Wednesday, February 13, 2008

Pembubaran CGI & kemandirian

Pembubaran CGI & kemandirian


Oleh: Kwik Kian Gie


Pemerintah telah membubarkan forum Consultative Group for Indonesia (CGI). Opini yang diciptakan dari pembubaran forum itu adalah pemerintah telah mengambil kemandirian dalam merumuskan kebijakan ekonomi.

Pembubaran CGI yang dibarengi dengan pembentukan opini publik itu boleh dikatakan berhasil. Ini karena banyak pihak yang percaya dan memuji tindakan pemerintah tersebut.

Tetapi bagi saya-yang pernah berhadapan dan berinteraksi dengan CGI, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Dana Moneter Internasional (IMF)-kesan tersebut tidak benar.

Dengan dibubarkannya CGI, Indonesia masih saja tetap tidak akan mandiri dalam merumuskan kebijakan ekonominya selama orang-orang dalam pemerintahan, termasuk presiden sendiri, masih yang itu-itu juga.

Dikatakan bahwa CGI dibubarkan karena dari sekian banyak pemberi utang (yang masih saja disebut 'donor'), yang memberikan 95% dari total utang kepada Indonesia adalah Bank Dunia, ADB, dan Jepang.

Bank Dunia, ADB, dan IMF tidak dapat dipisahkan sama sekali dari pemerintah Amerika Serikat dalam kebijakannya. Jadi, selama masih mengandalkan keuangan pada pemberi utang itu, Indonesia tidak mungkin mandiri.

Bank Dunia mempunyai kantor dengan jumlah personel sangat besar di Indonesia. Sejak awal, setiap tahun Bank Dunia menerbitkan buku yang disebut Country Strategy Report bagi Indonesia.

Demikian juga dengan ADB. Isi buku tersebut tiada lain adalah berbagai kebijakan yang harus dilaksanakan pemerintah Indonesia. Sejak 1967 sampai sekarang, pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh presiden siapa pun tidak pernah tidak menjalankan kebijakan tersebut.

Adapun IMF, intervensinya paling hebat dan sudah merusak sistem keuangan dan perbankan nasional melalui apa yang dikenal dengan Letter of Intent (LoI) selama lembaga internasional itu memberikan 'bantuan' sampai akhir 2003. Setelah itu, melalui Post Program Monitoring, karena Indonesia masih punya saldo utang.

Intervensi IMF tersebut tidak mungkin saya uraikan di sini, karena kolom ini terbatas. Silakan baca dan simak sendiri.

Tidak benar

Dikatakan bahwa negara yang tergabung dalam CGI, yang 95% itu, memberi utang kepada Indonesia dalam jumlah sangat kecil, tetapi rewel, cerewet, dan banyak persyaratannya. Kesan yang ditimbulkan adalah negara-negara tersebutlah yang mendikte kebijakan ekonomi Indonesia.

Kesan itu tidak benar. Negara-negara itu tidak pernah rewel. Banyak dari negara-negara tersebut bahkan mendukung ketika saya berpidato sangat keras dan tajam di forum CGI.

Yang mendikte dan arogan justru Bank Dunia dan ADB. Tetapi ADB agak mending dibandingkan dengan Bank Dunia.

Dalam sidang CGI, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki peran penting, karena fungsinya yang membidangi anggaran pembangunan. Maka ketika tahun pertama menjabat sebagai Kepala Bappenas, saya diminta untuk berpidato yang isinya sudah dibuatkan oleh Bank Dunia.

Ketika saya minta staf saya melakukan beberapa perubahan dalam pidato tersebut, ditolak Bank Dunia dengan alasan sebelumnya tidak pernah begitu. Maka saya iyakan saja.

Tetapi dalam sidang, saya bacakan pidato yang saya buat sendiri. Karena itu, tahun berikutnya saya hanya diperbolehkan berpidato dalam forum Pre-CGI.

Bank Dunia dan atau IMF juga yang memaksakan agar Bank Indonesia dibuat independen. Tim ahli pembuatan BI yang independen itu terdiri dari empat orang, dua di antaranya orang Indonesia, yaitu Boediono (sekarang Menko Perekonomian) dan Sutan Remy Syahdeni.

Selain itu, draft UU tentang Keuangan Negara dibuat dalam bahasa Inggris. Dalam rancangan UU itu, ada pasal-pasal yang mengkerdilkan Bappenas, sehingga staf Badan ini berhasil membuat sendiri RUU tentang Bappenas yang kemudian menjadi UU.

Ketika menjabat sebagai Menko Ekuin, saya harus dibayang-bayangi oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN), yang diketuai oleh Prof. Emil Salim dengan sekretaris Sri Mulyani Indrawati (sekarang Menteri Keuangan). Masih dirasa tidak cukup, dibentuk lagi Tim Asistensi pada Menko Ekuin dengan ketua Prof. Widjojo Nitisastro dan sekretaris Sri Mulyani Indrawati.

Arogan & tidak fair

Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu yang sekarang, kabarnya, juga sejak awal dikehendaki oleh Bank Dunia dan pemerintah AS, walaupun rancangan susunan kabinet yang berlainan sudah rampung.

Bank Dunia tidak hanya arogan, tetapi juga tidak fair dan pengecut. Sikap ini diperlihatkan sebagai berikut.

Pemerintah Belanda memberikan hibah yang dikelola oleh Bank Dunia. Hibah tersebut dikorupsi, dan yang menemukan bukti-bukti korupsi tersebut adalah wartawan investigatif muda Alexander Wessink.

Saat Wessink memberitahukan kepada Bank Dunia soal adanya korupsi tersebut, jawabannya adalah: "Anda kan tidak naif bahwa korupsi di Indonesia merajalela?"

Tetapi ketika Uni Eropa memberikan hibah yang dikelola Bank Dunia dan Bappenas adalah Executing Agency-nya, Bank Dunia merasa menemukan sebagian kecil dikorupsi. Temuan tersebut dituangkan secara sangat rinci dalam buku tebal. Tetapi buku tersebut distempel dengan huruf tebal "Confidential."

Saya kemudian mengatakan kepada Andrew Steer bahwa saya sangat berkeinginan membagikan temuan tersebut kepada para wartawan dan siapa saja yang ingin memperolehnya. Steer mati-matian melarang karena confidential. Jadi, apa maunya kalau tidak memojokkan saya yang tidak bisa didikte?

Setelah itu Bank Dunia kantor Jakarta melayangkan surat yang ditandatangani oleh Bert Hoffman, menuntut agar seluruh hibah, termasuk yang tidak dikorupsi dikembalikan. Saya kemudian menulis surat kepada Presiden Bank Dunia, James Wolfensohn, minta agar yang dibayar kembali hanya jumlah yang dinyatakan dikorupsi.

Tetapi tidak boleh, mereka bersitegang. Keseluruhan peristiwa ini saya laporkan kepada Presiden Uni Eropa ketika itu, Romano Prodi, sambil minta agar jangan sekali-kali memberi hibah seberapa pun kecilnya kalau pengelolanya harus Bank Dunia.

Urusan tersebut belum selesai, pemerintahan sudah berganti. Hibah tersebut akhirnya, konon, dibayar oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Masih sangat banyak hal-hal yang tidak masuk akal.

Lantas, Bank Dunia juga sudah biasa malang-melintang langsung berhadapan dengan pers Indonesia memberikan berbagai pandangan dan pendapatnya tentang kondisi dan kebijakan ekonomi pemerintah. Ini apa-apaan? Sudah begitu, isinya pun tidak bermutu!

Saya pernah menanggapinya dalam artikel di surat kabar yang berjudul "Andrew Steer, dat weet mijn grote teen ook!", yang berarti: "Andrew Steer, jempol kakiku juga tau."

Bank Dunia bisanya hanya mengemukakan what to achieve yang bagus-bagus saja. Lembaga ini tidak pernah memberikan bagaimana caranya atau how to achieve.

Jadi, selama masih akan berutang kepada Bank Dunia dan ADB, Indonesia akan tetap dikendalikan, apalagi dengan para menteri yang membabi buta mengikuti Washington Concensus, dan direstui oleh Presidennya.

Mau mandiri

Kalau mau mandiri, langkah-langkah kita harus sebagai berikut. Tutup kantor perwakilan Bank Dunia dan ADB di Jakarta. Minta mereka jangan menulis lagi Country Strategy Report buat Indonesia.

Kemudian, sisa utang kita dibayar dengan uang pinjaman dari sumber lain, seperti penerbitan obligasi dalam mata uang dolar AS. Mau mandiri kok dengan cara menendang 95% anggota CGI yang baik hati, sambil menegaskan masih akan berutang kepada Bank Dunia, ADB yang kolonialis, dan Jepang.

Sekarang tentang instrumen-instrumen penggantinya. Dikatakan akan dilakukan penjualan BUMN dan menerbitkan SUN dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

Boleh-boleh saja, tetapi bagaimana pengelolaan utangnya sendiri? Pemerintah harus membeberkan keseluruhan perencanaan keuangan negara, terutama kebijakan utang, dengan cara menyajikan proyeksi angka-angka untuk waktu mendatang.

Utang dalam bentuk kredit ekspor sudah mahal, bukankah obligasi RI dikenakan bunga bagaikan junk bond? Tak apalah bayar mahal, asalkan kemandiriannya tidak palsu atau akal-akalan.

Yang sekarang dikemukakan oleh Tim Ekonomi sebagai sesuatu yang salah, mendapat dukungan mereka selama 36 tahun. Mengapa sekonyong-konyong semuanya berubah setelah Managing Director IMF Rodrigo de Rato bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Saya mendapat halusinasi, jangan-jangan CGI dibubarkan setelah Presiden Yudhoyono menerima de Rato yang berujar: "Tuan Presiden, bubarkan saja CGI, karena 95% anggotanya hanya memberikan 5% kredit, dan mereka itu cerewet dan rewel. Sekarang berhubungan saja dengan kami dan Bank Pembangunan Asia, supaya mendikte pemerintah Indonesia tanpa banyak reseh."

Kalau ada yang meragukan tulisan ini, saya bersedia berdebat dengan mereka, termasuk lembaga-lembaga internasional, di media massa mana saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia tidak disesat-sesatkan lagi.

URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL
http://unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=7435&coid=2&caid=19
Kwik Kian Gie
Mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas

No comments: