Wednesday, February 13, 2008

Gombal Yang Ditambal


ANALISA KWIK KIAN GIE

Gombal Yang Ditambal



UNDANG-UNDANG tentang Bank Indonesia yang dipakai adalah produk dari ahli Jerman yang ditunjuk oleh Presiden BJ Habibie. Maka BI dibuat sangat independen sesuai dengan perintah IMF seperti yang tertuang dalam Letter of Intent ketika itu.

Ketika itu saya kemukakan bahwa bank sentral yang dibuat independen seperti itu ekstremnya karena menjiplak Jerman mentah-mentah tidak cocok dengan kondisi Indonesia. Ciri yang khas dan dianggap sangat baik dalam pengambilan keputusan ialah musyawarah dalam mencapai mufakat yang dibimbng oleh hikmah kebijaksanaan. Tetapi apa mau dikata, suasananya suasana reformasi dan krisis. Krisis membuat Indonesia minta diugurui oleh IMF. Reformasi merasa semuanya harus dijebol.

Presiden Soeharto masih mewarisi nilai-nilai khas musyawarah. Maka bank sentralnya tidak independen. Semuanya di bawah komando Presiden. Toh masih diakui bahwa secara natural memang selalu akan ada benturan kepentingan antara Bank Sentral dan Menteri Keuangan.

Mengapa? Karena Bank Sentral tugas pokoknya menjaga stabilitas daya beli mata uangnya di dalam negeri atau mengendalikan inflasi. Yang lain ialah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap valuta asing atau yang lebih kita kenal dengan istilah “kurs”. Menteri Keuangan mempunyai tugas pokok menjaga stabilitas ekonomi makro, tetapi yang dalam batas-batas stabilitasnya itu harus juga menjamin pertumbuhan ekonomi.

Maka kecenderungannya selalu memompa daya beli kepada masyarakat melalui pengeluaran pemerintah. Sebaliknya, menggaraihkan ekonomi selalu mengandung potensi inflatoir. Bank Indonesia yang merasa independen hanya melihat udel-nya sendiri. Pokoknya daya beli dan nilai rupiah harus stabil. Dipakailah semua instrumen yang dimilikinya. Kecenderungannya selalu kontraktif. Jadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bank Sentral dan tupoksinya Menteri Keuangan memang hakikatnya berbenturan terus.

Kesemuanya ini saya kemukakan. Tetapi saya sudah merasa pasti tidak digubris, karena Komisi Empat ini sudah menerima titah dari IMF bahwa Bank Indonesia harus independen. Pada akhirnya Dr. Boediono tanya kepada saya, lantas maunya apa?

Dengan tegas saya jawab maunya sistem yang oleh Presiden Soeharto selama Orde Baru diberlakukan, yaitu yang koordinasinya dikendalikan oleh Dewan Moneter, tetapi kata akhir ada pada Presiden.

Seingat saya selama Orde Baru tidak ada ketegangan, semuanya berjalan lancar. Dan yang mengendalikan ekonomi para ekonom Berkeley Mafia. Mengapa ekonomi dan moneter dalam era pasca Soeharto yang juga dikendalikan oleh para ekonom dari kelompok Berkeley Mafia berganti haluan 180 derajat? Apa lagi kalau tidak karena diperintah oleh dan nurut sepenuhnya pada IMF?

Jadi IMF itulah yang seenak udelnya sendiri dalam mbolal-mbalik. Di era Soeharto mereka mendiktekan sistem kurs yang terkendali, yang dibanggakan dengan istilah “managed float” dan oleh para ekonom non Berkeley Mafia dilihat dengan jelas akal-akalannya. Maka dijuluki “dirty float”.

Namun pasca era Soeharto sistem lalu lintas devisa harus bebas total, mengambang total dan pembentukan harganya diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Maka kita alami fluktuasi kurs dari sekitar Rp 2.400 per dollar AS menjadi Rp 16.000, kembali lagi sampai Rp 6.000, berfluktuasi sampai sekarang ini. Apakah dengan sistem ini Bank Sentral tidak deg-degan terus ? Jelas. Maka ketatnya bukan main.

Dapat diduga keras bahwa IMF lagi yang menyuruh membentuk Komisi Pengendalian antara BI dan Menkeu. Pembentukan komisi ini dan itu memang sedang ngetrend yang istilahnya structural reform dan intuitional building. Sebenarnya hanya gombal yang tambal sulam.

Dalam komisi itu nanti ya tetap saja otot-ototan. Menko Ekonomi dan Menkeu bertanggung jawab kepada Presiden. Gubernur BI bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dan DPR dua-duanya dipilih langsung oleh rakyat. Kedudukannya sama kuat.

Kalau terjadi oto-ototan ya deadlock atau masing-masing menjalankan kebijakannya sendiri-sendiri walaupun menjadi gaduh. Katanya, ya itulah harga yang harus dibayar oleh demokrasi dan ketergantungan pada Kartel IMF.

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat2&id=71

No comments: