sector demi sektor. `Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler' kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konperensi. `Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia."

Hadirin Yth.,

Kalau kita percaya John Pilger, Brad Sampson dan Jeffry Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.

Setelah itu sampai meledaknya krisis ekonomi di tahun 1997 yang disusul dengan depresi yang cukup hebat, kondisi moneter dan kepercayaan Indonesia hancur. Rupiah merosot nilainya dari Rp. 2.400 per dollar menjadi Rp. 16.000 per dollar. Kepercayaan dunia internasional maupun para pengusaha Indonesia sendiri merosot sampai nol. Dalam kondisi seperti itu Indonesia sebagai anggota IMF menggunakan haknya minta bantuannya, yang diberikan dalam bentuk Extended Fund Facility atau yang lebih terkenal dengan sebutan program Letter of Intent.

Pada akhir pemerintahan Megawati sebuah badan evaluasi independen di dalam tubuh IMF yang bernama Independent Evaluation Office mengakui bahwa IMF telah melakukan banyak kesalahan.

Di Indonesia, kesalahan yang paling mencolok yalah dengan ditutupnya 16 bank tanpa persiapan yang matang dengan akibat BLBI sebesar Rp. 144 trlyun, Obligasi Rekapitalisasi Perbankan sebesar Rp. 430 trilyun beserta kewajiban pembayaran bunganya dengan jumlah Rp. 600 trilyun, atau seluruh beban menjadi Rp. 144 trilyun BLBI, Rp. 430 trilyun Obligasi Rekap. dan minimal Rp. 600 trilyun beban bunganya, atau keseluruhannya Rp. 1.174 trilyun. Kalau kurs dollar AS kita ambil Rp. 10.000 per dollar, jumlah ini ekuivalen dengan 117,4 milyar dollar AS. Dari Obligasi Rekap yang Rp. 430 trilyun dan melekat pada bank-bank yang semula 100 % dimiliki oleh pemerintah dijual kepada pemodal swasta, terutama asing dengan harga murah, tetapi di dalamnya masih mengandung tagihan kepada pemerintah dengan jumlah uang yang luar biasa besarnya itu tadi.

Hadirin Yth.,

Buat saya, masih merupakan pertanyaan besar, apakah semua utang dalam negeri yang diciptakan oleh IMF beserta kroni-kroninya itu sebuah kesengajaan ataukah sebuah kebodohan ? Besarnya utang dalam negeri yang diciptakan dalam hitungan minggu jumlahnya lebih besar dari utang luar negeri yang diakumulasi selama 32 tahun. Adapun utang luar negeri pemerintah, saldonya pada saat ini sekitar 80 milyar dollar AS, tetapi selama 32 tahun jumlah yang telah dibayarkan berjumlah sekitar 128 milyar dollar AS.

Apa lanjutan dari Konperensi Jenewa di tahun 1967 ? Di tahun itu juga dibentuk IGGI, sebuah perkumpulan antar negara kaya yang kegiatannya memberi utang kepada pemerintah Indonesia. Utang ini banyak persyaratannya. Kebanyakan hasil utang harus dipakai untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan-perusahaan Negara pemberi utang. Harganya di mark up. Indonesia mendapatkan barang dan jasa dengan harga yang kemahalan. Sekitar 80 % uang tunainya hasil utang mengalir kembali ke negara-negara pemberi utang menurut perhitungan oleh Bappenas. Utang bertambah terus, demikian juga bunganya. Seperti telah saya katakan tadi, jumlah utang dan bunga yang sudah dibayar sekitar 182 milyar dollar AS, dan saldonya sekarang masih sekitar 80 milyar dollar AS.

Liberalisasi perbankan dan dampaknya

Sekitar 200 bank bermunculan dalam waktu singkat atas dasar Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) tahun 1988 yang membolehkan siapa saja mendirikan bank dengan modal disetor sebesar Rp. 10 milyar. Bank-bank ini didirikan, dimiliki dan dikelola oleh para pedagang besar yang sama sekali tidak mempunyai latar belakang perbankan. Dana masyarakat yang dipercayakan disalah gunakan dengan cara memakainya untuk membiayai pendirian perusahaan-perusahaannya sendiri dengan mark up. Maka bank sudah kalah clearing. Tetapi Bank Indonesia ketika itu bukannya menghukum, malahan memberikan fasilitas yang dinamakan Fasilitas Diskonto I. Setelah itu masih kalah clearing lagi. Oleh BI juga masih dilindungi dengan memberikan Fasilitas Diskonto II. Akhirnya toh tidak tertolong sehingga bank-bank tersebut di-rush. Untuk menghentikannya, pemerintah menyuntik dana yang dinamakan Bantuan Likwiditas Bank Indonesia (BLBI) sampai jumlah sekitar Rp. 144 trilyun. Setelah mengauditnya, BPK menyatakan sekitar 90 % tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Setelah gejolak perbankan reda, ternyata sangat banyak bank rusak berat. Pemerintah menginjeksi dengan surat utang negara yang dinamakan Obligasi Rekapitalisasi perbankan (Obligasi Rekap.) sampai jumlah Rp. 430 trilyun dengan beban bunga sebesar Rp. 600 trilyun. Bank-bank ini menjadi milik pemerintah. Terus dijual dengan harga murah, padahal di dalamnya masih ada tagihan kepada pemerintah yang besar.Sebagaicontoh, BCA dijual dengan nilai sekitar Rp. 10 trilyun, tetapi di dalamnya ada tagihan kepada pemerintah (Obligasi Rekap)sebesar Rp. 60 trilyun. Jadi pembeli membayar Rp. 10 trilyun, dan langsung mempunyai surat utang negara sebesar Rp. 60 trilyun. Beban bunga per tahun dariRp. 60 trilyun ini selama belum dilunasi besarnya melebihi hasil penjualan yang Rp. 10 trilyun.

Dampaknya pada besarnya beban utang pemerintah, baik utang luar negeri maupun dalam negeri untuk tahun anggaran 2006 sebesar Rp. 140,22 trilyun, yaitu beban bunga sebesar Rp. 76,63 trilyun dan cicilan utang pokoknya sebesar Rp. 63,59 trilyun. Jumlah ini pengeluaran terbesar setelah keseluruhan pengeluaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik rutin maupun pembangunan. Menuju ke arah liberalisasi mutlak
Sejak Republik Indonesia berdiri sampai tahun 1967 tidak pernah ada rincian konkret dari ketentuan pasal 33 UUD 1945 yang bunyinya : "Barang yang penting bagi negara dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Penjabaran yang konkret sampai bisa menjadi peraturan tidak pernah ada sampai tahun 1967, yaitu yang tertuang dalam UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Saya kutip pasal 6 ayat 1 yang berbunyi : "Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hadjat hidup rakyat banyak sebagai berikut :
a. pelabuhan-pelabuhan;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelajaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum;
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media. "

UU tersebut sekaligus menentukan bahwa kepemilikan asing dalam cabang-cabang produksi tersebut tidak boleh lebih dari 5 %.

Setahun kemudian, UU no. 68 mengulangi lagi kata-kata krusial dari pasal 33 UUD tersebut, lengkap beserta rincian konkretnya dari cabang-cabang produksi dari a sampai dengan i yang persis sama dengan UU no. 1 tahun 1967, tetapi asing sudah boleh memiliki 49 %.

Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994 mengulangi lagi kalimat krusial dari UUD 1945,yang juga dilengkapi dengan rincian konkret dari cabang-cabang produksi a sampai dengan i. Tetapi dalam PP tersebut ditentukan bahwa asing boleh memiliki, menguasai, mengelola sampai 95 %. Belum lama yang lalu, Menko Perekonomian Aburizal Bakrie menyelenggarakan apa yang dinamakan Infra Struktur Summit. Dalam kesempatan itu beliau mengumumkan bahwa Kabinet Indonesia Bersatu membolehkan asing memiliki 100 % dari cabang produksi apa saja.

Tidak lama setelah itu Meneg BUMN juga menyelenggarakan apa yang dinamakan BUMN Summit, yang mengumumkan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak dibenarkan memiliki unit usaha. Maka privatisasi akan dijalankan terus. Bukan semata-mata karena pemerintah perlu uang, tetapi atas dasar prinsip dan school of thought. Pengadaan infra struktur tidak lagi oleh pemerintah dengan pendanaan dari pajak, tetapi diserahkan kepada pemodal swasta yang akan mengambil keputusan membangun infra strutkur atau tidak atas dasar perhitungan rugi/laba. Maka pengguna infra struktur akan dikenakan bayaran yang dinamakan tol, dan harganya harus dapat memberi keuntungan yang memadai kepada investornya. Sedikit banyaknya, kenyataan ini akan memberi andil dalam membuat ekonomi Indonesia menjadi high cost economy.

Rakyat Indonesia harus membayar BBM dengan harga yang ditentukan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX). Maka harga BBM dinaikkan secara drastis. Dasarnya UU Migas yang menentukan bahwa harga BBM ditentukan oleh mekanisme pasar. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD kita. Tetapi diabaikan oleh pemerintah tanpa ada yang berdaya.

Hadirin Yth.,

Last but not least, benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglits dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa utanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?

Dalam rangka ini, izinkankanlah saya mengutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : "The Confessions of an Economic Hitman", atau "Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi". Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu. Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Halaman 12 : "Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa."

Halaman 13 : "Saya tau bahwa saya harus menghasilkan model ekonomterik untuk Indonesia dan Jawa". "Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya."

Halaman 15 : "Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsutan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca: Indonesia)menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau aksespada minyak dan sumber daya alam lainnya."

Halaman 15-16 : "Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut yalah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan."

Halaman 15 : "Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB."

Halaman 16 : "Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi."

Halaman 19 : "Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF."
Bab tiga khusus tentang Indonesia dengan judul : "Indonesia, pelajaran buat Penghancur Ekonomi".

Halaman 21 : "Prioritas dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat yalah supaya Suharto melayani Washington seperti yang dilakukan oleh Shah Iran. AS juga mengharapkan bahwa Indonesia akan menjadi model buat negara-negara di sekitarnya. Washington mendasarkan sebagian dari strateginya pada asumsi bahwa manfaat yang diperoleh dari Indonesia akan mempunyai dampak positif pada seluruh dunia Islam, terutama di Timur Tengah yang eksplosif. Dan kalau itu tidak cukup, Indonesia mempunyai minyak. Tidak seorangpun yang mengetahui dengan pasti tentang besarnya dan kwalitas dari cadangan minyaknya, tetapi para akhli seismologi sangat antusias tentang kemungkinan kemungkinannya."

Halaman 28 : "Akhirnya kepada kami diberikan keanggotaan dari Bandung Golf & Racket Club yang ekslusif, dan kami bekerja dalam kantor cabang Bandung dari Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN), perusahaan listrik yang dimiliki oleh pemerintah." Dari sanalah John Perkins dengan Tim-nya beroperasi, yang didukung sepenuhnya oleh para anak bangsa yang menjadi pengkhianat terhadap rakyat dan bangsanya sendiri.

Hadirin Yth.,

Kelompok ekonom yang terkenal dengan nama teknokrat dengan sebutan The Berkeley Mafia tidak pernah absen mengendalikan ekonomi Indonesia sejak tahun 1967 menjalankan tugas apa saja yang diperintahkan oleh Kartel IMF, sambil terus menerus menakut-naukti Presidennya sendiri.

Hanya dalam periode ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI mereka sama sekali tidak mempunyai perwakilan di dalam pemerintahan. Maka dengan berbagai cara dan tekanan akhirnya berhasil membentuk Dewan Ekonomi Nasional dan Tim Asistensi pada Menko EKUIN. Untung dampaknya tidak besar atau boleh dikatakan nihil sama sekali.

Namun sayang bahwa sejak Ibu Megawati menjabat sebagai Presiden, kendali ekonomi jatuh ke tangan Berkeley Mafia lagi, yang sekarang kendali serta kekuasaannya bertambah mutlak.

Kondisi Politik, Pertahanan, Keamanan dan kesatuan NKRI

Saya tidak mempunyai pengetahuan dan kompetensi berbicara dalam bidang ini. Namun saya kebetulan mengetahui bahwa Gus Dur mempunyai hubungan yang sangat baik dan komunikasi yang intensif dengan Jenderal Ryamizard Ryacudu beserta para Jenderal lainnya, sehingga buat NU bukan hal yang sulit memperoleh gambaran yang lengkap tentang kondisi HANKAMNAS.

IPOLEKSOSBUD

Tentang kondisi dalam bidang IPOLEKSOSBUD dan pertanyaan apakah dalam bidang inipun kita sedang terpuruk, saya kira NU sendiri adalah akhlinya.

PENUTUP

Sebagai penutup, apa yang harus kita lakukan dan peran apa yang dapat dimainkan oleh NU ? Jelas bahwa cengkeraman dan kerusakan sudah mencapai taraf yang tidak dapat dibelokkan ke arah perbaikan tanpa gerakan yang massif, yang menyadarkan seluruh rakyat Indonesia dengan maksud menyatukannya.

Negara bangsa kita boleh miskin dan boleh sangat terpuruk. Namun kalau rakyat seluruhnya bersatu padu, tidak ada kekuatan dengan persenjataan yang secanggih apapun yang dapat mengalahkannya. Contohnya adalah Vietnam, Korea dan mungkin Irak. Contoh yang sekarang gilang gemilang kedudukannya dan hanya bermodalkan kesatuan dan persatuan yang kokoh adalah China, yang mungkin disusul oleh India.

Nahdatul Ulama adalah organisasi yang lebih tua dari Republik Indonesia dengan akar yang dalam dan cakupan yang meliputi seluruh Nusantara. Jumlah anggotanya juga tidak tanggung-tanggung.

Rakyat melihat, meminta dan mengharapkan agar dalam kondisi yang separah dan seterpuruk ini, bersama-sama dengan seluruh komponen anak bangsa NU memainkan peran yang penting.

Para Hadirin Yang saya cintai dan saya hormati, Saya akhiri paparan saya dengan sekali lagi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan dan kehormatan yang telah diberikan kepada saya.

Selamat Malam,

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

http://www.ppigroningen.nl/node/32

No comments: