Wednesday, February 13, 2008

Pikiran dan Jiwa yang Terkorupsi

Pikiran dan Jiwa yang Terkorupsi

Sabtu, 18 Desember 2004

Kwik Kian Gie

LAMBAT tetapi pasti mulai meresap adanya keyakinan bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme memang harus diupayakan pemberantasannya secara maksimal. Maka, tidaklah mengherankan kalau selama kampanye sampai sekarang Susilo Bambang Yudhoyono tetap konsisten menjadikan pemberantasan KKN sebagai prioritas. Tidak hanya itu, pelaksanaan agenda tersebut akan dipimpinnya sendiri.

BAGAIMANA kenyataannya sejak beliau dilantik sebagai Presiden RI sampai sekarang? Seperti yang dapat kita baca di media massa, beliau banyak dikritik. Kalau kita amati lagi, kritiknya terpusat pada prioritas yang ditentukannya. Mengapa tidak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang melibatkan jumlah uang terbesar yang dijadikan prioritas? Kritik ini patut mendapat perhatian dan pertimbangan serius dari Presiden.

Namun, pelaksanaannya tidak mudah. Kendala utama adalah apa yang dinamakan "bukti". Tentang pengertian "bukti" ini Indonesia menempati kedudukan yang unik. Untuk menemukan "bukti" yang dapat diterima oleh majelis hakim, itu tidak mudah, karena pemahaman tentang ada atau tidak adanya "bukti" dijadikan ajang lempar-lemparan berkas antara polisi, jaksa, dan pengadilan.

Hal ini disebabkan oleh tafsiran dari ketentuan dalam undang-undang yang terlampau sempit dan cenderung ditafsirkan secara sangat harfiah. Kecuali itu, ada kesengajaan menjalankan praktik juristerij atau bersilat lidah secara pokrol.

Tidak mungkin semua kejahatan yang berawal dari itikad buruk dapat diantisipasi dan diatur dengan sangat lengkap oleh kalimat-kalimat yang seberapa cermat pun dalam peraturan perundang-undangan. Sebabnya adalah daya inovasi dan daya kreasi dari manusia yang tidak terbatas dalam menemukan cara-cara dan rumusan kata-kata yang menyatakan dirinya tidak melakukan kejahatan.

Itulah sebabnya di negara yang penegakan hukumnya sudah mapan, di samping mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, juga selalu menggunakan dua tonggak lainnya. Yang pertama menyelidiki apakah ada itikad buruk dalam dugaan tindak pidana KKN. Yang kedua, apakah dapat dicerna oleh akal sehat bahwa suatu tindakan tertentu memang tidak dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan KKN.

Kebetulan sebelum menulis ini saya membaca laporan tentang ceramah Joseph Stiglitz di berbagai media massa. Saya sendiri tidak mempunyai kesempatan menghadirinya. Pemikiran-pemikirannya tentang Washington Concensus, pengaruh lembaga-lembaga internasional, globalisasi, dan sebagainya sudah banyak kita ketahui. Yang baru buat saya adalah bagian ceramahnya yang relevan untuk tulisan ini, yaitu yang secara eksplisit terkait dengan korupsi.

Di Jakarta Post tertulis: "Stiglitz also warned developing countries to be aware of widespread corruption in the privatization process….", dan "In many countries, privatization got the name of briberization". Di Bisnis Indonesia, judul pemberitaannya, "Stiglitz: Konsensus Washington untungkan para koruptor", dan dalam pembukaan laporannya tertulis: "Ekonom Joseph Stiglitz menegaskan implementasi Washington Concensus, yang melahirkan tonggak privatisasi, liberalisasi, dan pengetatan anggaran justru menguntungkan sekelompok koruptor di negara berkembang."

Program Dana Moneter Internasional (IMF) yang kita kenal dengan letter of intent memang penuh dengan agenda privatisasi yang menimbulkan kontroversi yang tajam di kalangan masyarakat. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ketika itu, Laksamana Sukardi, beserta seluruh jajarannya, terutama pegawai eselon I, di mana-mana mengatakan, "Pilih mana? BUMN dikorupsi, rugi, dan pemerintah nombok," atau "BUMN dijual kepada asing, manajemen bagus, untung dan karena itu pemerintah memperoleh pajak penghasilan badan?" Juga dikatakan, "Apa bedanya antara Asing dan A Seng." Maksudnya menanyakan apa bedanya antara pemilik asing dan pemilik warga negara Indonesia yang bernama A Seng?

Stiglitz melihat motif privatisasi yang sangat sering terkait dengan korupsi. Laksamana Sukardi beserta jajarannya justru sebaliknya.

KALAU kita lihat lebih luas lagi, banyak ekonom terkenal di Indonesia mempunyai pemikiran yang bertolak belakang dengan Stiglitz dalam berbagai kebijakan ekonomi. Siapa yang benar? Kiranya lebih baik tidak dikomentari, lebih konstruktif menjadikannya kekayaan alam pikir kita.

Yang buat kita tidak jelas adalah apakah pikiran Washington Concensus tentang privatisasi itu yang corrupted, ataukah pelaksanaan privatisasi itu sering dikorup hasil penjualannya?

Jawabannya tidak mudah. Buat Indonesia, yang korupsinya dibiarkan berkembang subur selama berpuluh-puluh tahun itu telah menjelma menjadi kelainan nalar dan sedikit banyak juga kelainan jiwa. Mari kita ambil privatisasi Bank Central Asia (BCA) sebagai contoh. Atas desakan IMF dan dengan kepatuhan serta dukungan sepenuhnya dari para teknokrat Indonesia sendiri, BCA harus dijual dengan harga Rp 5 triliun untuk 51 persen.

Kalau diseratuspersenkan, dijual dengan harga Rp 10 triliun. Tetapi di dalam BCA ada tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 triliun dalam bentuk obligasi rekapitalisasi yang diinjeksikan ke dalam BCA. Jadi kalau diseratuspersenkan, privatisasi BCA menghasilkan Rp 10 triliun untuk kas negara, tetapi pada saat transaksi ditandatangani, pembelinya mempunyai tagihan Rp 60 triliun kepada pemerintah.

Bunganya saja setahun melebihi Rp 10 triliun. Apakah ini korupsi yang berkaitan dengan privatisasi yang dimaksud oleh Stiglitz? Dan, kalau jawabnya "ya", apakah yang diartikan dengan korupsi memperoleh uang banyak dari penjualan yang tidak masuk akal ini, ataukah tidak masuk akalnya itu yang dianggap korupsi dalam arti corrupted mind?

Saya tidak yakin bahwa semua yang terlibat dalam penjualan BCA memperoleh uang yang koruptif. Rasanya keanehan inilah contoh yang baik untuk menjelaskan adanya aspek KKN dalam bentuk corrupted mind dalam arti kelainan atau penyimpangan dari nalar yang normal.

Korupsi dalam bentuk corrupted mind merupakan aspek dan bagian sangat krusial mengapa demikian banyaknya kasus KKN dianggap bukan korupsi. Kita tidak boleh menganggap remeh adanya kemungkinan bahwa corrupted mind yang menyebabkan Indonesia dianggap termasuk negara paling korup di dunia, tetapi jumlah koruptornya sangat sedikit.

Sangat sedikit dan jarang yang melihat gejala KKN dari segi corrupted mind yang merupakan penjelmaan secara evolusioner dari KKN dalam bentuknya yang primitif, yaitu sekadar mencuri uang orang lain. Kalau kita melihatnya dalam arti itu, dapat kita ikuti mengapa demikian banyaknya orang- orang berpendidikan sangat tinggi dan sangat pandai tiba-tiba dapat mempertahankan pendirian yang sangat aneh.

Kecuali kasus BCA contohnya sangat banyak, terutama kalau kita mempelajari semua letter of intent dengan teliti baris demi baris yang sekarang sedang saya lakukan.

Contoh konkret di luar LoI adalah bagaimana mungkin selama 32 tahun pemerintah Orde Baru, APBN yang terang-terangan defisit disebut berimbang dan disuguhkan sebagai berimbang. Defisit atau bolongnya itu ditutup dengan utang luar negeri yang disebut "penerimaan pembangunan" dalam APBN, sedangkan uang yang tercantum adalah utang luar negeri riil dengan kewajiban membayar bunga dan jadwal pembayaran cicilan yang sangat jelas dalam kontrak utang piutang.

Contoh seperti ini sangat banyak. Contoh terakhir yang sekarang masih bergulir adalah selisih antara harga minyak dunia dengan harga minyak yang dikenai kepada konsumen. Selisih ini disebut subsidi dan dianggap sebagai pengeluaran uang yang didengungkan akan mengakibatkan APBN jebol. Kenyataannya, subsidi ini diimbangi oleh jumlah yang lebih besar dalam APBN dalam pos "penerimaan migas" yang juga didasarkan atas harga minyak dunia yang sangat tinggi pula.

DI luar ekonomi, contoh tentang corrupted mind ialah menangkap orang tanpa bukti kuat dikatakan mengamankan. Menganiaya dikatakan mendidik, mendevaluasi mata uang dikatakan menyesuaikan nilainya, dan masih sangat banyak lagi.

Korupsi dalam arti corrupted mind yang sifatnya tidak mencuri uang negara sebenarnya tidak kalah berbahayanya dengan tindak pidana korupsinya sendiri. Mengapa? Karena kebijakannya sudah corrupted sehingga menyengsarakan rakyat banyak. Alur pikir yang corrupted juga mengakibatkan kerugian yang luar biasa besarnya. Contohnya adalah uang yang terang-terangan digelapkan oleh pemilik bank dianggap sebagai "biaya krisis", dan pelakunya dibebaskan melalui release and discharge. Semangat ini menyusup ke dalam Propenas yang dijadikan landasan dan ditafsirkan secara corrupted pula melalui cara juristerij atau perpokrolan.

Sering kita baca bahwa tersangka di sidang pengadilan dibebaskan dengan dalih "negara tidak dirugikan". Tafsirannya terlampau harfiah dan sempit. Sebagai contoh, penyelundup yang tertangkap dianggap tidak bersalah selama barang selundupannya masih berada dalam daerah pabean, karena belum sempat mengeluarkannya sudah tertangkap. Yang bersangkutan dipersilakan membayar bea masuk, dan dia bebas. Dengan membayar bea masuk, negara kan tidak jadi dirugikan?

Sejak awal pemerintahan Orde Baru sudah ada menteri yang guru besar menceritakan bahwa dia mempunyai wewenang membeli barang dan jasa untuk negara yang melibatkan uang sangat besar jumlahnya. Dia melakukan negosiasi habis-habisan untuk menekan harga. Setelah itu dilakukan, dan atas dasar harga ini kontrak akan ditandatangani. Ketika itu sang menteri mengatakan kepada penjual barang bahwa dia mengetahui pemasok barang yang bersangkutan memperoleh laba dari penjualan ini. Sang menteri minta sebagian kecil dari labanya.

Kalau tidak mau memberikan, kontrak tidak ditandatanganinya. Pemasok barang bersedia memberikannya. Uang ini buat sang menteri bukan hasil korupsi dan perbuatannya dengan sendirinya juga tidak dirasakan sebagai korupsi. Menurut nalar yang normal jelas korupsi karena dasar dari kesediaan pemasok barang adalah kekuasaannya yang dapat menggagalkan transaksi. Lagi pula, sang menteri secara etika dagang memalukan, ingkar janji. Tetapi korupsi dalam bentuk menurunkan martabat bangsa tidak dianggap kejahatan.

Tafsiran tentang ada tidaknya tindak pidana korupsi perlu dilengkapi dengan dua tonggak, yaitu ada atau tidaknya itikad baik, dan apakah dapat diterima dengan akal sehat?

Kwik Kian Gie Mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0412/18/Fokus/1444563.htm

PEMBERANTASAN KORUPSI UNTUK MERAIH KEMANDIRIAN, KEMAKMURAN,

PEMBERANTASAN KORUPSI UNTUK MERAIH KEMANDIRIAN, KEMAKMURAN,
KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN
(c) 2003 Kwik Kian Gie
Editor Ulang: Poltak S. Lumbanbulus
Asumsi Lisensi: Bebas Edar
--------------------------------------------------------------------

ISI BUKU
KATA PENGANTAR ii
SEBERAPA PENTING KKN DIBERANTAS? 1
KONSEP PEMBERANTASAN KKN 1
Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman 1
Reformasi Birokrasi 2
Optimasi setiap Kementrian dan LPND 2
Sistem Penggajian (Salary System) 4
Alternatif lain 4
Kritik 5
Hukuman 6
Dari mana pemberantasan KKN dimulai? 7
Kendala pemberantasan KKN yang harus kita
kenali dengan baik 7
Pembiayaan pemberantasan KKN 9
DAYA RUSAK KKN 10
Kehilangan Kemandirian 13
Ketidak warasan yang tercermin dari angka-angka 14
Elit bangsa sudah menjadi embisil 21
KESIMPULAN 24
GERAKAN NASIONAL KEMERDEKAAN KEDUA 28
TABEL BANK REKAP 29

i

KATA PENGANTAR PADA EDISI KE II

Buku kecil ini untuk pertama kalinya ditulis sekitar 8 bulan yang lalu
sebanyak 10.000 yang telah dibagi habis dengan cuma-cuma. Saya mendapat
banyak masukan dan kritik dari para pembaca, sehingga edisi kedua ini
mengalami cukup banyak perubahan dan tambahan informasi yang berarti.
Banyak angka-angka terkini yang dipakai untuk mendukung dan menjelaskan
berbagai masalah yang berkaitan dengan materi buku kecil ini.

Pada edisi pertama juga terjadi kesalahan cetak yang sangat mengganggu
karena urut-urutan paragraf kacau. Dalam edisi kedua kesalahan tersebut
telah diperbaiki.

Karena itu, walaupun telah memiliki dan membaca edisi pertama,
disarankan membaca edisi kedua ini bila memang berminat. Banyak terima
kasih atas perhatian yang telah maupun yang masih akan diberikan pada
materi yang maha penting ini.

Jakarta, November 2003.
Kwik Kian Gie

ii

PEMBERANTASAN KORUPSI UNTUK MERAIH KEMANDIRIAN,
KEMAKMURAN, KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN
SEBERAPA PENTING KKN DIBERANTAS?

Jelas sangat penting. Pemberantasan KKN harus menjadi prioritas yang
paling utama, karena kalau tidak, apapun yang dilakukan hasilnya tidak
akan optimal. KKN adalah akar dari praktis semua permasalahan bangsa
yang sedang kita hadapi dewasa ini. KKN is the roots of all evils. KKN
tidak terbatas pada mencuri uang, tetapi lambat laun juga merasuk ke
dalam mental, moral, tata nilai dan cara berpikir. Sejak zaman Yunani
kuno sudah dikenali adanya pikiran yang sudah teracuni oleh korupsi.
Maka sangat sering kita baca istilah corrupted mind.

Daya rusaknya KKN sangat dahsyat, karena sudah menjadikan orang tidak
normal lagi dalam sikap, perilaku dan nalar berpikirnya. Bagaimana
prosesnya akan saya bahas belakangan. Berbeda dengan kelaziman yang
memulai dengan diagnosa dan setelah itu baru mengemukakan terapinya,
saya akan langsung mengemukakan bagaimana cara memberantas KKN yang
konkret dalam bentuk langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang jelas
secara teknis dapat diwujudkan.

Setelah itu baru saya bahas betapa KKN sudah merusak segala sendi
kehidupan bangsa, dan bagaimana prosesnya menuju pada perusakan. Bagian
ini perlu kita hayati supaya kita satu keyakinan, satu persepsi dan
satu tekad dalam memberantas KKN yang sudah demikian hebat merusaknya.

Dalam mencoba menemukan konsep yang konkret dan dapat dilaksanakan,
titik tolak adalah manusianya yang harus dibuat bebas KKN atau takut
melakukan KKN.

Perangkat hukum, lembaga-lembaga, sistem, prosedur pengambilan
keputusan, transparansi dan sebagainya bukannya tidak penting. Tetapi
otak manusia yang tidak terbatas kemampuannya akan selalu mampu
menyelewengkan atau menghindari segala sesuatunya itu.

KONSEP PEMBERANTASAN KKN

Konsep tentang cara pemberantasan KKN mengandung beberapa tindakan yang
menyangkut berbagai bidang yang satu dengan lainnya terkait dengan
erat.

Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman Konsep dasar
pemberantasan korupsi sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick.
Keberhasilannya sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain
Singapura dan yang sekarang sedang berlangsung di RRC.

1

Carrot adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai
negeri, baik sipil maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk
hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan,
tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu
pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup
untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang gagah.
Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat
pendapatan orang yang sama dengan kwalifikasi pendidikan dan kemampuan
serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta.

Stick atau arti harafiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan kalau
kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi. Mengingat akan
tingkat atau magnitude korupsi sudah sedemikan dalam dan menyebar
sedemikan luasnya, hukumannya tidak bisa tanggung-tanggung, harus
seberat-beratnya.

Reformasi Birokrasi

Untuk menjalankan roda pemerintahan secara optimal, struktur seluruh
pemerintahan perlu ditinjau kembali dengan cara meneliti sedalam-
dalamnya dengan maksud supaya jumlah kementerian benar-benar memang
diperlukan.

Tugas dan fungsi pokok setiap Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) juga dirumuskan yang sejelas-jelasnya, agar tidak
terjadi tumpang tindih dan duplikasi dengan kementerian lainnya.


Optimasi setiap Kementerian dan LPND

Jumlah pegawai negeri kita sekitar 4 juta orang. Kalau kita secara
sekilas saja memperhatikan besarnya gedung-gedung departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND), serta gedung-gedung pemerintah
lainnya, segera saja muncul pertanyaan di benak kita, berapa pegawai
negeri yang bekerja di dalamnya. Lebih-lebih lagi sulit dibayangkan
apa saja yang dikerjakan selama jam-jam kerja.

Jumlah PNS yang demikian besarnya tentu tidak terlepas dari kenyataan
bahwa selama RI berdiri sampai sekarang tidak pernah dilakukan audit
terhadap struktur organisasi, jumlah personalia, garis-garis
komunikasi, rentang kendali atau span of control, sistem dan prosedur
pengambilan keputusan dan sebagainya.

Maka berlakulah apa yang dalam dunia ilmu organisasi dan manajemen
dikenal sebagai Hukum Parkinson. Teori ini mengatakan bahwa manusia
selalu mempunyai kebutuhan dirinya dianggap penting oleh sekelilingnya.
Simbol bahwa dirinya penting adalah kalau dapat memperlihatkan dirinya
mempunyai banyak anak buah. Maka tanpa sadar bagaikan hukum alam setiap
orang dalam organisasi ingin menunjukkan bahwa dirinya penting dengan
mengangkat bawahan. Bawahannya ingin dianggap penting dengan cara
mengangkat bawahannya juga. Semakin banyak bawahannya semakin dianggap
penting kedudukannya dalam masyarakat. Dengan berlakunya

2

teori ini yang sampai dinamakan hukum alam, setiap organisasi mempunyai
kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya. Dalam organisasi perusahaan
sudah menjadi kebiasaan bahwa secara teratur, misalnya setiap 3 sampai
5 tahun sekali, organisasinya di-audit.

Diteliti oleh para akhli organisasi dan manajemen apakah organisasinya
masih optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Caranya, para akhli atau konsultan itu tidak melihat pada struktur
organisasi yang ada. Mereka mewawancarai pimpinan tertinggi sampai
habis-habisan tentang tujuan apa yang hendak dicapai oleh
organisasinya.

Kesemuanya ini direnungkan dengan mendalam. Para akhli dan konsultan
menggunakan keakhliannya menyusun organisasi yang pas dan yang optimal
untuk mencapai tujuan organisasi. Yang disusun bukan hanya strukturnya,
tetapi juga jumlah personalianya, kwalifikasinya, tugas, tanggung
jawabnya, sistem dan prosedur pengambilan keputusan, sistem komunikasi
dan rentang kendali organisasi atau span of control.

Setelah keseluruhan dari organisasi yang ideal terbentuk, dibicarakan
mendalam dengan para pimpinan kunci untuk penyempurnaannya. Setelah
sempurna betul dan menjadi milik pimpinan organisasi, pimpinan tersebut
dengan sendirinya mempunyai komitment tinggi untuk merealisasikannya.
Keseluruhan gambar dan penjelasan dari organisasi yang optimal ini
dibandingkan dengan organisasi yang ada. Hampir dapat dipastikan bahwa
organisasi yang ada terlampau besar, acak-acakan, garis-garis komunikasi
simpang siur dan tumpang tindih dan sebagainya. Adalah tugas pimpinan
organisasi yang kalau perlu dapat didampingi oleh para konsultan
manajemen yang mengubah organisasi yang ada menjadi yang baru.

Prosedur ini dinamakan structure follows strategy. Ini adalah kebalikan
dari yang biasa kita alami. Setiap kali organisasi baru dibentuk atau
organisasi lama hendak dibenahi, yang pertama dilakukan adalah
menggambar struktur organisasi yang sudah kita kenal, yaitu kotak-kotak
yang disusun secara vertikal dan horisontal. Setelah struktur selesai
barulah diisi dengan nama-nama orang-orang yang akan ditempatkan dalam
posisi yang sudah digambarkan dalam kotak-kotak tersebut. Prosedur ini
sangat salah, tetapi sangat lazim dilakukan orang karena keawamannya
dalam bidang ilmu organisasi dan ilmu manajemen. Prosedur yang salah
ini disebut strategy follows structure.

Jelas bahwa strategi dikalahkan oleh organisasi yang disodorkan.
Bagaimana mungkin tujuan dapat tercapai secara optimal? Kita bayangkan
apa jadinya kalau birokrasi kita yang selama 58 tahun tidak pernah
di-audit seperti yang digambarkan di atas, dan coba dibayangkan betapa
jumlah PNS dapat diperkecil dengan segala penghematan yang menyertainya.

Apa hubungan reformasi birokrasi yang digambarkan ini dengan
pemberantasan korupsi? Hubungannya sangat erat. Saya sangat yakin bahwa
kalau birokrasi disusun sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
tujuannya yang optimal, jumlah PNS dapat diperkecil banyak sekali.
Pengeluaran untuk gaji, ruang kerja, ATK, listrik, biaya perjalanan dan
sebagainya akan dapat dihemat dalam jumlah yang besar. Dampaknya

3

adalah tersedianya sebagian dana yang dibutuhkan untuk menaikkan
pendapatan bersih yang dibutuhkan untuk memberlakukan carrot and stick.
Dengan pendapatan yang jelas cukup, bahkan cukup mewah atau
comfortable, kita dapat dengan tenang menghukum seberat-beratnya yang
masih melakukan korupsi. Dampak yang tidak langsung berhubungan dengan
pemberantasan korupsi dari reformasi birokrasi adalah efektivitas dari
birokrasi. Karena birokrasi menciut, kita dapat menempatkan orang-orang
yang paling kapabel. Mereka pasti mau karena pendapatan bersihnya
sangat memadai dan sama dengan kalau mereka bekerja di sektor swasta
yang pendapatannya sudah didasarkan atas merit system dan tingginya
sudah sama dengan yang berlaku di segmen-segmen lain masyarakat dalam
segala jenjangnya.

Sistem Penggajian (Salary System)

Sistem penggajian PNS dan POLRI sudah menjadi sangat semerawut. Ini
disebabkan karena besarnya gaji yang diterima hanya cukup untuk hidup
satu sampai dua minggu saja. Maka dicarikan berbagai macam akal dan
rekayasa seperti tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya,
tunjangan in natura dsb.

Setelah keseluruhan struktur pemerintahan dari yang tertinggi sampai
yang terendah terbentuk, sistem penggajiannya dibenahi supaya adil
berdasarkan merit system.

Yang dimaksud adalah bahwa penjenjangan tingkat pendapatan neto harus
proporsional dan adil. Pejabat yang tingkat pengetahuan, tanggung jawab
dan pekerjaannya lebih berat harus memperoleh gaji neto yang lebih
tinggi.

Yang sekarang berlaku adalah bahwa gaji Presiden lebih rendah dari
pendapatan Direktur Utama BUMN. Pendapatan neto seorang Menteri lebih
rendah dari pegawai menengah dari BPPN.

Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan neto
dari pegawai negeri sipil maupun TNI dan POLRI yang diselaraskan sampai
proporsional dan adil berdasarkan merit system.


Alternatif lain

Konsep tentang pemberantasan korupsi seperti yang diuraikan di atas
membutuhkan dana sangat besar yang harus dikeluarkan relatif sekaligus.
Alternatif lain yang dapat dilakukan lebih cepat dengan pembiayaan yang
dapat dicicil adalah pemberantasan korupsi yang tidak serempak, tetapi
setahap demi setahap yang dimulai dari atas.

Konsep ini pernah dibicarakan dalam pemerintahan Gus Dur dan pada
prinsipnya telah diterima oleh beliau sebagai Presiden. Namun batal
diimplementasikan.

Dalam konsep tersebut pendapatan bersih yang mencukupi diberikan
kepada Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Sekjen, Dirjen, Direktur,
Kepala Biro dan Pimpro. Kecuali itu juga jabatan-jabatan yang krusial


4

dan rawan korupsi, yaitu para pejabat pajak, Jaksa, Polisi, para Hakim,
para Anggota DPR, para pejabat bea cukai dan lain-lainnya lagi yang perlu
diinventarisasi secara teliti. Intinya adalah mengenali sektor-sektor
dari birokrasi yang krusial dalam pembocoran keuangan negara.
Pendapatan bersih mereka harus cukup besar, sehingga tidak hanya cukup
untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gagah, yaitu bisa
menyamai standar yang berlaku di sektor swasta, bahkan di luar negeri.
Tetapi kalau setelah itu berani berkorupsi, hukumannya penjara seumur
hidup atau hukuman mati.

Kalau dengan cara demikian para pejabat tinggi dan PNS yang rawan
korupsi itu bisa bebas korupsi atau korupsinya berkurang sangat
signifikan, penghematan yang diperoleh dari bebas korupsi atau
berkurangnya korupsi secara sangat signifikan di kalangan mereka cukup
besar. Dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan bersih
mereka akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penghematan yang
diperoleh dari hilangnya atau berkurangnya KKN pada tingkat birokrasi
yang paling atas dan paling rawan KKN.

Yang menjadi kendala adalah bahwa perbedaan tingkat pendapatan bersih
antara yang pendapatan bersihnya dinaikkan dalam rangka program
pemberantasan KKN dengan bawahannya akan sangat-sangat besar. Ini
akan sulit diterima oleh bawahannya. Ketika itu Gus Dur mengatakan
bahwa beliau sanggup mengatasi masalah ini. Namun ketika gagasan ini
bocor dan para pengamat mulai menghujat habis-habisan, rencana tersebut
diurungkan.

Mungkin sekarang dapat diulangi dengan memasyarakatkan terlebih
dahulu. Kepada yang belum kebagian kenaikan pendapatan bersih secara
drastis diminta hidup dengan cara yang sudah lama dilakukan, yaitu
kekurangannya ditutup dengan korupsi. Korupsi yang mereka lakukan kita
tolerir dengan menutup sebelah mata. Jumlah yang dikorup toh tidak
terlalu besar, karena kekuasaannya yang tidak besar dan tidak relevan
atau krusial bagi para penyuap.

Dengan penghematan yang diperoleh dari bebas korupsinya golongan yang
tertinggi dan golongan dengan kekuasaan yang laku dikomersialkan seperti
yang telah dirinci tadi, setahap demi setahap peningkatan pendapatan
bersih bagi seluruhnya akan dapat tercapai.


Kritik

Gagasan seperti ini langsung saja dikritik. Dalam kabinet Gus Dur tidak
sedikit Menteri dan anggota DPR yang langsung saja mengkritik dengan
tajam, mengatakan bahwa tidak tahu diri, karena bagian terbesar dari
rakyat hidup dalam kemiskinan, kok pemerintah menaikkan pendapatan
bersih untuk dirinya sendiri sampai standar internasional. Juga
dikatakan bahwa telah dicoba dalam lingkungan Departemen Keuangan yang
pernah ditingkatkan 10 kali lipat dan toh masih korup. Jawab saya
terhadap kritikkritik tersebut adalah karena yang masih berkorupsi
tidak diapa-apakan. Jadi carrot-nya diberikan, tetapi stick-nya tidak
diterapkan.

5

Kritik lainnya lagi adalah bahwa naluri manusia untuk mengumpulkan
harta kekayaan tidak ada batasnya. Buktinya, para koruptor itu sudah
berkorupsi sampai memupuk kekayaan bernilai ratusan milyar dan
trilyunan rupiah. Tetapi mereka masih saja dengan penuh semangat
berkorupsi terus. Memang benar. Mengapa? Lagi-lagi karena tidak
diapaapakan, dan mereka sudah terlanjur mempunyai kekayaan yang demikian
besarnya, sehingga apapun dapat dibeli yang membuat mereka menjadi
kebal hukum. Mengapa semua bisa dibeli? Karena kalau kekuasaan dijual,
baik yang menjual maupun yang membeli tidak diapa-apakan.
Kalau ada pejabat negara yang mengatakan gaji tidak perlu dinaikkan,
kemungkinannya mereka korup dan tidak mau korupsi berhenti.
Kemungkinan lain adalah mereka sudah kaya dari asalnya, sehingga
memang bisa mengabdi kepada negara dengan pendapatan yang jelas tidak
cukup untuk hidup layak. Atau famili dan sanak saudaranya mempunyai
pendapatan legal cukup besar yang dapat menunjang kehidupannya dalam
baktinya kepada nusa dan bangsa dengan gaji dari pemerintah yang jelas
hanya cukup untuk hidup satu atau dua minggu saja. Jumlah orang yang
demikian sangat sedikit, dan yang sudah sedikit itu belum tentu, dan
bahkan kebanyakan tidak berminat mengabdi kepada kepentingan orang
banyak. Jadi kelompok ini tidak dapat diandalkan sebagai penyelenggara
negara. Lagipula, yang kita kehendaki adalah demokrasi, bukan
plutokrasi.

Juga ada kritikan yang mengemukakan bukti bahwa para pegawai BPPN itu
tanpa dapat diragukan sedikitpun tingkat pendapatan bersihnya cukup
untuk hidup dengan sangat gagah. Memang betul, karena mereka direkrut
dari perusahaan-perusahaan swasta. Mereka tidak mau bekerja dengan
tingkat pendapatan bersih yang lebih kecil. Toh mereka masih korup dalam
skala yang luar biasa dan dengan teknik-teknik yang canggih. Banyak dari
mereka yang dahulu para teknokrat konglomerat bankir yang menjebol
banknya sendiri sampai dirawat di BPPN. Sekarang BPPN dibobol lagi.
Mengapa? Sekali lagi, karena tidak ada hukumannya.

Maka kritik-kritik tersebut semuanya tidak dapat mematahkan ampuhnya
carrot and stick kalau, sekali lagi kalau stick-nya diterapkan betulan.

Hukuman

Setelah gaji dinaikkan sampai adil terhadap setiap PNS lainnya dan
besarnya dibuat sangat besar sampai dapat hidup dengan nyaman dan
dengan gagah, dan masih berani berkorupsi, hukumannya harus sangat
berat. Menurut hemat saya dalam kondisi KKN seperti yang kita hadapi
sekarang ini, hukumannya haruslah hukuman mati atau paling tidak
seumur hidup.

Dalam mengenali masalah kita sudah lumayan, karena istilah yang sudah
memasyarakat bukan hanya korupsi, tetapi korupsi, kolusi dan nepotisme
yang terkenal dengan singkatan KKN. Memang korupsi sebenarnya tidak
dapat dipisahkan dari kolusi, karena korupsi selalu dilakukan oleh lebih
dari satu orang. Nepotisme juga merupakan faktor sangat penting, karena
korupsi kebanyakan mendapat dorongan dan dukungan kuat dari anak,
isteri dan famili terdekat.

6

Karena itu, hukuman tidak saja dikenakan pada yang melakukan korupsi,
tetapi juga isteri dan anak-anaknya. Seperti dikatakan tadi, kebanyakan
penguasa melakukan korupsi karena dorongan, rayuan atau rengekan dari
isteri, suami atau anak-anak. Maka pelakunya dihukum mati, dan anakanak
serta isterinya juga harus dikenakan hukuman. Bentuk hukuman itu
misalnya diperlakukan sebagai orang yang telah bangkrut. Semua harta
kekayaannya disita. Mereka hanya dibolehkan hidup yang dibatasi
standarnya. Misalnya mereka hanya dibolehkan bertempat tinggal di rumah
sederhana, hanya boleh menggunakan kendaraan umum, tidak boleh
mempunyai mobil sendiri.

Rekan-rekan koruptor yang terlibat dalam korupsinya yang selalu memang
kolutif juga harus dihukum berat. Tegasnya, penyuap dan yang disuap
harus sama-sama dihukum berat.


Dari mana pemberantasan KKN dimulai?

Pemberantasan KKN harus dimulai dari pimpinan tertinggi, yang disusul
oleh para pejabat tinggi lainnya.
Presiden meyakinkan diri bahwa seseorang memenuhi persyaratan
kecakapan dan kepemimpinan untuk jabatan tertentu sebagai
pembantunya. Orang ini ditanya apakah mau menerima jabatan yang
ditawarkan. Kalau mau, harus menandatangani pernyataan bahwa dirinya
bersedia dihukum mati kalau masih berani berkorupsi karena gajinya
sudah dibuat adil dan sudah dibuat sangat tinggi yang tanpa keraguan
sedikitpun akan dapat hidup dengan nyaman dan gagah.

Ini tidak berarti hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan
tertinggi negara. Mereka harus sepakat tidak akan melakukan KKN kalau
pendapatan bersihnya (net take home pay) memang betul-betul mencukupi
untuk hidup sesuai dengan merit system. Kepada mereka harus dijelaskan
yang sangat tegas bahwa akan dihukum seberat-beratnya kalau masih
melakukan KKN.

Orang-orang yang termasuk rawan KKN karena menduduki jabatan-jabatan
krusial untuk KKN dipilih yang kiranya dapat diajak mulai membersihkan
bangsa kita dari KKN. Kepadanya dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa
pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar sangat nyaman.
Tetapi kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman
hukuman sangat berat, kepada mereka juga dituntut untuk benar-benar
tega dan tegas menghukum yang KKN dan sudah termasuk kategori
pendapatan bebas KKN.

Kendala pemberantasan KKN yang harus kita kenali dengan baik
Memang ada orang-orang yang pada dasarnya curang. Terutama kalau yang
digelapkan untuk dirinya sendiri adalah uang milik publik, yaitu uang
milik pemerintah. Seperti kita ketahui, bagian terbesar dari uang milik
pemerintah berasal dari pajak. Untuk uang ini tidak ada yang merasa
memiliki secara individual. Yang memberikan uang ini kepada pemerintah
sebagai pembayaran pajak merasakannya sebagai kewajiban yang sudah

7

termasuk dalam rencana pengeluarannya. Para pembayar pajak itu tidak
peduli hasil pajak akan dipakai untuk apa. Maka kalau dicuri oleh para
penguasa mereka juga tidak terlampau peduli. Namun sikap yang demikian
berlaku pada masyarakat yang kurang terdidik. Untuk menyadari
sepenuhnya bahwa uang pemerintah adalah hasil kontribusinya
membutuhkan cara berpikir yang lebih abstrak. Kita mengetahui bahwa
semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakin mampu dia berpikir
secara lebih abstrak. Cara berpikir yang lebih abstrak selalu berasal
dari falsafah.

Kalau kita mempelajari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yang
berawal dari para filosoof Yunani kuno atau para filosoof India dan
China, pada awalnya sekali yang dominan adalah filosofi. Itulah
sebabnya sampai sekarang gelar doktor di negara-negara Anglo Saxon
adalah Doctor of Philosophy tanpa peduli bahwa kandungan filosofinya
kecil sekali. Lambat laun, mungkin karena kandungan pengetahuan teknik
yang harus dikuasai begitu banyak dan rumitnya, seorang lulusan
perguruan tinggi disebut akademikus, sedangkan seseorang yang
pengetahuannya sangat luas dan mendalam disebut intelektual. Di
Indonesia, para lulusan perguruan tinggi yang sampai jenjang doktor-pun
bangga menyebut dirinya sendiri seorang teknokrat. Hanya Dr.
Daoed Joesoef yang tidak senang disebut teknokrat. Dia minta disebut
teknosoof, yaitu yang menguasai ilmu pengetahuan yang bersifat teknis,
tetapi juga menguasai filosofi.

Di Jerman, lulusan perguruan tinggi yang hanya menguasai pengetahuan
yang bersifat teknis saja disebut Fach Idiot. Artinya dia menguasai ilmu
pengetahuan yang sangat teknis dan mendalam sekali, tetapi di luar itu
dia tidak tahu apa-apa, bahkan yang bersifat falsafati sedikit saja, dia
adalah seorang idiot. Itulah sebabnya di zaman Nazi Jerman, ilmu pengetahuan
dipakai untuk menemukan cara-cara membunuh orang-orang Yahudi
secara massal dan kemudian untuk menemukan cara-cara menggunakan
mayatnya untuk membuat barang-barang konsumsi. Tulangnya dijadikan
kancing, rambutnya dijadikan selimut dan kulitnya dijadikan kap lampu.
Di Indonesia yang sangat dominan adalah para teknokrat dan bukan
teknosoof. Itulah sebabnya mereka tidak dapat berpikir secara mendalam
dan hakiki karena membutuhkan pikiran abstrak yang falsafati, walaupun
sedikit saja. Dan karena itu, bersama-sama dengan para pengusaha mereka
merasa bahwa menggelapkan uang milik publik tidak apa-apa. Uang ini
tidak mempunyai pemilik yang dapat diidentifikasi secara individual.
Untuk meyakini bahwa uang ini milik orang banyak yang harus dikelola dengan
baik serta dipertanggung jawabkan membutuhkan daya pikir yang lebih
abstrak, yang kebanyakan belum dimiliki oleh elit bangsa kita, baik di
jajaran pemerintahan maupun di kalangan pengusaha.

Tidak jarang terjadi bahwa kritikan tentang betapa uang pembayar pajak
dipakai secara irasional dijawab oleh pejabat tinggi bahwa pembayar
pajaknya sendiri tidak ada yang menggerutu. Tidak ada pengusaha yang
merasa jijik menyaksikan pengusaha lainnya menyelundup pajak. Mereka
bahkan saling membanggakan dan saling menukar pengetahuan bagaimana
caranya menyelundup pajak.
Untuk memberantas fenomena ini, hukuman yang sama kerasnya buat
yang menyuap juga harus dikenakan. Pendidikan dan pemberian pengertian

8

tentang pentingnya pajak untuk peningkatan kemakmuran, kesejahteraan
dan kenyamanan kehidupan kita bersama sangat penting. Pemahaman ini
sangat minimal di Indonesia.

Pembiayaan pemberantasan KKN

Yang menjadi kendala adalah pembiayaan. Pemberantasan KKN seperti yang
diuraikan dalam bab-bab terdahulu membutuhkan dana besar. Kita harus
menyediakan dana untuk memberikan pesangon buat yang harus di PHK.
Pesangon ini harus cukup besar. Pertama supaya manusiawi. Kedua supaya
pesangon yang dibuat demikian besarnya membuat tergiur untuk di-PHK,
dan ketiga, supaya yang di-PHK mempunyai waktu yang cukup panjang
untuk mencari pekerjaan lain. Besarnya pesangon juga memungkinkan
yang di-PHK memakainya sebagai modal usaha sendiri kalau memilih
menjadi pengusaha kecil-kecilan. Kenaikan gaji yang sangat cukup untuk
dapat hidup sangat nyaman dan gagah juga membutuhkan anggaran,
walaupun jumlah PNS akan menyusut banyak.

Namun pembiayaan yang seberapapun besarnya tidak akan ada artinya
dibandingkan dengan yang akan dapat dihemat dari konsep pemberantasan
KKN yang berhasil, seperti yang akan dijelaskan segera dalam paragraf
berikut ini.

Sebagai gambaran sangat kasar, tidak ada Wajib Pajak (WP) yang atas
dasar self-assessment membayar pajak penuh sebagaimana mestinya. Paling
sedikit 50% yang digelapkan. Dalam penyelesaian akhir (final settlement)
terjadi negosiasi antara WP dan Pejabat Pajak. Paling sedikit 50% dari
uang yang disepakati dibayar oleh WP sebagai final settlement digelapkan
oleh Pejabat Pajak.

Kita ambil angka-angka APBN-P tahun 2003. Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai Non Migas sebesar Rp. 180 trilyun. Yang menguap
dikorup kurang lebihnya ya sebesar ini.

Belanja barang rutin sebesar Rp. 16 trilyun. Belanja pembangunan sebesar
Rp. 66 trilyun dan belanja daerah yang Rp. 119 trilyun diasumsikan yang
untuk barang 30% atau Rp. 36 trilyun. Seluruhnya sebesar Rp. 118
trilyun.

Minimal yang bocor sebesar 30% atau Rp. 35 trilyun.
Jadi dari perpajakan dan belanja APBN di tahun 2003 secara kasar
terkorup Rp. 180 trilyun + Rp. 35 trilyun = Rp. 215 trilyun.
Ikan, pasir dan kayu yang dicuri bernilai 9 milyar dollar AS atau dengan
kurs Rp. 8.500 per dollar sebesar Rp. 76,5 trilyun.
Subsidi kepada bank-bank rekap yang tidak ada gunanya, karena kalau ini
dicabut bank tidak akan merugi sudah sebesar Rp. 14 trilyun (untuk 10
bank per 31 Desember 2002).
Rekapitulasi jumlah uang yang terkorup adalah: Perpajakan Rp. 215
trilyun. Pencurian ikan, pasir dan kayu Rp. 76,5 trilyun. Subsidi bank
rekap yang tidak perlu Rp. 14 trilyun. Seluruhnya Rp. 305,5 trilyun.
Dari yang ada angka-angka indikasinya, kalau 30% dapat diselamatkan karena

9

pemberantasan tahap pertama ini, pemerintah sudah memperoleh
pendapatan tambahan sebesar Rp. 92 trilyun, yang dengan mudah dapat
membiayai pemberantasan KKN walaupun mahal.
Jumlah ini belum mencakup bea masuk yang diselundupkan, KKN di
Pertamina dan BUMN lainnya, KKN dalam menjual aset BPPN. Pemerasan
oleh pejabat BPPN kepada bank-bank yang di bawah kontrolnya karena
menikmati blanket guarantee, dan masih banyak lagi.

Pemimpin yang normal akan dapat melihat angka-angka seperti ini dengan
jernih bahwa potensi menjadi negara bangsa yang kaya, terhormat, mandiri
ada di depan mata kalau saja KKN berkurang banyak. Pembiayaannyapun
dengan mudah dapat diadakan. Tetapi memang dibutuhkan dana talangan
besar, yang dapat dibayar kembali dengan mudah melalui

penghematano penghematan yang diperoleh dari berhasilnya pemberantasan
KKN yang sebagian saja. Pikiran yang sudah menjadi corrupted mind
tidak dapat lagi melihat potensi ini. Bandingkan jumlah uang yang
sudah lama dikorup setiap tahunnya dengan yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kwalitas manusia pengabdi bangsa melalui pemberian gaji
yang tinggi (carrot) dalam rangka memberlakukan hukuman yang berat
(stick).

Tetapi tidak terpikirkan. Bahkan dikatakan bahwa buktinya semua bisa
hidup dengan cukup mewah. Bukankah dalam ucapan ini sudah tersirat
nilai bahwa tidak
mengapa berkorupsi untuk bisa hidup sangat nyaman dengan gaji yang
rendah? Bukankah logika seperti ini pencerminan dari jiwa yang sudah
sakit, mengingat akan pendidikannya yang begitu tinggi? Dirinya sendiri
memang dapat hidup dengan mewah. Tetapi bagaimana dengan puluhan
juta sesama warga negara yang hidup di bawah garis kemiskinan? Bahwa
mereka menderita seperti itu selama berabad-abad lamanya tidak terlepas
dari kebijakan yang keluar dari pikiran yang telah korup atau dari
corrupted mind.

DAYA RUSAK KKN

Kerusakan mental dimulai dari mencuri uang yang bukan miliknya.
Pencurian ini dilakukan dalam keterpaksaan karena gaji pegawai negeri
yang legal tidak cukup untuk hidup, tetapi sebagai pegawai negeri,
terutama yang tinggi-tinggi pangkatnya, mereka mempunyai kekuasaan. Kekuasaan
inilah yang disalah gunakan. Pada awalnya dengan membeli barang dengan
harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Dia bekerja sama dengan
pemasok yang disuruh menaikkan harganya berlipat-lipat ganda. Laba yang
di atas laba yang normal dibagi antara pemasok dan pejabat yang mempunyai
kuasa memutuskan membeli barang dan jasa dengan harga yang berlipat
ganda itu.

Jadi pada awalnya penyalahgunaan kekuasaan dilakukan dengan terpaksa
untuk dapat bertahan hidup. Tetapi secara teknis tidak mungkin
mengkorup uang negara yang jumlahnya dipaskan untuk menutup
kekurangan pendapatan setiap bulannya. Kalau kekurangan pendapatan
setiap bulannya sebesar Rp. 20 juta, tidak mungkin dia hanya mengkorup
sebesar Rp. 20 juta saja setiap bulannya. Satu transaksi besar yang
digelembungkan harganya menghasilkan pendapatan yang satu kali pukul
cukup untuk menutup kekurangan setahun. Setelah melakukan ini, dia
tidak dapat menjadi jujur kembali untuk sisanya yang 11 bulan. Kalau

10

dalam pembelian berikutnya dia jujur karena merasa sudah cukup
memperoleh hasil korupsi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup selama
11 bulan berikutnya, dia tidak mungkin membeli barang dan jasa yang
sama dengan harga normal yang jauh di bawah harga yang pernah
dibayarnya. Dia akan terus melakukan mark up supaya ada konsistensi
dalam harga barang dan jasa yang dibeli olehnya atas nama pemerintah.
Secara teknis dia tidak bisa berhenti tanpa ketahuan bahwa pembelian
yang terdahulu di-mark up. Maka korupsi berikutnya juga dilakukan dalam
keterpaksaan karena berfungsi sebagai alibi untuk korupsi yang pertama
kalinya.

Namun dalam waktu yang singkat dia sudah mulai menikmati kekayaannya
yang meningkat tajam seketika, dan masih meningkat terus selama dia
menjabat. Tiba saatnya bahwa dia sudah tidak bisa lagi menghabiskan
uangnya seumur hidupnya kalau dia hidup nyaman yang layak.
Namun pada waktu itu keseluruhan jiwanya sudah mengalami
transformasi. Kebutuhannya tidak lagi sekedar hidup dengan sangat
nayaman dan dapat membeli apa saja yang dibutuhkan. Kebutuhannya
tidak lagi kenikmatan kebendaan. Kebutuhannya meningkat menjadi
kebutuhan diakui dan di-wahkan oleh masyarakat sekitarnya sebagai orang
kaya. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya juga sudah
berubah.

Koruptor dikagumi karena kekayaannya tanpa peduli bagaimana dia
memperoleh kekayaannya. Dia ingin menjadi pemimpin bangsa dengan
membeli suara tanpa malu. Masyarakat juga sudah menganggap bahwa dia
tidak perlu malu, karena dia dapat memberi uang. Bayangkan betapa sudah
rusaknya bagian terbesar dari anggota masyarakat kita. Tengok berapa
banyak koruptor besar yang tanpa malu sedikitpun menjadi calon Presiden,
dan di manapun mereka pergi, cukup banyak massa yang mengelu-elukan
dan mengaguminya.

Banyak koruptor sudah menghujat penyuap dan yang disuap. Sudah
menjadi jelas bahwa jiwanya sudah tidak normal. Mereka sudah menjadi
pengkhayal (fantast), yang percaya bahwa fantasinya benar. Kalau sudah
sampai di sini apa bedanya dengan orang gila yang di tengah jalan
mengatur lalu lintas, karena dia yakin betul bahwa dirinya polisi lalu
lintas, walaupun sambil bugil?

Karena dia di mana-mana dihormati orang banyak, lambat laun dia merasa
bahwa korupsi bukan suatu kejahatan. Korupsi adalah kecerdikan yang
lebih tinggi derajatnya dari kepandaian. Kelainan dalam pikirannya ini
berkembang terus sampai dia tidak lagi waras pikiran dan perasaannya.
Pikiran para penguasa yang sudah tidak waras lagi mengakibatkan
kerusakan luar biasa pada masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya.
Kerusakan oleh KKN yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran,
perasaan, moral, mental dan akhlak membuahkan kebijakan-kebijakan
yang sangat tidak masuk akal. Akibatnya ketidak adilan dan kesenjangan
yang besar. Sekedar sebagai ilustrasi, per tahun 1998 jumlah seluruh
perusahaan di Indonesia 36.816.409. Yang berskala besar sejumlah 1.831
atau 0,01%. Tetapi andilnya dalam pembentukan PDB sebesar 40%. Yang
99,99% memberi andil hanya sebesar 60%. Dalam andilnya memberikan

11

lapangan kerja, perusahaan kecil menengah yang 99,99% itu menyerap
sebanyak 99,44% dari jumlah orang yang bekerja. Setiap perusahaan besar
menyumbang Rp. 238 milyar PDB setiap tahunnya. Perusahaan kecil
menengah rata-ratanya menyumbang sebesar Rp. 17 juta per tahunnya.
Sumbangan rata-rata dari setiap perusahaan besar terhadap PDB 14.000
kali lipat dari sumbangan rata-rata perusahaan kecil menengah kepada
PDB. Karena pembentukan PDB kurang lebihnya juga mencerminkan peran
atau pendapatan rata-rata, maka ketimpangan pendapatan rata-rata antara
perusahaan besar dan perusahaan yang skala kecil menengah timpangnya
seperti ini.

Kondisi ini diciptakan oleh para penguasa terpandai selama orde baru
yang oleh majalah Time pernah dijuluki sebagai the most qualified cabinet in
the world. Bagaimana gambaran yang lebih menyeluruh dari kondisi bangsa kita
sekarang? Seperti yang saya katakan dalam pidato memperingati 100 tahun Bung
Hatta, negara kita yang kaya akan minyak telah menjadi importir neto
minyak untuk kebutuhan bangsa sendiri. Negara yang dikaruniai dengan
hutan yang demikian luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara
produsen eksportir kayu terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan
yang gundul dan dana reboisasi yang praktis nihil karena dikorup.
Walaupun telah gundul, masih saja terjadi penebangan liar yang
diselundupkan ke luar negeri dengan nilai sekitar 2 milyar dollar AS.
Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab
dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing dan kroni
Indonesianya secara individual. Rakyat yang adalah pemilik dari bumi,
air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh
manfaat yang sangat minimal.
Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya diperkirakan
antara 3 sampai 4 milyar dollar AS. Hampir semua produk pertanian diimpor.
Pasir kita dicuri dengan nilai yang minimal sekitar 3 milyar dollar AS.
Republik Indonesia yang demikian besarnya dan sudah 57 tahun merdeka dibuat
lima kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan
pajak pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya
pengenaan PPN sudah mendekat. Semua orang menjadikan tidak
datangnya investor asing sebagai instrumen untuk mengancam sikap dan
pikiran yang sedikit saja mencerminkan keinginan untuk mandiri, dan
keinginan untuk mempunyai percaya diri serta harga diri. Sikap percaya
diri dan sikap harga diri langsung dihujat sebagai sikap anti asing yang
kerdil seperti katak dalam tempurung. Sikap yang demikian dianggap sebagai
sikap yang berbahaya karena akan membuat kita miskin. Kita dibuat yakin
oleh para pemimpin bangsa kita bahwa kita tidak mungkin hidup layak
tanpa utang atau bantuan dari negara-negara lain.
Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang
sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah
kerja dari para majikan asing dengan laba yang berlipat-lipat ganda dari upah
atau maakloon yang membuat pemilik industri perakitan dan industri
penjahitan itu cukup kaya atas penderitaan kaum buruh Indonesia seperti
yang dapat kita saksikan di film New Rulers of the World buatan John

12

Pilger. Pembangunan dibiayai dengan utang luar negeri melalui organisasi
yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembagalembaga
internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah
mengemis utang dari IGGI/CGI sambil para menterinya dimintai
pertanggung jawaban tentang bagaimana mereka mengurus bangsanya
sendiri? Anehnya, setiap tahun mereka bangga kalau utang yang diperoleh
bertambah. Mereka merasa bangga dapat memberikan pertanggung jawaban
kepada IGGI ketimbang kepada parlemennya sendiri. Utang dipicu terus
tanpa kendali sehingga sudah lama pemerintah hanya mampu membayar
cicilan utang pokok yang jatuh tempo dengan utang baru atau dengan cara
gali lubang tutup lubang. Sementara ini dilakukan terus, sejak tahun
1999 kita sudah tidak mampu membayar cicilan pokok yang jatuh tempo. Maka
dimintalah penjadwalan kembali. Hal yang sama diulangi di tahun 2000 dan
lagi di tahun 2002. Kali ini pembayaran bunganya juga sudah tidak
sanggup dibayar sehingga juga harus ditunda pembayarannya. Jumlahnya
ditambahkan pada utang pokok yang dengan sendirinya juga
menggelembung yang mengandung kewajiban pembayaran bunga oleh
pemerintah.

Bank-bank kita digerogoti oleh para pemiliknya sendiri. Bank yang kalah
clearing dan harus diskors diselamatkan oleh Bank Indonesia dengan
menciptakan apa yang dinamakan fasilitas diskonto. Setelah itu masih
kalah clearing lagi, dan diselamatkan lagi dengan fasilitas diskono ke
II.

Uang masyarakat yang dipercayakan kepada bank-bank dalam negeri
dipakai sendiri oleh para pemilik bank untuk mendanai pembentukan
konglomerat sambil melakukan mark up. Legal Lending Limit dilanggar
selama bertahun-tahun dalam jumlah yang menghancurkan banknya
dengan perlindungan oleh Bank Indonesia sendiri. Maka ketika krisis
ekonomi melanda Indonesia di akhir tahun 1997, terkuaklah betapa bank
sudah hancur lebur.

Kepercayaan masyarakat menurun drastis. Rupiah melemah dari Rp. 2.400
per dollar menjadi Rp. 16.000 per dollar. Dalam kondisi yang seperti ini
Indonesia yang anggota IMF dan patuh membayar iurannya menggunakan
haknya untuk minta bantuan.

Kehilangan Kemandirian

Kita mengetahui bahwa paket bantuan dari IMF disertai dengan
conditionalities yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Namun
tidak kita perkirakan semula bahwa isinya demikian tidak masuk akal dan
demikian menekan serta merugikannya. Juga tidak kita perkirakan pada
awalnya bahwa kehadiran IMF di Indonesia menjadikan semua lembaga
internasional seperti CGI, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia bersatu
padu dalam sikap dan persyaratan di bawah komando IMF. IMF
mensyaratkan bahwa pemerintah melaksanakan kebijakan dan program
yang ditentukan olehnya, yang dituangkan dalam Memorandum of
Economic and Financial Policies (MEFP) atau lebih memasyarakat dengan
nama Letter of Intent atau LOI.
Bank Dunia setiap tahunnya juga menyusun apa yang dinamakan Country
Strategy Report tentang Indonesia yang harus dilaksanakan kalau tidak
mau diisolasi oleh negara-negara CGI yang sampai sekarang setiap tahun

13

memberikan pinjaman kepada Indonesia. Justru karena jumlah utang
keseluruhannya sudah melampaui batas-batas kepantasan dan prinsip
kesinambungan, untuk sementara dan entah sampai kapan kita tidak dapat
hidup tanpa berutang terus setiap tahunnya kalau kita tidak mau bahwa
puluhan juta anak miskin kekurangan gizi dan putus sekolah. Demikianlah
yang ditakut-takutkan kepada kita oleh lembaga-lembaga internasional
beserta kroni-kroni Indonesianya.
Kalau kita baca setiap LoI dan setiap Country Strategy Report serta
setiap keikut sertaan lembaga-lembaga internasional dalam perumusan kebijakan
pemerintah, kita tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa yang
memerintah Indonesia sudah bukan pemerintah Indonesia sendiri. Jelas
sekali bahwa kita sudah lama merdeka secara politik, tetapi sudah
kehilangan kedaulatan dan kemandirian dalam mengatur diri sendiri.
Ketidak warasan yang tercermin dari angka-angka
Tadi telah dikemukakan kebijakan utang luar negeri kita yang dipacu
terus sampai tidak sustainable. Mula-mula cicilan utang pokok jatuh
tempo yang sudah tidak mampu dibayar, pembayarannya dilakukan dengan mencari
utangan baru atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Setelah cara ini
tidak mempan lagi, dimintakan penundaan pembayaran utang atau
rescheduling sampai tiga kali di Paris Club. Toh dikatakan bahwa utang
luar negeri manageable dan sustainable. Maka setiap tahunnya tetap saja
berutang terus dari CGI.

Di zaman pemerintahan Soeharto dikatakan bahwa ukuran apakah utang
luar negeri sustainable atau tidak diukur dengan Debt Service Ratio
(DSR).
Juga disebutkan patokannya yang sudah merupakan lampu merah, yaitu
kalau sudah menyentuh angka 20%. Ketika angka ini sudah jauh
dilampaui, jumlah utang luar negeri digabung dengan utang dalam negeri,
dan keseluruhannya dinyatakan dalam persen dari PDB. Persentase ini
menurun karena meningkatnya PDB, dan terus dikatakan bahwa
pengelolaan utang bagus dan terkendali. Menurut hemat saya ini adalah
pencerminan dari corrupted mind yang sifatnya mengelabuhi masyarakat.

Mengapa?

Debt Service Ratio adalah perbandingan antara pemasukan devisa dan
pembayaran utang dalam valuta asing. Perbandingan ini sangat penting dan
terlihat jelas korelasinya. Rasio ini adalah rasio likuiditas. Sekarang
tidak pernah dilaporkan kepada masyarakat. Yang dilaporkan adalah seluruh
utang pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri dinyatakan dalam
persen dari PDB.

Mengapa kalau rasio ini menurun kemungkinan pemerintah membayar
utang menjadi lebih besar tidak jelas hubungannya. Baru jelas kalau ada
korelasi antara besarnya PDB dan penerimaan pemerintah yang dapat
dipakai untuk membayar utang. Hubungan ini memang ada, tetapi sangat
samar-samar. Yang membentuk PDB bukan pemerintah sendiri. Bagian
terbesar justru perusahaan-perusahaan swasta. Memang bisa dikatakan
bahwa PDB yang meningkat berarti laba perusahaan-perusahaan swasta
meningkat, sehingga laba kena pajak meningkat dan pendapatan pajak
pemerintah juga meningkat. Benar, tetapi sangat jauh dan samar. Logika
ini

14

tidak klop dengan yang selalu dikemukakan oleh pemerintah bahwa
meningkatkan pajak paling efektif adalah melakukan ekstensifikasi karena
masih banyaknya orang berpendapatan tinggi yang tidak mempunyai NPWP.
Ini memang kenyataan, dan karena itu ekstensifikasi penjaringan wajib
pajak baru lebih relevan untuk Indonesia dewasa ini sampai entah kapan.
Yang jelas masih panjang ruang geraknya. Mengapa jumlah utang dalam
persen dari PDB yang ditonjolkan terus? Lagi-lagi menurut pendapat saya
didasari oleh corrupted mind.

Kita ambil angka-angka dari RAPBN tahun 2004 karena ketika buku ini
ditulis belum dibahas di DPR. Biasanya setelah menjadi APBN 2004
perubahan-perubahannya tidak signifikan. Lagipula, antara APBN dan
pelaksanaannya pasti akan ada deviasi. Maka untuk kepentingan analisis,
angka-angka RAPBN 2004 dapat dipakai tanpa mengganggu
kesimpulankesimpulannya.

Mengacu pada RAPBN tahun 2004, apa semua yang harus kita lakukan
untuk menutup pengeluaran pemerintah, walaupun dikatakan jumlah
utang sudah menurun? Dari dalam negeri menguras tabungan dari
Rekening Dana Investasi (RDI) sebesar Rp. 26,34 trilyun, menjual BUMN
senilai Rp. 5 trilyun, menjual aset BPPN senilai Rp. 5 trilyun yang
nilai bukunya berlipat-lipat ganda. Menerbitkan surat utang baru senilai
Rp. 28 trilyun. Dari luar negeri masih harus utang lagi sebesar Rp. 6,52
trilyun sebagai utang program, sebesar Rp. 19,97 trilyun sebagai utang proyek
dan penerbitan obligasi pemerintah dalam valuta asing sebesar Rp. 3,48
trilyun.

Jumlah seluruhnya Rp. 94,31 trilyun yang sifatnya melikwidasi kekayaan
dan berutang baru.
Mari kita tengok penderitaan apa semua yang harus kita pikul walaupun
jumlah utang pemerintah dinyatakan dalam persen dari PDB menurun yang
dipuji oleh masyarakat internasional dan oleh kelompok ekonom tertentu.
Bunga utang pemerintah yang luar negeri sebesar Rp. 24,66 trilyun dan
yang dalam negeri sebesar Rp. 43,84 trilyun atau seluruhnya Rp. 68,5
trilyun. Bandingkan dengan anggaran pembangunan sebesar Rp. 68,1
trilyun yang lebih kecil dari pembayaran bunga utang saja. Jelas bahwa
kemampuan kita untuk membangun sangat dipersempit oleh pembayaran
bunga utang saja. Lantas kalau utang dibuat demikian besarnya ini yang
dibela sebenarnya dahulu itu apa dan siapa? Entahlah, tentunya yang
membuat kebijakan ketika itu yang mengetahuinya.

Tadi itu hanya pos bunga utang. Belum pembayaran utang pokoknya yang
jatuh tempo. Utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp. 44,89
trilyun. Utang dalam negeri yang jatuh tempo sebesar Rp. 18,9 trilyun
dan surat utang (obligasi) yang dirasa perlu dibeli kembali sebesar Rp. 5,6
trilyun. Seluruhnya Rp. 69,39 trilyun. Lagi, kok utang digenjot terus sampai
pembayaran pokoknya yang jatuh tempo di tahun 2004 saja sebesar ini
untuk membela apa dan siapa?

Pertanyaan yang selalu menghinggapi adalah apa yang ingin dibela dengan
utang yang membengkak sedemikian besarnya? Dalam hal utang luar
negeri tidak jelas, tetapi paling tidak jumlahnya merupakan akumulasi
selama 36 tahun dan banyak wujud yang dapat kita saksikan dalam bentuk
prasarana.

15

Utang dalam negeri yang dalam waktu sekejap dari nol menjadi
sedemikian besarnya untuk membela apa dan siapa? Yang terbesar untuk
mempertahankan dan menyehatkan bank. Kalau kita tidak menghitung
BLBI-nya, tetapi hanya Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (OR) saja,
jumlah nominalnya Rp. 430 trilyun dan pembayaran bunga untuk utang pokok ini
Rp. 600 trilyun. Jumlahnya membengkak seiring dengan ketidak mampuan
pemerintah membayar OR yang jatuh tempo melalui pembayaran bunga
yang membesar.

Bagaimana kondisi perbankan? Apakah sehat? Kita lihat Tabel yang
memberikan gambaran tentang kesehatan bank ditinjau dari sudut
kemampuannya membuat laba (halaman terakhir). Di kolom 3 kita saksikan
bahwa sepuluh bank rekap membukukan laba bersih yang cukup besar.
Tetapi itu hanya mungkin karena pemerintah memberikan penghasilan
bunga yang tidak ada bedanya dengan subsidi. Perincian serta jumlahnya
ada di kolom 4. Kalau ini tidak dihitung, semua bank merugi sangat besar
yang ditunjukkan oleh kolom 5.

Yang aneh, manajemen bank menjadi yakin bahwa bank meraih laba besar
karena prestasinya, bukan karena subsidi. Mereka membanggakan diri,
menggaji dirinya sendiri sangat besar dan karena banknya meraih laba,
memberikan kepada dirinya sendiri bonus dan gratifikasi.
Mari kita bandingkan dengan kebutuhan sektor-sektor lain sangat penting
dalam penyelenggaraan negara.

Sektor pendidikan memperoleh alokasi tertinggi dari anggaran
pembangunan yaitu sebesar Rp. 15,25 trilyun. Ini hanya 22,26% saja dari
bunga utang yang harus dibayar. Kalau cicilan pokoknya ditambahkan
hanya 11,06% saja.

Kondisi TNI/POLRI kita sangat mengenaskan, baik dalam persenjataan
maupun dalam mempertahankan kodisi fisik para anggotanya. Belum lama
ini kita diejek dan dilecehkan di atas bumi kita sendiri oleh 5 buah
pesawat Hornet AS yang mengepung dan me-lock 2 pesawat F-16 kita.
Kita punyanya hanya 2 buah ini. Ketika
berupaya membeli lagi yang jauh lebih murah dari Russia, yaitu pesawat
Sukhoi, tak ada uangnya sehingga harus main akrobat melalui imbal beli
yang menimbulkan masalah lagi. Dalam mempertahankan NKRI dan
memerangi terorisme, anggaran pembangunan dinaikkan sampai yang
terbesar kedua setelah sektor pendidikan. Anggaran pembangunan untuk
sektor pertahanan dan keamanan menjadi Rp. 10,53 trilyun. Alangkah
kontrasnya kalau kita nyatakan dalam persen dari pembayaran bunga
utang saja. Jatuhnya hanya 15,37% saja.

Infra struktur kita rusak berat. Tiada hari tanpa rel kereta api yang
patah. Tetapi alokasi anggaran pembangunan untuk sub sektor transportasi darat
sebesar Rp. 1,75 trilyun atau hanya 2,55% saja dari kewajiban
pembayaran bunga utang. Kalau cicilan utang pokok ditambahkan, sub sektor
perhubungan darat hanya 1,27% saja dari semua pengeluaran uang yang
berhubungan dengan utang. Ini keseluruhan sektor perhubungan darat
yang di dalamnya macam-macam, antara lain rel kereta api yang rusak
berat.

16

Kalau kita menengok uang yang tersedia untuk perbantuan kepada sekitar
40 juta sesama warga negara yang miskin supaya tidak sakit parah atau
meninggal dibandingkan dengan jumlah pengeluaran yang harus dilakukan
untuk membayar bunga dan cicilan pokoknya, lebih-lebih lagi
menyedihkan. Pemerintah mengembangkan sekitar 54 program yang
dilakukan oleh berbagai kementerian ke dalam 15 sektor. Jumlah
seluruhnya sekitar Rp. 12 trilyun. Ini hanya 17,62% dari anggaran
pembangunan. Pengeluaran untuk membayar cicilan utang dan bunga
sebesar 202,48% dari anggaran pembangunan.

Beban Obligasi Rekap Perbankan (OR) yang selalu sangat merisaukan
banyak orang sekarang mulai menampakkan diri dengan angka-angka yang
sangat mengerikan. Akankah keuangan negara bertahan untuk tahun 2005
ke atas kalau kita bersikap konvensional? Apakah ini yang dikatakan
bahwa fiskal kita sustainable walaupun ada beban OR yang demikian
dahsyatnya? Beban OR ini akan berlanjut entah sampai berapa tahun lagi
ke depan. Semua usulan menuju peringanan ditampik oleh IMF dan Tim
Ekonomi. Lantas beban OR yang demikian beratnya ini untuk
kepentingannya berapa orang? Seperti dikatakan tadi, yang miskin
sekitar 40 juta orang.

Sambil melakukan ini semuanya, kita terpaksa harus berutang baru setiap
tahunnya di forum CGI. CGI yang dipandu oleh dan bersama-sama dengan
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia terus menerus memberikan
utangan baru asalkan pemerintah Indonesia nurut mutlak dan 100% pada
apa saja yang dikatakan oleh IMF sebagai pemimpin seluruh masyarakat
internasional yang tergabung dalam kartel CGI, Paris Club, London Club,
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.

Masyarakat internasional yang sama ini selama pemerintahan Soeharto
yang 32 tahun itu melarang pemerintah Indonesia berutang kepada
rakyatnya sendiri di dalam negeri dalam rupiah. Tetapi kelompok yang
sama bersama-sama dengan partner Tim Ekonomi Indonesia dalam pemerintah
yang berasal dari kelompok ekonom Indonesia yang sama juga mendadak
merasa tidak apa-apa berutang kepada rakyatnya sendiri yang besarnya
melebihi utang luar negeri. Dalam dua tahun jumlah utang dalam negeri
dari nol menjadi sekitar hampir Rp. 700 trilyun. Karena bunganya tinggi,
kewajiban pembayaran bunga juga tinggi, sehingga kalau ditambahkan
pada jumlah utang pokok dalam negeri akan mencapai ribuan trilyun
rupiah. Para ekonom yang sama-sama berasal dari kelompok yang terkenal
dengan nama Berkeley Mafia juga merasa tidak apa-apa berutang dalam
negeri yang demikian besarnya. Perlu dicatat bahwa selama 32 tahun
mereka berkuasa melayani Presiden Soeharto, mereka sangat-sangat
mentabukan pinjam kepada rakyatnya sendiri di dalam negeri. Anak
buahnya dan jaringannya yang sekarang masih ada di mana-mana
mendadak merasa tidak apa-apa berutang sampai ribuan trilyun rupiah di
dalam negeri. Ada apa? Sekonyong-konyong dibela dengan argumentasi dan
parameter yang tidak pernah dikemukakan sebelumnya, yaitu tidak apa
karena jumlahnya dalam persen dari PDB akan turun terus. Persis sama
dengan yang saya dengar dari para majikan IMF dan negara-negara
kreditur. Tadinya utang masih kepada bank-bank yang dimiliki oleh
pemerintah. Tetapi surat pernyataan utang itu semuanya akan dijual
kepada swasta. On top dari itu, pemerintah juga merintis pasar obligasi
yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Maksudnya jelas agar setiap saat

17

pemerintah dapat menerbitkan surat utang yang dibeli oleh masyarakat
luas. Sekonyong-konyong tidak apa-apa kalau terjadi crowding out atau
rebutan antara sektor pemerintah dan sektor swasta.
Sementara gambaran utang seperti tersebut di atas, kita membiarkan ikan
kita dicuri senilai US $ 3,5 milyar. Pasir yang dicuri sebesar US $ 3
milyar.

Hutan yang sudah gundul masih ditebang secara liar dan hasilnya laku
dijual senilai US $ 2,5 milyar. Kalau ini dijumlah sudah mencapai US $ 9
milyar setahun. Tetapi kita mengemis utangan sebesar US $ 3 milyar
setahun on top dari penundaan pembayaran cicilan utang pokok dan bunga
di Paris Club sambil dimintai pertanggung jawaban bagaimana pemerintah
Indonesia mengurus bangsanya sendiri. Apa hubungan kerusakan ini
semuanya dengan KKN yang sudah membuat kita tidak waras lagi? Karena
para pemimpin kita tidak dapat melihat bahwa apa yang tergambarkan itu
sudah sangat merusak keuangan negara dan akan merusak terus yang
semakin hari semakin hebat. Pernyataan-pernyataan pendapat dari elit
penguasa menganggap kesemuanya itu normal-normal saja.
Pemerintah harus menjalankan kebijakan IMF. Sedikit kebijakannya yang
baik, tetapi banyak yang merusak keuangan negara secara fatal. Selama
program berjalan, pinjamannya diberikan sedikit demi sedikit setelah
dinilai sebagai good boy menjalankan semua perintah IMF. Elit bangsa
kita memuji perolehan kucuran dana IMF ini, padahal tidak boleh dipakai
dan kita harus membayar bunga. Yang lebih sulit dimengerti, sejak
kwartal pertama tahun 2001 setiap kali kita menerima beberapa ratus
juta dollar, yang dibayar kembali lebih banyak. Sejak tahun 1997 total
penerimaan sebesar $12 milyar, dan yang sudah dibayarkan $ 3 milyar.
Setelah itu terjadi perolehan baru dan pembayaran kembali. Diperkirakan
bahwa pada akhir tahun 2003 sisa utang dari IMF sebesar US$ 9 milyar yang
jauh melampaui kuota Indonesia yang sekitar US$ 3 milyar. Karena
melampaui kuota, walaupun hubungan dengan IMF dalam bentuk Extended
Fund Facility (EFF) berakhir, Indonesia masih dikenakan pemandoran oleh IMF
yang disebut Post Program Monitoring. Isinya adalah bahwa IMF berhak datang
empat kali setahun ke Indonesia untuk melihat apakah kebijakan
pemerintah baik, dan apakah dilaksanakan dengan baik. Pendapatnya
diumumkan kepada seluruh dunia.

Indonesia lepas dari pemandoran dalam bentuk PPM ini kalau saldo
utangnya sama atau lebih kecil dari kuota yang sebesar US$ 3 milyar.
Sejak akhir tahun 2003 Indonesia tidak akan menerima utangan lagi, dan mulai
mencicil utangnya yang US$ 9 milyar itu. Namun jadwal pembayarannya
ditentukan oleh IMF dengan pola yang membuat sisa utang menjadi US$ 3
milyar pada akhir tahun 2007. Jadi kalau tergantung IMF, Indonesia baru
bebas dari pemandoran pada akhir tahun 2007.

Mengapa utang IMF yang sebesar US$ 9 milyar itu tidak dilunasi saja?
Buat saya waktunya melunasi bukannya pada akhir tahun ini, tetapi
sekarang juga. Mengapa? Karena sisa utang IMF yang US$ 9 milyar itu
tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisa kita sendiri yang sebesar
US$ 25 milyar habis total. Di tahun 1997 cadangan devisa kita sebesar US$
14,7 milyar dan meningkat terus sampai mencapai US$ 25 milyar. Apa
rasionalnya mempertahankan sisa utang yang US$ 9 milyar? Alasan yang
dikemukakan oleh para ekonom Indonesia dari kelompok tertentu
mengatakan bahwa kalau sisa utang IMF yang US$ 9 milyar dikembalikan,

18

cadangan devisa anjlok dari US$ 34 milyar menjadi US$ 25 milyar. Karena
itu kepercayaan masyarakat internasional akan guncang. Alasan lain
mengatakan bahwa sisa utang dipertahankan supaya Indonesia dimandori
oleh IMF sampai akhir tahun 2007. Menurut mereka, bangsa dan para
pemimpin Indonesia tidak dapat bekerja dengan disiplin kalau tidak
dimandori oleh orang asing.

Bantahan saya yang saya kemukakan dalam sidang-sidang kabinet dan
forum-forum lainnya adalah bahwa yang US$ 9 milyar itu sama sekali tidak
boleh dipakai sebelum yang milik sendiri sebesar US$ 25 milyar habis,
sehingga kita tidak boleh mengatakan bahwa cadangan devisa kita sebesar
US$ 34 milyar. Yang kita katakan adalah bahwa cadangan devisa kita yang
di tahun 1997 sebesar US$ 14,7 milyar meningkat terus atas kekuatan
sendiri menjadi US$ 25 milyar sekarang ini. Banyak sekali para Duta
Besar yang setuju dengan pandangan ini.

Tentang kepercayaan dunia internasional yang akan guncang, marilah kita
telaah pola yang mempertahankan sisa utang IMF sebesar US$ 9 milyar.
Seperti dikatakan tadi, utang ini adalah second line of defense yang
hanya boleh dipakai kalau cadangan sendiri habis total. Telah dikemukakan
juga bahwa pola pencicilan utang IMF yang US$ 9 milyar ditentukan oleh IMF
dengan saldo utang menjadi US$ 3 milyar di tahun 2007. Supaya utang dari
IMF boleh dipakai sebagai balance of payment support, cadangan devisa
milik kita sendiri harus habis terlebih dahulu. Katakanlah bahwa
cadangan sendiri akan merosot terus setiap bulannya dan habis total di tahun
2007.

Menurut pola pembayaran utang yang ditentukan oleh IMF, pada akhir
tahun 2007 nanti itu, ketika (dalam pengandaian ini) cadangan devisa
kita nol, sisa utang IMF yang boleh dipakai menjadi US$ 3 milyar. Maka yang
kita umumkan kepada dunia ketika itu nanti berbunyi: Wahai masyarakat
dunia, cadangan kita habis total, tetapi untunglah masih ada sisa utang
dari IMF yang sebesar US$ 3 milyar.Apakah gambaran cadangan devisa
Indonesia yang US$ 3 milyar itu dan itupun hasil utang dari IMF, tidak
menghancur- leburkan kepercayaan dunia internasional kepada kita?
Setiap kali saya mengemukakan argumen ini, tidak ditanggapi atau
dibantah secara frontal. Didengarkan, dianggap saya tidak pernah
mengatakan seperti ini, lalu diulang lagi dengan mengatakan kalau yang
US$ 9 milyar dikembalikan, cadangan devisa akan anjlok dari US$ 34
milyar menjadi US$ 25 milyar dan kepercayaan masyarakat menjadi
guncang.

Bayangkan, utang kepada IMF tidak boleh dipakai, tetapi dikenakan bunga
sebesar sekitar 4% setahun. Per akhir tahun 2002 bunga yang sudah
dibayarkan sebesar US$ 1,75 milyar. Tentang hal ini saya dibantah oleh
para pejabat Bank Indonesia. Dikatakan bahwa tingkat bunga yang dibayar
sebesar 2,3% saja, dan oleh BI diputarkan menghasilkan 2,6% sehingga
memperoleh laba sebesar 0,3%. Saya minta working paper yang
menyimpulkan tingkat suku bunga ini. Dijanjikan, tetapi sama sekali
tidak pernah diberikan.

Sebaliknya dari data statistik oleh BI sendiri dapat disusun kapan kita
menerima utang berapa, kapan kita membayar cicilan berapa dan kapan
kita membayar bunga berapa. Dari sini tingkat bunga rata-rata dalam
persen dapat dihitung. Saya minta dosen akhli ilmu hitung keuangan dari
19

STIE IBII untuk menghitung tingkat suku bunga atas dasar tabel tersebut.
Saya juga minta staf Bappenas dan staf perusahaan Triple A
menghitungnya. Semuanya menghasilkan tingkat suku bunga sekitar 4%.
Lebih jelas lagi, dalam salah satu sidang kabinet, Menko Perekonomian
mengatakan bahwa tingkat suku bunga untuk utang dari IMF sebesar 4%
yang incredibly low. Dalam sidang kabinet itu juga saya katakan bahwa 4%
tidak rendah. Kalau kita mendepositokan uang kita dalam bentuk dollar AS
di bank manapun juga, bunga deposito yang kita peroleh kurang dari 1%
setahun.

Lagi-lagi jalan pikiran orang pandai dan berpendidikan tinggi sudah
tidak dapat diikuti oleh nalar yang sederhana, tetapi toh diberlakukan
yang sangat membebani keuangan negara yang sudah bangkrut.
Tentang bangsa dan para pemimpin Indonesia yang tidak dapat bekerja
tanpa pemandoran oleh orang asing, sehingga yang dibutuhkan bukan
uangnya, tetapi pemadorannya. Kalau memang maunya begitu, mengapa
tidak dibayar saja sisa utang yang US$ 9 milyar supaya kita bebas
membayar bunga, tetapi kita minta supaya dimandori terus saja? Untuk
yang se-absurd ini mereka mengerti. Maka ngotot tidak mau
mengembalikan utang IMF yang US$ 9 milyar. Untunglah masih ada rasa
malu. Tetapi atas biaya logika yang jungkir balik, yaitu harus menipu
diri sendiri dengan mengatakan sisa utang US$ 9 milyar perlu sedangkan
sebenarnya sama sekali tidak perlu. Selalu dikatakan perlu untuk alibi
dalam membela keinginannya dimandori oleh IMF. Tidakkah menyedihkan
setelah 58 tahun merdeka? Bukankah ini menyalahi konsensus bangsa
Indonesia ketika kita merdeka? Konsensusnya tidak peduli dalam kondisi
hancur lebur seperti apapun juga, kita harus merdeka menit ini juga
(baca pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 yang terkenal dengan
nama lahirnya Pancasila). Dalam pembelaannya ketika diadili di Den Haag
di tahun 1928 Bung Hatta mengakhiri dengan mengatakan Lebih baik
Indonesia tenggelam ke dasar laut daripada dijajah oleh Belanda.
Apa hubungan antara patuh kepada IMF dengan korupsi? Mental dan
mindset-nya sudah korup, sehingga tidak bisa lagi melihat persoalan
dengan jernih, apakah IMF masih ada gunanya ataukah sudah banyak
merusak dan akan merusak terus. Mari kita telaah dengan cermat panduan
atau bahkan paksaan oleh IMF dalam kebijakan pemerintah tentang
perbankan. Serentetan kebijakannya mengakibatkan bahwa setiap
tahunnya minimal sekitar Rp. 80 trilyun anggaran dipakai untuk membiayai
perbankan yang tidak pernah menjadi lebih sehat setelah sekitar 5 tahun
diberi subsidi sebesar itu. Secara konsepsional bank tidak akan pernah
dapat berfungsi sebagai intermediasi yang menjadi hak hidupnya selama
perbankan Indonesia nurut dengan cara menghitung kecukupan modal atau
CAR yang ditetapkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dan
dipaksakan oleh IMF untuk diikuti oleh Indonesia. Kesemuanya ini
diterima dan dijalankan sampai saat ini tanpa dapat melihat apa
dampaknya buat kita dalam jangka menengahnya.

20

Elit bangsa sudah menjadi embisil

Kita lihat bahwa daya rusak KKN ditinjau dari sudut kebendaan sudah
sangat dahsyat, karena pikirannya yang sudah tidak waras. Pikiran yang
sudah menjadi tidak waras kecuali dipakai untuk merusak diri sendiri,
lambat laun menjadikan manusianya itu sendiri menjadi embisil.
Lambat laun akan membuat daya pikir dan cita rasa sangat aneh.
Kecerdasan otak, perasaan, cita rasa dan emosi positif yang membedakan
manusia dari binatang lambat laun juga pudar. Tentu tidak menjadi
musnah sama sekali sehingga mereka hanya hidup dari insting seperti
halnya dengan binatang. Mereka tetap pandai dan tetap mempunyai emosi,
tetapi dipakai untuk hal-hal yang merusak lingkungannya dan merusak
martabatnya sendiri sebagai manusia. Logikanya terbalik-balik, tetapi
masih cerdas yang sekarang kecerdasannya dipakai untuk pembenaran terhadap
pikirannya yang terbalik-balik. Emosi dan citarasanya juga mulai kacau
balau. Insting kebinatangannya lebih menonjol karena mereka sudah tidak
lagi mempunyai perasaan iba dan tidak lagi mempunyai rasa belas kasihan
terhadap sesama manusia. Lebih hebat lagi, mereka tidak lagi takut
terhadap Tuhan. Dalam kondisi dan timing yang dianggapnya cocok, mereka
menggunakan agama sebagai tameng. Mereka mendadak dibaptis dan
menjadi pengunjung gereja yang setia. Mereka bahkan berkhotbah dan
memberikan kesaksian. Demikian meyakinkannya, sehingga sulit
dibayangkan bahwa mereka sedang berbohong kepada Tuhan. Pada
tahapan yang sudah seperti ini, dia memang tidak berbohong. Virus KKN
sudah merasuk ke dalam otak dan emosinya, sehingga dia sudah menderita
penyakit jiwa yang dinamakan make believe. Mereka berfantasi, dan lambat
laun percaya bahwa fantasinya adalah fakta. Mereka berfantasi bahwa
mereka dibolehkan oleh Tuhan untuk ber-KKN asalkan tetap ke gereja dan
semakin fanatik, semakin boleh melakukan apa saja.

Kita menyaksikan demikian banyaknya konglomerat jahat yang mendadak
menjadi pemeluk agama yang demikian fanatiknya. Maka kita juga
mendengar komentar dari banyak sekali orang yang masih lebih normal dan
sama-sama pemeluk agama yang sama. Mereka mengatakan bahwa para
konglomerat jahat yang begitu religius dan setiap hari Minggu memberikan
kesaksian berbohong tujuh kali seminggu. Hari Senin sampai dengan hari
Sabtu berbohong kepada sesama manusia dalam melakukan KKN-nya. Pada
hari Minggu di gereja, ketika memberikan kesaksian mereka juga
berbohong, tetapi kali ini kepada Tuhan dan dilakukan di rumah Tuhan.
Pada tahapan yang paling akhir dan sangat mengkhawatirkan, ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari bangku sekolah yang sekian lamanya dan
hanya dapat diperoleh dengan otak yang cerdas dipakai untuk hal-hal yang
sudah tidak dapat dimengerti dan tidak dapat dipahami oleh logika yang
paling elementer sekalipun. Pada tahapan ini mental yang korup sudah
tidak ada hubungannya lagi dengan kepentingan kebendaan. Contohnya
adalah demikian banyaknya ucapan dari elit bangsa yang begitu
bertentangan dengan nalar yang paling mendasar. Saya dapat menyebutkan
banyak fakta secara eksplisit, baik yang diucapkan di mana-mana sampai
sekarang maupun yang mengucapkannya. Tetapi itu tidak akan saya
lakukan, karena hanya akan menyakitkan hati orang lain dan menanam
benih kebencian.

21

Sebagai ilustrasi supaya tidak ada orang Indonesia yang sakit hati, saya
ingin mengambil contoh Nazi Jerman di bawah Hitler. Bayangkan,
bagaimana mungkin orang-orang yang demikian tinggi pendidikannya
menggunakan ilmu pengetahuan yang dikuasainya untuk menemukan
cara-cara membunuh jutaan orang Yahudi secara efisien. Setelah itu
bagaimana caranya menggunakan mayat-mayatnya sebagai bahan baku
untuk membuat barang-barang konsumsi. Rambutnya dijadikan selimut.
Tulangnya dijadikan kancing dan kulitnya dijadikan kap lampu. Manusia
yang masih hidup dijadikan kelinci percobaan di dunia kedokteran. Tulang
sengaja dipatah untuk kemudian dioperasi sebagai latihan. Dan masih
banyak lagi.

Contoh ini saya ambil karena paling kontemporer dan paling dahsyat.
Tetapi kalau kita pelajari sejarah umat manusia, banyak sekali
raja-raja dan kaisar-kaisar yang melakukan hal-hal yang tidak dapat
dibayangkan, apalagi dicerna oleh manusia yang masih normal. Toh
ditopang oleh orang-orang yang paling pandai di negerinya. Contohnya
adalah China. Ribuan tahun yang lalu, selama berabad-abad, walaupun
sangat feodal, banyak raja-raja dan kaisar-kaisar China yang merekrut
para pejabat tingginya melalui ujian yang sangat demokratik. Siapapun
boleh ikut ujian menjadi pejabat sangat tinggi bahkan tertinggi
kecuali sang raja atau sang kaisar.

Dapat dibayangkan betapa pandainya mereka. Toh mereka mati-matian
merebut kedudukan untuk menjadi bawahannya raja dan kaisar yang
perasaan dan perilakunya sudah pervers, sudah sangat menjijikkan. Ada
kaisar wanita yang setiap pagi minta disediakan ratusan macam hidangan
oleh para pembantu rumah tangga dalam antrean panjang untuk sarapan.
Setiap macam hidangan diperlihatkan sang kaisar agar dia bisa memilih
mana yang mau dimakan dan mana yang diberikan kepada para
pembantunya, tetapi yang membawa piringnya tidak boleh melihat sang
kaisar. Cukup sering terjadi bahwa mereka tidak dapat menahan
keinginannya untuk melihat wajah sang kaisar, sehingga bagaikan refleks
menengoknya. Dia langsung dihukum mati dengan memancung kepalanya.
Tempat pemancungan disediakan secara khusus dalam kompleks istana.
Bahwa sang kaisar begitu biadab sudah sangat parah. Tetapi yang lebih
parah lagi adalah bahwa orang-orang terpandai mendukungnya dengan
tetap mempertahankan kedudukannya sebagai birokrat tingkat tinggi dan
tertinggi.

Bagaimana dengan di Indonesia? Tidak separah itu, tetapi sudah sangat
mengkhawatirkan. Perasaan dan perilaku orang-orang terpandainya juga
sudah mirip-mirip dengan elit bangsa yang sakit kalau kita mengacu pada
sejarah bangsa-bangsa lain, yaitu dianggap biasa saja bahwa mereka
mendukung dan membantu siapa saja yang sedang berkuasa tanpa peduli
kekuasaannya dipakai untuk apa. Itulah sebabnya mengapa KKN menjadi
demikian hebat dan dahsyatnya seperti yang kita alami sekarang ini.

Mereka mendukung kebijakan KKN selama berpuluh-puluh tahun. Tetapi
ketika pimpinan berganti orang, merekapun mendekatkan dan melekatkan
diri pada yang baru berkuasa dan berkuasanya karena justru
berseberangan dengan segala kebengisan dan KKN yang hebat dari
majikannya terdahulu, sehingga akhirnya tergusur oleh rakyat. Ketika
pimpinan tertinggi mulai goyah, elit terpandai tetapi sudah sakit KKN
jiwa raganya itu bagaikan kutu loncat melompat pada kekuasaan baru.
Kekuasaan baru dimaksud untuk membuat koreksi terhadap segala
sesuatu yang dianggap salah di masa lampau. Tetapi demikian pandai,

22

canggih dan tanpa malu para kutu loncat itu. Dengan corrupted
mindsetnya, pikiran dan praktek yang serba sesat dilanggengkan. Maka
reformasi mati suri. Logika juga sudah dijungkir balikkan dengan
pembelaan yang gigih, tetapi isinya hanya menggebrak dengan dalil-dalil
tanpa argumentasi. Banyak istilah-istilah terang-terangan diartikan
lain. Utang yang jelas-jelas utang disebut pendapatan untuk pembangunan.
Pemberi utang yang mengenakan rente disebut donor. Anggaran yang
terang-terangan defisit disebut berimbang. KKN dibenarkan, yang dibela
dengan dalih bahwa karena hanya melalui KKN menjebol uang bank, maka
industri-industri besar dapat tumbuh dan PDB meningkat terus. Maka
semuanya justru yang sangat besar merugikannya dibebaskan dengan
pemberian Release and Discharge (R&D). Pembelaan terhadap pemberian R&D
tidak dapat dimengerti, karena lagi-lagi menggebrak tanpa argumentasi.

Pejabat sangat tinggi dalam bidang penegakan hukum terang-terangan
menawarkan trade off mau menghukum orang yang bersalah atau memperoleh
kembali uang curiannya. Ketika ukuran besarnya utang luar negeri yang
biasanya Debt Service Ratio (DSR) sudah melampaui batas, ukurannya
diubah menjadi% dalam PDB. Tidak peduli apakah dengan ukuran yang
mengakibatkan angka lebih rendah itu juga mengakibatkan penjadwalan
utang tiga kali, dan harus utang terus; juga tidak peduli apa semua
yang harus dilakukan dengan kerugian sebesar berapapun seperti yang
dikemukakan tadi seperti menjual kekayaan negara dengan harga yang
sangat rendah. Menangkap orang tanpa bukti kuat dikatakan mengamankan.

Menganiaya dikatakan mendidik, mendevaluasi mata uang dikatakan
menyesuaikan nilainya; tidak peduli bahwa kalau diukur dengan
purchasing power parity dengan devaluasi itu nilai rupiah
menjadi sangat-sangat undervalued. IMF yang jelas sudah
memporakporandakan perekonomian kita dikatakan membuat ekonomi kita
sekarang stabil. Ekonomi dengan sendirinya menjadi stabil setelah
mengalami gejolak yang siklis. Yang menentukan adalah stabilnya pada
tingkat yang normal ataukah pada tingkat yang rusak? Tingkat suku
bunga deposito yang memang menurun terus dikatakan bagus, walaupun tidak
mampu menurunkan tingkat inflasi sampai di bawah bunga deposito,
sehingga uang yang didepositokan digerogoti daya belinya oleh inflasi.
Nilai tukar rupiah dianggap stabil, sedangkan dalam periode yang sama
dengan Thailand rupiah turun dari Rp. 387 per dollar menjadi Rp. 8.500
sekarang ini, sedangkan Bath Thailand turun dari Baht 20 menjadi sedikit
lebih dari Baht 40. Konglomerat jahat yang sudah terang-terangan
membebani APBN ribuan trilyun dikatakan harus diberi kepastian untuk
berusaha lagi supaya ekonomi tumbuh lebih cepat. Bank-bank yang jelas
disubsidi sangat besar sampai saat ini sudah mengucurkan kredit sangat
besar kepada konglomerat jahat yang sama tetapi memakai nama orang lain.
Perusahaan diterima sebagai pembayaran lunas utang konglomerat jahat,
tetapi sampai saat ini masih dikelola oleh mereka sepenuhnya, dan
nilainya merosot tajam. Terus dikatakan itu adalah biaya krisis yang
harus ditanggung oleh rakyat pembayar pajak. Kalau ada yang memprotes
dan berani membela kepentingan rakyat tak berdosa yang membayar pajak
dimaki bahwa rakyat pembayar pajaknya tidak mengeluh. Yang mengatakan
hal yang benar itu dimaki sebagai orang yang kalau ditelusuri tidak
membayar pajak, hanya ingin mencari popularitas. BUMN harus
diprivatisasi karena mesti rusaknya dan mesti ruginya. Tetapi Telkom
sejak tahun 1996 disehatkan. Setelah sangat sehat diprivatisasi.
Ketika ditanya mengapa dijual kepada swasta dijawab bahwa kalau tidak
sehat tidak laku dijual. Jadi dikatakan rusak,

23

merugi dan obatnya adalah penjualan kepada swasta. Tetapi ketika yang
dijual jelas-jelas sangat sehat dikatakan kalau tidak sehat tidak laku
dijual.

Dalam satu kalimat dikemukakan pikiran yang saling bertentangan. Harus
dijual karena merugi, tetapi harus untung supaya laku dijual. Apa ini
kalau bukan corrupted mind?
Kalau kita perhatikan semuanya ini, bukankah elit bangsa kita yang
dominan bukan saja sudah terjangkit KKN luar biasa, tetapi juga sudah
sakit jiwa dan pikirannya? Apa simtom dari bangsa yang sakit? Ya itu
tadi, yang ucapan, perbuatan, perilaku dan alur pikir dari banyak elit
terpandai sudah tidak bisa lagi dimengerti oleh nalar dan tata nilai
tentang baik dan buruk yang paling elementer sekalipun.
Kesemuanya ini menunjukkan betapa bangsa kita sudah sakit walaupun
belum separah Nazi Jerman, China kuno dan beberapa dinasti kerajaan
Eropa menjelang revolusi Perancis. Penyakit bangsa seperti ini bisa
berlangsung sangat lama. Di China berdinasti-dinasti. Demikian pula
dengan banyak raja-raja Eropa sebelum revolusi Perancis.

Wahai para pemimpin bangsa Indonesia, apakah kita harus menjalani
penderitaan karena itu adalah dialektika sejarah, karena demokrasi itu
mahal, karena kita harus melalui penderitaan seperti ini untuk tiba pada
demokrasi yang matang, yang cerdas walaupun harus menderita lama sekali?
Bukankah kita harus belajar dari sejarah bangsa-bangsa lain dan
mengatakan: Cukup. Kita sudah mencoba 5 tahun. Tetapi ternyata
hasilnya begini. Marilah kita memberanikan diri menarik konsekwensi dari
apa saja yang kita anggap nalar dan baik untuk kepentingan bangsa ini?
Bukankah kita harus sudah berani melakukan introspeksi apakah
demokrasi yang dikehendaki oleh bangsa lain cocok untuk bangsa Indonesia
yang bagian terbesar dari rakyatnya belum mempunyai pendidikan maupun
pengetahuan yang memadai untuk demokrasi model negara-negara maju?

KESIMPULAN

Pemberantasan KKN harus diwujudkan secepatnya. Tidak melalui slogan-slogan,
tetapi melalui konsep dan rencana tindak (action plan) yang konkret.
Konsep yang saya kemukakan dalam tulisan ini dimaksud sebagai salah
satu alternatif pikiran untuk mulai memberantas KKN secara konkret dan
yang secara teknis memang dapat dilaksanakan.

Kerugian kebendaan yang diakibatkan oleh KKN buat bangsa kita luar biasa
besarnya. Yang lebih menyedihkan, KKN terus berjalan yang semakin lama
semakin hebat, dan sudah merambat ke dalam otak, budaya, gaya hidup,
tata nilai yang membuat kita tidak mempunyai kepercayaan dan tidak
mempunyai harga diri lagi. Secara terbuka, elit kita bersama-sama dengan
tokoh-tokoh asing memberi pernyataan di mana-mana bahwa Indonesia
masih harus berpikir keras apakah bisa hidup terus tanpa bantuan dari
lembaga-lembaga internasional yang dipimpin oleh IMF.

Kalau kita perhatikan dan baca semua publikasi dari IMF, Bank Dunia,
ADB, PBB dan masyarakat internasional lainnya, isi keseluruhannya
memberi arahan dan ajaran kepada pemerintah Indonesia bagaimana
pemerintah harus mengurus bangsanya sendiri. Tidak sedikit yang arahan

24

arahannya bersifat imperatif, merupakan conditionalities atau
persyaratan untuk mendapatkan utangan dari masyarakat internasional.
Dari pihak pemerintah sendiri, oleh para pejabat tingginya boleh dikatakan
tidak ada hal lain yang dipikirkan kecuali bagaimana mendapatkan utangan
yang sebesar-besarnya dari negara mana saja. Buat saya yang sangat baru
dalam pemerintahan sangat mengejutkan dan menyedihkan betapa utang
sebanyak-banyaknya dianggap hal yang rutin dan mesti. Para pejabat itu
bahkan menakut-nakuti siapa saja yang menyuarakan kemandirian sedikit
saja, bahwa kalau mandiri pasti akan menderita luar biasa karena
kemiskinan.

Di mana-mana di dunia bangsa Indonesia sudah dijadikan bahan hinaan
dan tertawaan dalam percakapan-percakapan sosial. Namun semakin lama
semakin sering publikasi internasional menggambarkan Indonesia yang
sudah mirip dengan banana republic.

Tetapi bukannya malu dan mati-matian mengkoreksinya, melainkan minta-minta,
mengemis kepada bangsa-bangsa lain. Bukannya menciptakan kekayaan,
tetapi menjual apa saja yang dimilikinya dengan harga murah. Bukannya
membangun industri-industri sendiri dengan semua kekayaan alam yang ada,
tetapi berkeliling dunia mengemis supaya perusahaan-perusahaan
asing datang berinvestasi di Indonesia. Mereka tidak dapat
membayangkan bahwa tanggung jawab investor adalah mencari laba untuk
para pemegang sahamnya, tidak membantu bangsa Indonesia secara
altruistis. Semakin kita minta-minta mereka datang, semakin mereka
mentertawakan dan menghina, selama mereka tidak dapat membuat laba di
Indonesia.

KKN sudah membuat beberapa elit bangsa kita tidak lagi dapat berpikir
secara waras. Nalarnya jungkir balik dan tanpa sadar menyatakannya di
mana-mana hal-hal yang sama sekali tidak masuk akal.

Sejarah telah membuktikan bahwa kalau kita sedang lemah dan terpuruk,
apapun yang kita katakan dan apapun yang kita lakukan dirasakan sebagai
demonstrasi kelemahan. Tetapi kalau pada suatu hari nanti kita kuat,
semua gerak-gerik kita dianggap hebat.

Contoh selaku pribadi adalah Mahatma Gandhi, yang selama menjadi
mahasiswa di London selalu bersikap sangat correct dan santun,
berpakaian sangat sopan. Tetapi seringkali mahasiswa Inggris meludah
di pingggir kakinya sebagai penghinaan. Namun ketika beliau berhasil
menumbangkan the British Empire melalui gerakan tanpa kekerasan, dan
India sudah merdeka, dan dia diundang ke London oleh Ratu Elizabeth,
Gandhi hanya mengenakan cawet dan membawa tongkat. Koran-koran di London
menyebutnya the holy man!

Contoh sebagai negara adalah China yang terpuruk selama berpuluh-puluh
tahun. Mereka diisolasi oleh seluruh dunia. Mereka tidak merengek-rengek
sambil melakukan roadshow. Mereka justru menutup diri sehingga terkenal
dengan nama negara tirai bambu. Dengan pengorbanan yang luar biasa
mereka bekerja keras sendirian dalam ketertutupan. Entah berapa besar
korban benda maupun jiwa. Tetapi tidak pernah mengeluh, tidak pernah
mengemis dan tidak pernah minta-minta supaya investor datang. Dalam

25

keterpurukan dan ketertutupannya itu, mereka bahkan menolak investor
asing seandainya mereka mau datang. Namun setelah dirinya kuat dan
mulai membuka diri, tanpa berbicara sama sekali beberapa orang sudah
mulai mengenali bahwa China sudah mulai bangkit memasuki aufklärung
dan renaissance. Hanya beberapa tahun yang lalu pejabat sangat tinggi
Indonesia menyatakan terbuka bahwa dalam penguasaan teknologi RRC
masih ketinggalan 30 tahun dibandingkan dengan Indonesia. Sebuah
lembaga pengkajian terkemuka dan ternama ketika itu juga masih
mengatakan bahwa RRC masih sangat miskin dan tertinggal. Tetapi ketika
majalah-majalah dan pers internasional menggambarkan bahwa RRC
sedang bangkit menjadi salah satu super power, RRC sendiri tidak
berbicara apa-apa.

Alangkah kontrasnya dengan kita yang berteriak bahwa dunia internasional
mempercayai kita karena mendapat kucuran utang dari IMF sekitar ratarata
US $ 400 juta setelah dinilai lolos menjalankan LoI dengan baik oleh
IMF, padahal siapakah mereka itu? Ini dianggap sebagai vote of
confidence.

Sudah berkali-kali IMF memberikan kucuran utangnya setiap kali RI
menyelesaikan pelaksanaan LoI. Tetapi tetap saja tidak ada investor asing
yang masuk. Bagaimana disebut vote of confidence? IMF sendiri di mana-mana
mendapatkan demonstrasi besar-besaran sebagai vote of no confidence.
Semakin lama semakin banyak akhli-akhli Barat yang menelanjangi kebodohan
IMF. Kucuran ini disebut liquidity support, sedangkan sebenarnya adalah
balance of payment support yang tidak boleh dipakai sebelum cadangan
devisa yang kita miliki habis. Nyatanya cadangan
devisa kita meningkat terus. Tingkat bunga yang sekitar 4% dikatakan
sebagai incredibly low, sedangkan kalau kita menempatkan uang dalam
dollar AS sebagai deposito berjangka hanya mendapatkan kurang dari 1%
setahun. Dikatakan bahwa utangan dari IMF masih dibutuhkan sedangkan
sejak kwartal pertama tahun 2001 kita sudah mulai membayar kembali.
Jumlah utang dari IMF sejak tahun 1997 tidak pernah melampui sekitar US
$ 10 milyar, karena sejak kwartal pertama tahun 2001, sambil memberi
pencairan utang sedikit demi sedikit, yang dibayarkan setiap kalinya
lebih besar. Toh dikatakan liquidity support. Lagi-lagi, bukankah kita sudah
sakit karena KKN? Bukan karena uang, tetapi KKN yang sudah menjangkiti
mindset sehingga tidak lagi dapat melihat dan membaca dengan jernih.

Mengapa menyanjung IMF seperti itu? Siapakah mereka itu? Mereka itu
adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi dari perguruan tinggi yang
baik di dunia. Bukankah kita juga mempunyai sangat banyak Ph.D. dari
banyak perguruan tinggi terbaik di dunia? Bahkan para akhli kita itu
seratus persen pasti lebih mengetahui lapangan Indonesia ketimbang para
akhli asing yang hanya berkunjung sekitar 3 minggu ke Indonesia. Mengapa
dipuja seperti itu? Mengapa para pejabat tinggi terpandai kita harus
ngapurancang kalau berbicara dengan mereka? Bukankah ini gejala
penyakit jiwa? Mengapa Bung Hatta di tahun 1928 begitu tajam mengkritik
para hakim di Den Haag dan Bung Karno di tahun 1930 di Bandung yang
terkenal dengan Indonesia menggugat? Mereka memberikan kuliah
kepada para hakim Belanda dalam kursi terdakwa! Para akhli terpandai
kita membungkuk dan ngapurancang di tahun 2003!

Pantaskah Indonesia yang sudah 58 tahun merdeka masih ditongkrongi
oleh kantor-kantor perwakilan Bank Dunia, IMF, Bank Pembangunan Asia?
Kapan mereka harus pergi dari Indonesia supaya tidak lagi mendikte kita

26

dengan LoI dan sampai tahun 2007 nanti dengan white paper? Kapan Bank
Dunia pergi dari Indonesia sehingga tidak perlu mendikte Indonesia lagi
dengan Country Strategy Report, Country Assistance Report, Medium Term
Expenditure Framework dan entah apa lagi. Kapan mereka berhenti
memperlakukan bangsa Indonesia sebagai Flipper dengan high case dan low
case scenario dengan titik tolak pikiran bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa pengemis yang haus akan utang? Bukankah mereka itu rentenir
yang oleh kita diagungkan sebagai donor? Siapa mereka itu? Lebih
tinggikah IQ maupun EQ-nya? Lebih lengkap dan lebih baikkah body of
knowledge yang mereka kuasai, terutama tentang lapangan di Indonesia?

Dikatakan terang-terangan di mana-mana oleh para pembentuk opini
publik bahwa kecuali uangnya, IMF beserta seluruh gerbongnya yang Bank
Dunia, Bank Pembangunan Asia dan CGI sangat diperlukan untuk
mendisplinkan para pemimpin Indonesia. Beberapa menteri tertentu dari
kelompok tertentu pula sejak era Presiden Soeharto sampai sekarang
sengaja melakukan penekanan-penekanan dan menakut-nakuti
Presidennya sendiri lewat para pejabat IMF dan lembaga internasional
lainnya bahwa kalau tidak nurut lembaga-lembaga internasional yang
mereka pertuankan, bangsa Indonesia akan celaka, akan hidup sangat
sengsara, akan timbul revolusi sosial dan sebagainya.

Saya ketakutan bahwa siapapun Presiden yang akan terpilih di tahun 2004
nanti segera saja akan disodori bahwa Menteri Keuangan, Menteri Negara
BUMN, Menko Perekonomian, Menperindag dan Menteri Pertambangan
harus orang-orang yang ditunjuk oleh mereka. Kalau tidak mau, IMF akan
menggunakan PPM untuk mengumumkan kepada dunia betapa jeleknya
kebijakan dan pelaksanaannya oleh pemerintah Indonesia. Berbarengan
dengan itu, kelompok ekonom orde baru akan mempengaruhi pembentukan
opini publik seraya menakut-nakuti Presiden terpilih kalau tidak nurut
sepenuhnya kepada seluruh masyarakat internasional sebagai kartel di
bawah pimpinan IMF dan Bank Dunia.

Kalau kita hanya dapat mengurus diri sendiri atas tekanan, arahan dan
rangsangan utangan yang diberikan bagaikan pawang memberikan
makanan kepada ikan Flipper untuk berkinerja, buat apa kita dahulu
merdeka? Bukankah Belanda mengajukan tawaran kepada Bung Karno
dan rekan-rekannya supaya menunda kemerdekaan barang 10 sampai 15
tahun. Maksudnya supaya Belanda dapat mengajari para pemimpin
Indonesia bagaimana mengurus negara sambil memberikan bantuan
keuangan yang diperlukan dalam proses belajar ini?

Bung Karno menolak keras yang tercermin dengan tajam dalam pidatonya
pada tanggal 1 Juni 1945, yang sekarang terkenal dengan judul Lahirnya
Pancasila. Ketika itu Bung Karno mengatakan bahwa Indonesia harus
merdeka sekarang juga, menit ini juga walaupun dalam kemiskinan dan
kesengsaraan yang seperti apapun juga. Dalam alam kemerdekaan itulah
kita membangun menurut pola dan yang sesuai dengan kehendak kita
sendiri. Itulah hakikat dari kemerdekaan yang diperjuangkan sekian lama
dengan pengorbanan yang tidak terhingga.
Sebagai penutup dari bab Kesimpulan ini, marilah kita kemukakan sekali
lagi berapa jumlah uang yang kita sia-siakan setiap tahunnya.
Rekapitulasi jumlah uang yang terkorup adalah: Perpajakan dan kebocoran

27

pembelanjaan pemerintah Rp. 215 trilyun. Pencurian ikan, pasir dan kayu
Rp. 76,5 trilyun. Subsidi bank rekap yang tidak perlu Rp. 14 trilyun.
Seluruhnya Rp. 305,5 trilyun.

GERAKAN NASIONAL KEMERDEKAAN KEDUA

Saya mengakhiri tulisan ini dengan paragraf yang berjudul Gerakan
Nasional Kemerdekaan Kedua. Mengapa? Karena seperti baru saja kita
baca, KKN telah membuat kita tidak lagi mandiri dalam keuangan, pikiran
dan dalam jiwa kita. Seluruh perjuangan kita untuk merdeka sudah
menjadi mubasir kalau kita ukur dengan sampai di mana kita mempunyai
kebebasan menentukan nasib bangsa kita sendiri.

Itulah sebabnya kita harus melengkapi kerja keras memberantas KKN
dengan gerakan kemerdekaan kedua, karena kemerdekaan yang telah kita
rebut dalam gerakan kemerdekaan pertama boleh dikatakn sudah sirna
kalaupun tidak boleh dikatakan sudah hilang sama sekali.

Gerakan kemerdekaan kedua ini mengandung tekad dan kesiapan untuk
mundur dalam tingkat hidup kita, tetapi juga mengurangi jumlah utang
kita. Gerakan ini, seperti halnya gerakan kemerdekaan yang pertama
membawa konsekwensi pengorbanan. Tetapi pengorbanannya jauh lebih
kecil dibandingkan dengan pengorbanan dan penderitaan yang dialami oleh
para pendiri bangsa kita beserta generasinya.

Kita sekarang memang jauh lebih makmur, tetapi semuanya dengan utang
dan dengan pengurasan potensi apa saja untuk generasi sekarang. Dan
lebih makmurnya itu hanya buat lapisan teratas dari bangsa kita. Bagian
terbesar dari rakyat kita yang masih miskin tidak mengalami perbaikan
nasib sejak zaman penjajahan. Alangkah dosanya dan tidak bertanggung
jawabnya kita terhadap generasi mendatang!

Para tokoh dan pemimpin masyarakat yang masih terus menerus
mempunyai hubungan dengan massanya hendaknya berkumpul
bermusyawarah bersama. Namakanlah itu Kongres (atau Musyawarah)
Nasional untuk Keselamatan Bangsa. Ini bukan organisasi, sehingga tidak
mengganggu dan tidak menyaingi lembaga-lembaga formal yang ada seperti
DPR, MPR, Pemerintah, DPA dan sebagainya. Bedanya dengan lembagalembaga
formal yang ada, para tokoh yang bermusyawarah itu masih
mempunyai kontak erat dengan massanya, sedangkan yang dibawa pada
kekuasaan oleh rakyatnya sudah banyak yang tidak lagi membela
kepentingan rakyat yang membawanya pada kekuasaan tersebut.
Gerakan Kemerdekaan Kedua tidak berarti anti asing. Kita akan tetap
bergaul dengan masyarakat internasional, bersahabat dengan bangsa
manapun juga. Tetapi pada derajat yang sama, tidak dengan tangan yang
menadah! Persahabatan sejati, kokoh dan langgeng hanya ada di antara
orang-orang yang sederajat. Tidak ada persahabatan sejati antara tuan
dan budaknya.

28

Kerugian Bank-Bank Rekap Bila Bunga O.R Dicabut (per 31 Desember 2002)
(1) (2) (3) (4) (5)
No Bank Laba (Rugi) Bersih Bunga O.R Laba (Rugi) Tanpa Bunga O.R
1 Bank Mandiri 5.809.970.000.000 21.434.822.000.000
(15.624.852.000.000)
2 Bank Negara Indonesia 2.510.653.000.000 7.537.490.000.000
(5.026.837.000.000)
3 Bank Rakyat Indonesia 1.469.670.000.000 3.735.770.000.000
(2.266.100.000.000)
4 Bank Tabungan Negara 303.043.000.000 1.844.796.000.000
(1.541.753.000.000)
5 Bank Internasional Indonesia 131.876.000.000 2.207.806.000.000
(2.075.930.000.000)
6 Bank Danamon 989.284.000.000 3.331.297.000.000
(2.342.013.000.000)
7 Bank Permata (847.855.000.000) 1.106.363.000.000
(1.954.218.000.000)
8 Bank Niaga 76.593.000.000 1.134.047.000.000
(1.057.454.000.000)
9 Bank Lippo 192.564.000.000 739.755.000.000
(547.191.000.000)
10 Bank Central Asia 3.400.066.000.000 8.591.568.000.000
(5.191.502.000.000)
====================================================================
Jumlah 14.035.864.000.000 51.663.714.000.000 (37.627.850.000.000)

29

Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Anda
meluangkan waktu untuk membaca buku kecil ini. Di
semua negara terdapat korupsi. Namun di Indonesia
korupsi dibiarkan berkembang sampai berakar sangat
dalam dan membudaya sangat luas, sehingga korupsi
dilakukan secara besar-besaran, bersama-sama
dengan banyak orang sekaligus tanpa risi dan tanpa
rasa malu. Korupsi kebanyakan dipicu oleh dorongan
dan bahkan rayuan dari para anggota keluarga atau
sanak saudara. Itulah sebabnya disebut secara lengkap dengan istilah
sangat tepat yang sekarang telah membudaya, yaitu Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).

Kerusakan yang diakibatkan oleh KKN sudah sangat besar. Bukan saja
kerugian material, tetapi karena KKN, kita juga sudah kehilangan
kemandirian dalam merumuskan kebijakan dan karena itu juga tidak
mandiri lagi dalam menentukan nasib bangsa kita sendiri.
KKN menyusup ke mana saja, sehingga KKN merupakan akar penyebab dari
hampir semua masalah yang kita hadapi. KKN bahkan sudah membuat
pikiran, mental dan jiwa kita tidak lagi normal, sehingga kebijakan yang
tidak jernih sudah sangat menyengsarakan rakyat banyak serta
menciptakan ketidak adilan yang tiada taranya.
Maka bukan saja sudah tiba waktunya, tetapi kita sudah terlambat
melakukan pemberantasan KKN yang sungguh-sungguh, yang tidak basabasi,
dan yang hanya mengemukakan keinginan saja tanpa langkahlangkah
dan rencana tindak yang konkret dan secara teknis memang dapat
diwujudkan.

Buku kecil ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya kita
memberantas KKN. Saya yakin bahwa hanya dengan berkurangnya KKN
secara signifikan, kemandirian, kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan
dengan sendirinya akan meningkat sangat signifikan pula.

30
http://geocities.com/lumbanbulus/PemberantasanKorupsi.html