Wednesday, February 13, 2008

Listrik Zig Zag


ANALISA KWIK KIAN GIE

Listrik Zig Zag



PARA menteri memberikan keterangan yang zig-zag tentang apakah Tarif Dasar Listrik (TDL) akan dinaikkan atau tidak. Dalam semua media tanggal 18 Maret 2006 Wapres Jusuf Kalla dikutip sangat tegas dan jelas mengatakan tidak akan menaikkan TDL. Bahkan dikatakan bahwa pemerintah tidak pernah mempunyai rencana menaikkan TDL. Ini adalah keterangan yang jelas sangat berbeda dengan keterangan-ketarangan yang terdahulu, juga oleh para menteri lainnya. Kliping koran masih sangat mudah dicari untuk membuktikannya.

Pada hari yang sama news ticker Metro TV mengutip Meneg BUMN yang mengatakan bahwa naik atau tidaknya TDL akan diputus dalam sidang kabinet pada hari Selasa tanggal 21 Maret. Jadi hari ini.

Saya menduga bahwa sebab mendasar adalah ideologi yang dianut Tim Ekonomi bahwa tidak ada barang dan jasa yang boleh disubsidi oleh pemerintah. Arti subsidi juga ditafsirkan lain daripada yang lain. Subsidi diartikan apa saja yang berbeda dengan harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar. Lebih keblinger lagi ialah mengambil mekanisme pasar dari mana saja kalau di Indonesia tidak ada mekanisme pasarnya. Inilah yang terjadi dengan BBM. Harganya ditentukan oleh mekanisme pasar di New York. Di Indonesia tidak ada mekanisme pasar untuk BBM, karena BBM-nya dimonopoli oleh pemerintah yang didelegasikan kepada Pertamina.

Akibatnya merupakan renteten masalah panjang dan kusut. Karena begitu drastisnya kenaikan harga BBM yang merupakan bahan baku penting untuk produksi listrik, harga pokok listrik meningkat tajam. Kalau TDL tidak dinaikkan PLN harus disubsidi. Kalau PLN disubsidi, Tim Ekonomi akan menjerit bahwa subsidi bertentangan dengan “agamanya”. Kalau TDL harus naik, industri akan terpukul. Karena produksi pupuk membutuhkan gas, harga pokok pupuk juga meningkat. Petani akan terpukul. Kesemuanya akan mengakibatkan pengangguran yang membengkak, dan jumlah orang miskin yang membengkak dengan kemiskinan yang semakin parah. Renteten benang kusut yang akan membuat spiral ke arah kemerosotan ekonomi masih akan berlanjut kalau titik tolak pikirnya tidak diubah.

Saking bingungnya, dikatakan bahwa korupsi di PLN yang mengakibatkan harga pokok listrik meningkat. Maka PLN disuruh menanggung kerugiannya. Bagaimana caranya? Koruptornya tidak ditangkap karena tidak ketahuan siapa yang korup dan mengkibatkan harga pokok listrik meningkat, kok main “pokoknya”. Akibatnya ya “pokoknya” PLN berhenti dan semua listrik padam.

Kalaupun dalam harga pokok itu mengandung korupsi, dapat dibenarkan memberi subsidi, karena korupsi sudah terlanjur merajalela seperti ini. Subsidi harus untuk membela kepentingan rakyat banyak. Sambil berjalan korupsi jelas juga harus diberantas habis-habisan. Jangan karena ada korupsi terus sambil menutup mata mengatakan kepada Direksi BUMN : “pokoknya, tidak disubsidi karena kamu korupsi”. Yang lebih lucu lagi, korupsinya tidak bisa dibuktikan. Kalau bisa mengapa koruptornya tidak ditangkap? Janganlah terlampau dogmatik dan doktriner dalam mengurus negara. Yang logis-logis saja. Makan sekolahan boleh asalkan tidak keblinger.

Pemerintah harus menentukan terlebih dahulu pendirian dasarnya apa? Apakah mereka menganut paham bahwa memang ada barang dan jasa tertentu yang sepantasnya disubsidi yang riil, artinya harga penjualan didasarkan atas terjangkaunya oleh daya beli rakyat tanpa peduli unit produksi yang bersangkutan merugi atau tidak. Kalau merugi kerugiannya ditutup dari pemasukan pajak. Semua negara kapitalis yang mendasarkan diri pada mekanisme pasar mempunyai barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dan dijual dengan rugi demi membela terjangkaunya oleh daya beli rakyat banyak.

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat2&id=74

No comments: