Wednesday, February 13, 2008

Masalah Lumpur Panas Sudah Selesai?

Masalah Lumpur Panas Sudah Selesai?


Oleh: Kwik Kian Gie



Media massa edisi 2 Desember 2006 memberitakan, tanggung jawab Lapindo Brantas atas malapetaka yang disebabkannya di daerah Sidoarjo mendekati penyelesaian.

Seluruh proses diketahui dan di bawah pengawasan pemerintah dengan personifikasinya Wakil Presiden. Wapres mengatakan, agar Lapindo Brantas agak murah hati dan jangan menawar. Namun, untuk tanah, bangunan, dan sawah milik penduduk yang terendam lumpur, dibeli dengan harga melebihi permintaan mereka sekitar 20 persen, agar mereka dapat hidup nyaman.

Ternyata, permintaan penduduk dipenuhi. Untuk tanah dihargai Rp 1 juta per meter persegi, bangunan Rp 1,5 juta per meter persegi, dan sawah Rp 120.000 per meter persegi. Penduduk pun gembira, bersorak sorai, kaulan mencukur gundul rambutnya dan bersembah sujud.

Bodohkah rakyat itu? Tidak! Rakyat mengetahui, kandungan gas, minyak, dan mineral lain di dalamnya, bukan milik mereka. Milik rakyat hanyalah permukaan bumi yang dihuni dan dijadikan sawah. Kalau ini diganti di tempat lain yang mungkin lebih baru dan lebih modern, mereka jelas bergembira.

Banyak pertanyaan

Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan demikian Lapindo Brantas dianggap telah memenuhi semua kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga kepadanya beserta pemilik dan pengelolanya dapat diberikan release and discharge, atau pembebasan dan pelunasan?

Jika seperti itu, apakah beberapa manajer yang sedang dalam penyidikan oleh polisi di Jawa Timur akan dibebaskan dan penyidikan dihentikan?

Dengan pembayaran itu, apakah berarti Lapindo Brantas menjadi pemilik mutlak tanah ratusan hektar yang tergenang lumpur, dan boleh berbuat apa saja dengan tanah itu?

Artinya, apakah Lapindo boleh membiarkan dan meninggalkan tanah dalam kondisi tergenang lumpur seperti itu? Apakah tanah seluas itu boleh dirusak oleh setiap orang, asal mampu membayar dengan harga yang dapat diterima pemiliknya?

Bagaimana dengan jalan raya bebas hambatan atau jalan tol yang dibangun oleh pemerintah dan kini tidak dapat dipakai? Apakah untuk ini dan barang publik lain di sekitar daerah itu juga akan dijual kepada Lapindo Brantas? Berapa harganya?

Apakah penderitaan manusia dan kerusakan lingkungan hingga proporsi seperti itu dapat direduksi dengan cara menilai melalui angka-angka yang mencerminkan kewajaran harga tanah?

Apakah semua kekayaan alam dalam perut bumi, yang permukaan tanahnya dibeli Lapindo Brantas, begitu saja menjadi milik Lapindo Brantas?

Kini memang terlihat tanah mubazir tergenang lumpur. Tetapi bagaimana jika nanti diperoleh teknologi yang mampu mendapatkan minyak, gas alam, dan kekayaan mineral apa saja, meski tanah dan lingkungannya rusak berat, asal penduduknya dipindahkan ke tempat lain dengan imbalan memuaskan?

Siapa sebenarnya pemilik kekayaan mineral dalam perut bumi Indonesia? Apakah milik penduduk yang memiliki permukaan tanah yang dimilikinya?

Apakah pola penyelesaian kasus di Sidoardjo seperti itu akan dijadikan pola untuk kasus serupa di mana saja?

Apakah semua pulau dan tanah dalam wilayah Republik Indonesia boleh dirusak, asal kepada penduduknya diberi imbalan memuaskan? Setelah itu semua kekayaan mineral yang ada dalam perut bumi menjadi milik pembelinya?

Gamblang dan logis

Saya yakin, bagi semua manusia, semua itu belum selesai. Yang boleh dibeli oleh rakyat dengan hak milik sekalipun adalah permukaan bumi, bukan apa yang ada di dalam perut bumi.

Jadi, seandainya dalam perut bumi Pondok Indah atau Pantai Indah Kapuk yang sudah penuh rumah dan pertokoan mewah ada mineral berharga mahal, tentu tidak serta-merta akan merobohkan semua bangunan dan mengeksploitasi mineralnya. Lebih dari itu, jika dalam perut bumi tanah kosong yang dimiliki pengembang di Bumi Serpong Damai ada kandungan mineral, kandungan itu bukan milik keluarga Eka Tjipta Wdjaja.

Mengapa hal yang begitu gamblang dan logis saya kemukakan? Karena ada kesan kuat, para elite ikut-ikutan bergembira. Maka, sederet pertanyaan dalam tulisan ini semuanya amat penting.

URL Source: http://kompas.com/kompas-cetak/0612/07/opini/3141978.htm
http://unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=7085&coid=1&caid=56

Kwik Kian Gie Ekonom Senior

No comments: