Wednesday, May 31, 2006

61 Tahun PACASILA

Seorang polisi menangkap pengemudi yang lalai dengan rambu-rambu lalu lintas, Untungnya Pak Polisi adalah seorang yang ber-Pancasila, sehingga tidak menilang/ngompas/meras sang pengemudi, namun meberi hukuman ringan bagi sang pengemudi.

P'Polisi : Bapak saya beri hukuman !! Bapak harus sebutkan kelima isi Pancasila !!!
Pengemudi : Dengan sedikit mengkerut, wah gampang Pak

Lalu sang pengemudi dengan lantang memulai deklamasi Pancasila, seperti gaya Upacara.

Pengemudi : Pancasila
Pengemudi : satu
Pengemudi : Ketuhanan Yang Maha Esa

lalu kening sang pengemudi mengkerut lagi, berusaha mengingat sila yang lainnya, dengan suara lantang dia berucap

Pengemudi : 2, 3, 4, 5 tetap seperti semula

ternyata sang pengemudi telah lupa isi Pancasila

Sang Polisi hanya menggeleng, tanpa bisa berbuat apa-apa lagi, hanya menasehati sang pengemudi agar jangan mengulangi kesalahan yang sama.


Mungkin inilah gambaran masyarakat Indonesia masa kini, entah dia berpendidikan atau bahkan yang buta huruf sekalipun, seandainya mengerti FALSAFAH negara yang telah dibangun para FOUNDING FATHERS terdahulu, kita tidak akan melihat kebebesan beragama yang terkekang, Kita tidak akan melihat manusia-manusia biadap yang hanya berhasrat untuk memenuhi kebutuhannya atau kelompoknya saja, kita tidak akan melihat perpecahan yang ada "SARA", kita tidak akan melihat kesemana menaan yang terjadi dimulai dari kalangan atas sampai bawahan, kita tidak akan melihat ketidak adilan yang masih nampak dimana-dimana.

Mengaku sebagai manusia beradab, mengaku sebagi menusia beragama, mengaku sebagai manusia bermoral, dan berbagai macam tameng-tameng kebaikan yang lainnya yang melekat pada manusia-manusia Indonesia, Namun sebanyak tameng itu pula kejahatan yang ada di negeri ini, mungkin tidak ada jenis kejahatan dan kemunafikan yang tak didapati di negeri ini, atau mungkin kejahatan/kemunafikan identik dengan kebaikan di negeri ini, sejak kapan ya ...!!!

Entah sampai kapan negeri ini sampai seperti ini, mungkin setelah kiamat akan berubah !!!!

Telah 61 Tahun Pancasila berdiri tegak, mungkinkah identitas suatu bangsa belum nyata dengan usia FALSAFAH yang sebegitu umur ? atau memang bangsa ini masih muda kali ya, tapi dengan parameter apakah untuk menentukan identitas suatu bangsa ? Bolehkah dengan membandingkan dengan negara maju yang telah lama merdeka ? Memang bangsa ini masih berumur 78 Tahun jika diukur sejak tahun 1928,namun tetangga kita yang kemerdekaannya menyusul, ternyata telah lebih maju, so what gitu loh !!!

Atau mungkin burung Garuda sebagai lambang Pancasila, sedang terbang entah kemana dan lupa sarangnya ? semoga tidak !!

D.Pakar --- Maribaya

Beberapa hari sebelum pic2 ini di Upload, kita jalan pagi bareng P'Jeff dan B' Royen, nelusuri Dago-Pakar s/d Maribaya, ternyata lumayan segar juga udara pagi disana, tapi kenapa motor bisa lewati jalanan setapak disitu ya ? kan mengganggu orang-orang yang mau irup udara segar.
B-A-N-D-U-N-G MEMANG A-N-E-H .. dak jelas !!!!






ngedit---poto





Tuesday, May 30, 2006

Google--Explore

Artikel ini terinspirasi dari situs http://johnny.ihackstuff.com tentang cara mendayagunakan Google dalam mencari celah keamanan website.


Jika Google menemukan alur data yang dapat mengekspos informasi sensitif mengenai organisasi anda, Google tidak akan ragu-ragu mengindeksnya. Mesin pencari ini tidak membedakan data yang diindeknya. Apa yang sebaiknya anda lakukan jika rahasia anda bocor ke publik? Anda dapat menggunakan Google untuk keuntungan anda melalui beberapa query pencarian yang spesifik. Inspirasi contoh tersebut dapat dilihat pada artikel dari Johnny Long. Dalam artikel ini Nitesh Dhanjani (konsultan keamanan IT) ini juga akan menunjukkan kepada anda bagaimana cara menggunakan Google API untuk otomasi proses pencarian Google terhadap berbagai celah keamanan.


Default Resource
Web server seringkali diinstall sebagai halaman web. Default halaman web ini tidak menunjukkan suatu celah keamanan, tapi mereka bisa mengidentifikasi sebuah konfigurasi default web server. Para attacker mengetahui bahwa halaman default seringkali menunjukkan suatu kelemahan web server.: Jika seorang administrator tidak berusaha menghapus default halaman "welcome" tersebut, sangat dimungkinkan bahwa dia tidak memblokir service "unused" atau menambahkan patch apapun. Query Google berikut ini berguna dalam mencari instalasi default Apache.



intitle:"Test Page for Apache"


Directory Listing
Web server seringkali menyediakan daftar direktori saat sebuah file default seperti
index.html tidak ada dalam direktori tersebut. Terkadang, mereka menyimpan informasi sensitif dalam direktori, seperti query sederhana berikut ini:



intitle:"Index of" admin


Query diatas akan menghasilkan URL yang berisi directory listing dari
/admin. Kebanyakan, para administrator membuat direktori yang bernama admin untuk menyimpan informasi sensitif. Berikut ini query yang berguna dalam mencari directory listing:



intitle:"Index of" .htpasswd

intitle:"Index of" stats.html
intitle:"Index of" backup
intitle:"Index of" etc
intitle:"Index of" finance.xls


Error Messages
Error Message dari web server dan aplikasinya dapat memberikan rincian lebih jauh. Perhatikan query Google berikut ini yang menunjukkan sebuah MySQL error. argumen yang diberikan bukanlah sebuah hasil resource MySQL yang valid. Query lainnya juga dapat membongkar informasi yang menarik diantaranya:



"A syntax error has occurred" filetype:ihtml

"ORA-00921: unexpected end of SQL command"



Remote ServicesBesar kemungkinan untuk menemukan VNC dan Terminal Service Server melalui query berikut ini. Kebanyakan administrator mengira user eksternal tidak akan mampu menemukan URL tersebut untuk mengakses informasi perihal remote service.



"VNC Desktop" inurl:5800

intitle:"Terminal Services Web Connection"


Google dapat juga mencari aplikasi administratif yang memungkinkan user untuk mengkonfigurasi system secara remote. Contohnya, berikut ini cara menempatkan instalasi phpMyAdmin:



"phpMyAdmin" "running on" inurl:"main.php"


Vulnerability Report
Nessus Framework bekerja dengan baik untuk mengidentifikasi celah keamanan suatu jaringan. Tool ini dapat membuat suatu laporan HTML mengenai celah keamanan tersebut. Seringkali, laporan langsung ada dalam direktori web root, menyebabkan server melayani semua user eksternal. Sebuah laporan Nessus bisa jadi berisi rincian celah keamanan yang ada dalam jaringan organisasinya. Berikut ini query yang digunakan Google untuk menemukan laporan berupa:



"This file was generated by Nessus"
"Host Vulnerability Summary Report"


google_vulns.php
Contoh query yang disajikan dalam bagian sebelumnya hanya sebagian kecil dari query yang diketahui yang dapat menemukan celah keamanan menggunakan mesin pencari Google. Script google_vulns.php yang disajikan pada bagian ini menggunakan Google API untuk mencari query yang mirip dengan yang ada diatas. (Lihat source code Google Hack #55 untuk contoh sederhana tentang teknik query dengan Google API menggunakan PHP). Membaca sebuah file teks, signatures.txt, yang berisikan query Google dan keterangannya. Script tersebut berguna untuk mendapatkan sebuah domain name sebagai sebuah parameter untuk memaksa pencarian dalam suatu organisasi domain.


File signatures.txt berisi sebuah daftar query yang dipilih, mirip dengan yang ada pada bagian sebelumnya. Setelah setiap baris yang berisi query tertentu yang ada, terdapat suatu baris yang berisi penjelasan query tersebut. Script tersebut mengiterasi melalui file signatures.txt, dan pada setiap query, pencarian Google yang dihasilkan menggunakan Google API. Script tersebut menambahkan site: domain pada setiap query. Hal ini memungkinkan script tersebut ke target domain tertentu yang diberikan, sebuah parameter yang diberikan untuk script tersebut. Jika Google mengembalikan hasil yang valid, script tersebut menampilkan URL yang dapat digunakan, sepanjang dengan keterangan dari query tersebut.

Cara menjalankan script ini:

  • Kunjungi Google Web APi dan mendaftar untuk mendapatkan sebuah account. Mereka akan meng-email anda sebuah license key.

  • Download script google_vulns.php

  • Edit script tersebut dan ubah nilai variabel $key untuk menrefrleksikan Google license key anda.

  • Download signatures.txt dan tempatkan dalam direktori yang sama dengan google_vulns.php

  • Download GoogleSearch.wsdl dan tempatkan dalam direktori yang sama dengan google_vulns.php.

  • Download nusoap.php dari NuSOAP

Sekarang jalankan google_vulns.php dari baris perintah:


[bash]$ php ./google_vulns nama_target.com


Anda boleh juga menjalankan google_vulns.php dengan tanpa restriktif domain name, seperti .edu

[bash]$ php ./google_vulns .edu
************************************************
Search string: site:.edu intitle:"Index of" service.pwd
URL: http://[removed for this article]/
Directory listing contains service.pwd file(s)
************************************************
Search string: site:.edu intitle:"Index of" admin
URL: http://[nama_target]/admin/
Directory listing yang berisi file atau direktori administratif
************************************************
************************************************
Search string: site:.edu intitle:"Index of" .htpasswd
URL: http://[nama_target]/
Directory listing yang berisi file .htpasswd
************************************************
************************************************
Search string: site:.edu intitle:"Index of" stats.html
URL: http://[nama_target]/
Directory listing yang berisi stats.html yang bisa jadi
berisikan statistik webserver yang bermanfaat
************************************************
************************************************
Search string: site:.edu intitle:"Index of" .bash_history
URL: http://[nama_target]/
Directory listing yang berisi informasi bash history
************************************************
...
...
...

Script google_vulns.php hanya merupakan sebuah implementasi proof-of-concept. Bukan multi-thread, dan menurut kebijakan Google API dibatasi hanya mengembalikan 10 hasil per query. Untuk menampilkan pencarian yang lebih mendalam, gunakan sebuah tool pengganti seperti SiteDigger


Sebagaimana yang anda lihat dari output tersebut, sangat mudah untuk menggunakan Google dalam menemukan celah keamanannya. Karena script tersebut menggunakan Google untuk mencari celah keamanan, Target yang discan tidak akan mengetahui scan tersebut sampai seseorang mengguakan sebuah URL yang dihasilkan. Hal ini menjadikan jenis scanning ini benar-benar stealth.


Security Links
Script google_vulns.php mengekspos celah keamanan yang ada, pada kebanyakan kasus, hasil dari pengabaian dan kecerobohan merupakan praktek dasar terbaik. Beberapa contoh query yang diberikan dalam bagian ini berorientasi web server yang lemah. website Apache berisikan link untuk sejumlah resource yang dapat membantu administrator melindung webserver mereka, termasuk tip keamanan Apache httpd tutorial Apache httpd. Dengan catatan, administrator seharusnya secara rutin mengaudit direktori yang melayani sebagai web root untuk menjamin ada tidaknya content yang sensitif.


Aplikasi web serharusnya juga dibawah perlindungan untuk tidak menyediakan informasi sensitif kepada user. Kebanyakan celah keamanan aplikasi web terjadi akibat praktek coding yang tidak aman. Berikut beberapa resource yang dpat emembantu developer memabahami cara mengamankan aplikasi mereka.





Remote service, seperti VNC dan Terminal Service, seharusnya tidak dapat diakses secara langsung dari Internet. Memerlukan remote user untuk otentikasi ke VPN Gateway yang menggunakan strong encryption untuk mengakses remote service.


Kesimpulan
Saat ini terdapat resource keamanan online yang gratis, tidak ada alasan yang dapat dimaafkan untuk tidak mengamankankan host yang kritis guna mencegah tereksposnya data yang sensitif. Meski material yang disajikan pada artikel ini tidak menggambarkan semua kemungkinan celah keamanan, saya harap hal ini berguna dikalangan para administrator dan end user.


Saya tegaskan sekali lagi bahwa artikel tidak menunjukkan bagaimana cara menghacking suatu webserver atau "HOW TO", saya akan berterima kasih sekali dan belajar dari anda sekalian, bila anda mau menuliskan tentang "HOW TO"-nya disini, di JASAKOM..

Monday, May 29, 2006

INI HANYA KOMENTAR--KU

Nonton 2 hari berturut-turut sedikit membantu merefresh otakku, walau sisakan ganjalan di hati, kabarnya Davinci Code, dak bisa diputar di beberapa negara, konon katanya Australia juga melarang penyiarannya "negara se demokratis AUS gitu loh ... ", dak ada masalah dengan MI3 film pertama yang gue tonton (ceritanyalebih baik dari MI2, MI1), tapi bagaimana dengan Davinci Code, Kegilaanku nonton udah lama kumat, Davinci Code cukup bagus sebagai film "terlepas dari kontroversi", dan ini menurut kegilaanku juga, tapi kenapa banyak yang terkecoh atau yang terganggu imannya, kalau diawal film dinyatakan kalau film tersebut hanyalah fiksi, bahkan sampai tokoh yang ada dalam film adalah fiksi juga loh.

Jadi ingat film "The Last Temptation of Christ" yang diproduksi tahun 1988, katanya film ini termasuk nominator OSCAR pada zamannya, memang rada aneh sih film ini, kalau ditinjau dari sisi ALKITAB, NO TRUTH on there "terlapas dari nilai nilai seni atau apapun yang dianut beberapa orang atau kepercayaan sebagian orang", klo nonton yang ini memang rada perlu mikirlah atau inginget isi ALKITAB yang pernah dibaca. Repotnya, bagi yang dak baca ALKITAB ya ?


So, close debat/penasaran yang pernah muncul di otakku ttg isi film dan bukunya

Mungkin yang perlu dipikirkan adalah, mengapa "DAVINCI CODE BOOK" sukses besar, atau mungkin juga sih FILMnya (dak tau sukses atau tidak), Sejujurnya belum baca Bukunya, selain ketebalan bukunya, harganya juga lumayan, sayang duit segitu untuk koleksi BUKU gituan, bahkan menurut site resminya www.danbrown.com/novels/davinci_code/reviews.html, buku ini juga dikategorikan novel, bukanlah, biographi, atau sejenis buku penelitian, atau buku kisah nyata, atau jenis lainnya.
Penulis buku ini "DanBrown" sampai disini telah menjadi penulis yang cukup sukses, mengapa ?
Apakah "DanBrown" seorang cerdik, dari sisi marketting mungkin ya, karena tulisannya telah menjadi bestseller versi TIMES MAGAZINE, Apakah "DanBrown" juga gila, klo ini nurutku sih pasti, karena kegilaannya berani melawan arus yang ada, dan menyentuh batas-batas kebiasaan ratusan juta manusia yang cenderung sangat private, tentunya mereka-mereka yang bisa baca, Apakah "DanBrown" tidak beriman ? nah klo yang ini urusan dia sama Tuhannya, i dont care, ya ndak ?
Kegilaan "DanBrown" membuatnya berani untuk berimajinasi yang menurut orang tertentu kelewat batas, dan bahkan mengundang makian atau cercaan atau bahkan ada juga memujinya.
Tampil beda dengan inovasi yang baru adalah kunci "DanBrown", tapi yang jadi pertanyaan lagi adalah, apakah untuk tampil beda dengan inovasi baru dibutuhkan kegilaan ? hahahaa... teuing !!!

puntang juga





Monday, May 22, 2006

Wednesday, May 17, 2006

Thursday, May 11, 2006

Dimana

sempat aku goyah
sekejap terjatuh
didalam arungi perjalanan
pada terang hari
aku pun bersujud
nikmati semuanya
tanpa tanya

kucoba selami
dalamnya samudera
ikuti gelombang terjang karang
tetap tak kudapat
apa yang kumau
hanya bimbang yang singgah dera jiwa
kata hati
penat smakin selimuti

dimana, senyummu
yang sanggup memberi rasa damai
dimana, belaimu
yang hangatkan nadiku yang beku

akupun tak kuat
tubuhku tak mampu
lewati jalan kering berdebu
dahaga meronta
letihku menggila
namun jarak masihlah amat jauh

batinku terapus
gusarku melangkah
engkau tetap saja tak bergeming
otakku berdera
lontarkan kecewa
tak mau percaya yang kau janjikan
pada waktu detak jatung
semakin ....

Monday, May 08, 2006

the first time ever i saw your face

The first time ever I saw your face
I thought the sun rose in your eyes
And the moon and the stars were the gifts you gave
To the night and the empty skies my love
To the night and the empty skies

The first time ever I kissed your mouth
I felt the earth turn in my hand
Like the trembling heart of a captive bird
That was there at my command my love
That was there at my command

The first time ever I lay with you
And felt your heart beat close to mine
I thought our joy would fill the earth
And would last 'till the end of time my love
And would last 'till the end of time

The first time ever I saw your face
I thought the sun rose in your eyes
And the moon and the stars were the gifts you gave
To the night and the empty skies my love
To the night and the empty skies

Friday, May 05, 2006

Sutan Sjahrir, Etos Politik dan Jiwa Klasik

IGNAS KLEDEN
Dalam dua pucuk suratnya yang ditulis dari penjara Cipinang dan dari tempat pembuangan di Boven Digoel, Sjahrir mengutip sepenggal sajak penyair Jerman, Friedrich Schiller. Dalam teks aslinya kutipan itu berbunyi: und setzt ihr nicht das Leben ein, nie wird euch das Leben gewonnen sein—yang maknanya: hidup yang tak dipertaruhkan tak akan pernah dimenangkan.
Menurut pengakuannya, kalimat-kalimat yang indah itu dikutipnya dari luar kepala. Jadi kita dapat menduga petikan tersebut sangat disukainya dan besar artinya buat hidupnya.
Membaca tulisan-tulisan Sutan Sjahrir muncul kesan yang sangat kuat dalam diri saya bahwa bagi dia politik bukanlah perkara yang sangat digandrunginya, tetapi lebih merupakan perkara yang tak terelakkan dalam hidupnya. Demikian pula politik untuk dia tidak terutama berarti merebut kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaan itu, bukan machtsvorming & machtsaanwending menurut formula Bung Karno.
Politik juga bukan persoalan mempertaruhkan modal untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, sebagaimana diyakini oleh pelaksana money politics dewasa ini di Tanah Air kita. Bahkan, politik juga tidak sekadar mempertaruhkan kemungkinan untuk merebut kemungkinan yang lebih besar, sebagaimana yang kita pelajari dari Otto von Bismarck dari Prusia.
Bagi Sjahrir, politik rupanya bukanlah semata-mata perkara yang pragmatis sifatnya, yang hanya menyangkut suatu tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut, yang dapat ditangani dengan memakai rasionalitas instrumental atau Zweckrationalitaet yang diajarkan Max Weber. Bagi Sjahrir, politik lebih dari pragmatisme simplistis, tetapi mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya karena melibatkan juga rasionalitas nilai-nilai atau Wertrationalitaet.
Karena itulah, politik lebih dari sekadar matematika tentang hubungan mekanis di antara tujuan dan cara mencapainya. Politik lebih mirip suatu etika yang menuntut agar suatu tujuan yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat yang dapat diuji, dan cara yang ditetapkan untuk mencapainya haruslah dapat dites dengan kriteria moral.
Kalau politik dalam pengertian Sjahrir bukan semua yang disebut di atas, apa gerangan politik menurut pandangan dia? Menurut tafsiran saya, kutipan dari Friedrich Schiller di atas adalah sebagian jawabannya. Kalau penggal sajak Schiller itu boleh kita parafrasekan, maka politik bagi Sjahrir adalah das Leben einsetzen und dadurch das Leben gewinnen—politik adalah mempertaruhkan hidup dan dengan itu memenangkan hidup itu sendiri.
Konsepsi politik seperti itu kedengarannya terlalu halus kalau diperhadapkan dengan Realpolitik, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat internasional. Namun, di balik kehalusan itu tegak sebuah keberanian yang kukuh karena tanpa komplikasi, suatu kesahajaan yang menakutkan karena tanpa pretensi.
Khusus untuk para politisi muda, konsepsi seperti itu membantu mengingatkan bahwa dalam politik ada keindahan dan bukan hanya kekotoran, ada nilai luhur dan bukan hanya tipu muslihat, ada cita-cita besar yang dipertaruhkan dalam berbagai langkah kecil, dan bukan hanya kepentingan-kepentingan kecil yang diucapkan dalam kata-kata besar. Hal-hal inilah yang menyebabkan politik dapat dilaksanakan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Wajar belaka bahwa gagasan seperti itu tidak selalu mudah dipahami oleh banyak orang karena mengandaikan pengertian tentang beberapa asumsi yang filosofis sifatnya.
Mempertaruhkan hidup adalah suatu sikap dan perbuatan yang bisa juga dilakukan oleh orang-orang yang serba nekat. Namun, Sjahrir memperingatkan bahwa dalam politik, hidup dipertaruhkan untuk dimenangkan, bukan untuk disia-siakan atau dihilangkan dengan cara yang gampangan. Pada titik inilah dapat kita pahami kecemasannya tentang orang-orang muda di Indonesia pada masa selepas Perang Dunia II dan pada awal kemerdekaan. Mereka penuh tenaga dan determinasi, tetapi ketiadaan pegangan tentang bagaimana hidup mereka harus dimenangkan.
Setelah Jepang menyerah kalah, Sjahrir mencatat dengan prihatin bahwa para pemuda terjebak di antara sikap nekat di satu pihak dan keragu-raguan di pihak lainnya. Semboyan "Merdeka atau Mati" ternyata dapat menjadi perangkap kejiwaan, karena selagi menyaksikan kemerdekaan belum sepenuhnya terwujud sedangkan kesempatan untuk mati belum juga tiba, maka para pemuda itu terombang-ambing dalam kebimbangan yang tak menentu. Ini semua terjadi karena, menurut Sjahrir, selama Jepang berkuasa di Indonesia, para pemuda kita hanya dilatih berbaris dan berkelahi, tetapi tak pernah dilatih memimpin.
Mengatakan bahwa Sjahrir melihat politik sebagai sikap mempertaruhkan hidup untuk memenangkan hidup, dapat memberi kesan bahwa dia mirip seorang politikus romantis yang tidak memahami bekerjanya mesin kekuasaan atau mechanics of power dalam politik praktis. Anggapan ini tidak sesuai dengan kenyataan hidup Sjahrir, baik kalau kita melihat sepak terjangnya dalam dunia politik maupun kalau kita membaca tulisan-tulisannya atau tulisan para pengamat dan kesaksian para sahabatnya.

Feodalisme

Di dasar hatinya, Sjahrir mendambakan kebebasan untuk setiap orang, yaitu individu-individu yang dapat menggunakan akal-pikirannya untuk bertanggung jawab terhadap cita-cita dan tindak perbuatannya masing-masing. Impian itu mempunyai beberapa konsekuensi yang amat nyata.
Pertama, di dalam negeri, Sjahrir sangat cemas akan hidupnya kembali feodalisme lama dalam politik Indonesia yang dapat mengakibatkan bahwa kemerdekaan nasional justru memberi kesempatan kepada para pemimpin politik menjadi raja-raja versi baru yang tetap membelenggu rakyatnya dalam ketergantungan dan keterbelakangan. Karena itu, selain revolusi nasional dibutuhkan juga suatu revolusi sosial yang dinamakannya revolusi kerakyatan.
Revolusi nasional harus didahulukan karena hanya dalam alam kemerdekaan, perjuangan menentang feodalisme dan perjuangan untuk membebaskan diri dari cengkeraman kapitalisme dapat dilaksanakan. Kolonialisme Belanda, menurut Sjahrir, telah mengawinkan rasio modern dari Barat dengan feodalisme lokal dengan sangat cerdik, dan hasilnya adalah semacam fasisme terselubung yang menyiapkan lahan subur bagi fasisme Jepang.
Seterusnya, partai politik sebaiknya berbentuk partai kader dan bukan partai massa, karena dengan partai kader para anggota partai yang mempunyai pengetahuan dan keyakinan politik dapat ikut memikul tanggung jawab politik, sedangkan dalam partai massa keputusan politik diserahkan seluruhnya ke tangan pemimpin politik dan massa rakyat tetap tergantung dan tinggal dimobilisasi menurut kehendak sang pemimpin.
Sementara itu, dalam politik nasional, dia bersama Bung Hatta mendorong berkembangnya sistem multipartai agar kehidupan politik terhindar dari konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar pada diri satu orang atau satu golongan saja.
Kedua, secara internasional dia juga cemas melihat menguatnya fasisme yang ketika itu melebarkan sayapnya dari Spanyol, Italia, Jerman hingga ke Jepang. Dalam pandangannya, feodalisme lokal mudah sekali digabungkan dengan setiap kecenderungan totaliter karena massa rakyat yang tidak mempunyai pengertian dan keyakinan politik akan mudah saja dimobilisasi oleh seorang pemimpin politik melalui slogan, demagogi, dan sedikit pengetahuan tentang psikologi massa. Baik totalitarianisme maupun feodalisme mempunyai kesamaan watak dalam membunuh kebebasan perorangan yang pada akhirnya membuat manusia tak lebih dari budak kekuasaan.
Kecemasannya terhadap totalitarianisme kanan, yaitu fasisme, tidak lebih besar atau lebih kecil dari sikap awasnya terhadap totalitarianisme kiri, yaitu komunisme. Entah dari kanan atau dari kiri, totalitarianisme selalu menindas kebebasan perorangan yang dianggap sepele dan tak berarti dalam berhadapan dengan suatu totalitas besar, entah itu bernama negara entah diktatur protelariat.
Dalam politik internasional keyakinan ini direalisasikannya dengan menolak berpihak pada dua totalitas besar pada waktu itu, yaitu blok politik dan blok keamanan yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris berhadapan dengan blok kiri yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Pembentukan Inter-Asian Relations Conference di New Dehli pada April 1947 mendapat dukungan penuh dari Sjahrir dalam kedudukannya sebagai perdana menteri Indonesia ketika itu. Seperti kita tahu, konferensi itu menjadi embrio suatu politik luar negeri yang bebas dan aktif, yaitu politik yang turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kejadian-kejadian di dunia tanpa membangun afiliasi dengan salah satu dari blok-blok yang sedang bersaing.
Dengan semangat seperti itu tidaklah mengherankan kalau Sjahrir berpendapat bahwa revolusi nasional harus segera disusul oleh suatu revolusi sosial yang dapat membebaskan rakyat dari kungkungan feodalisme lama dan dari jebakan-jebakan ke arah fasisme yang muncul bersama kapitalisme yang tak terkendali. Seterusnya, kemerdekaan nasional bukanlah tujuan akhir dari perjuangan politik, tetapi menjadi jalan bagi rakyat untuk merealisasikan diri dan bakat-bakatnya dalam kebebasan tanpa halangan dan hambatan.
Karena itulah, nasionalisme harus tunduk kepada kepentingan demokrasi, dan bukan sebaliknya, karena tanpa demokrasi maka nasionalisme dapat bersekutu kembali dengan feodalisme lama yang hanya memerlukan beberapa langkah berikut untuk tiba pada fasisme. Dalam penilaian Sjahrir, inilah yang terjadi pada politik dan kepemimpinan Franco di Spanyol, Mussolini di Italia, Hitler di Jerman, dan Chiang Kai Sek di Tiongkok.

Humanisme

Kalau dalam negeri nasionalisme harus tunduk pada tuntutan demokrasi, maka dalam hubungan internasional, nasionalisme harus tunduk pada tuntutan humanisme karena kalau tidak, maka nasionalisme itu dapat menjadi sumber ketegangan dan perseteruan di antara bangsa yang satu dan bangsa lainnya. Fasisme dalam negeri hanyalah wajah lain dari chauvinisme dalam pergaulan antarbangsa. Pada titik ini kelihatan bahwa bagi Sjahrir, politik adalah usaha dan upaya mewujudkan nilai-nilai martabat dan kesejahteraan manusia.
Akan tetapi, nilai-nilai tersebut tak mungkin terwujud hanya dengan cara menghilangkan feodalisme dan menolak setiap politik yang totaliter. Taruhlah, tindakan-tindakan tersebut merupakan persiapan dan langkah-langkah secara negatif, maka kita dapat bertanya apa gerangan yang diusulkan Sjahrir sebagai langkah yang positif. Jawaban Sjahrir adalah edukasi, yaitu pendidikan dalam arti seluas-luasnya yang mungkin dikandung dalam pengertian itu.
Penekanannya pada edukasi inilah yang membuat Sjahrir demikian terlibat dan bahkan terpesona oleh beberapa urusan yang tidak begitu langsung berkaitan dengan politik. Di tempat pembuangannya di Banda Neira, teman- temannya yang paling akrab adalah anak-anak kecil yang hampir setiap hari bermain ke rumahnya, yang baju-baju mereka dia jahit sendiri dengan mesin jahit, yang diajaknya berenang dan bermain di pantai sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Mereka menjadi murid-murid pelajaran privat yang diberikannya, di mana mereka diajar membaca, menulis, berbahasa dengan benar, dan berani bertanya, dan dengan cara itu membuka pintu bagi mereka ke dunia ilmu pengetahuan. Kembali dari pembuangan, Sjahrir aktif lagi dalam pergerakan dan memberi perhatian khusus kepada para pemuda yang demikian penuh semangat, tetapi tidak diajarkan kepandaian memimpin, dengan akibat bahwa mereka selalu siap mati tanpa mengetahui mengapa mereka harus mati dan bukannya harus hidup dan menikmati hidup mereka.

Gabungan minat

Aneh tapi nyata bahwa di tengah kesibukan sebagai orang pergerakan, Sjahrir tetap memberi perhatian besar kepada perkembangan dunia ilmu pengetahuan, menulis pandangan tentang manfaat nuklir, mengikuti apa yang terjadi dalam seni dan sastra, melakukan studi-studi ilmu sosial, dan memberikan komentar tentang pemikiran-pemikiran filsafat pada masanya.
Gabungan minat dan kegiatan seperti ini hanya mungkin ada pada seorang pendidik, yaitu seseorang yang merasa bertugas melakukan transfer sejumlah pengetahuan kepada orang-orang yang dididiknya dan kemudian membantu transformasi pengetahuan tersebut menjadi seperangkat nilai agar nilai-nilai itu dapat diejawantahkan dalam sikap dan perbuatan.
Dalam kaitan ini, politik bagi Sjahrir pertama-tama berarti mendidik suatu bangsa dan rakyatnya untuk mandiri dan bebas. Kemandirian adalah lawan dari ketidakmatangan dan kebebasan adalah lawan dari ketergantungan. Karena itulah, dia selalu menekankan pentingnya dimensi-dalam atau aspek interioritas dari kebudayaan, politik, dan ilmu pengetahuan.
Dalam pandangannya, banyak kaum terpelajar Indonesia pada waktu itu baru menjadi pemegang titel dan belum menjadi kaum intelektual. Mereka masih memperlakukan ilmu pengetahuan sebagai perkara yang bersifat lahiriah belaka dan sebagai barang mati dan "bukan suatu hakikat yang hidup ... yang senantiasa harus dipupuk dan dipelihara".
Demikian pun tentang kebudayaan dan politik, Sjahrir menulis: Inilah inti persoalan: kita pada akhirnya adalah anak-anak zaman kita, dan kita mempunyai hati nurani. Sebutlah itu rasa respek terhadap diri sendiri, sebutlah itu kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, sebutlah itu dengan nama apa saja—hati nurani itu berarti menguji diri sendiri pada pegangan batin kita, pada nilai-nilai, prinsip-prinsip, prasangka-prasangka, perasaan-perasaan dan naluri-naluri. Kita semua dalam diri kita mempunyai sedikit dari imperatif kategoris seperti yang dimaksud oleh Kant.
Pada titik itu kita tahu Sjahrir lebih dari seorang Realpolitiker. Karena dalam politik tidak berlaku apa yang oleh Kant dinamakan imperatif kategoris, tetapi yang lebih dominan adalah imperatif hipotetis, yakni suatu perintah bersyarat, dan di sini syaratnya adalah akibat atau hasil yang bakal diberikan oleh pelaksanaan perintah tersebut.
Pokok pertimbangan adalah apakah dengan melakukan suatu perintah, seseorang akan memperoleh akibat yang dibayangkannya. Kalau seorang politikus Indonesia memperjuangkan nasib para petani dan nelayan dengan perhitungan bahwa dia akan memperoleh dukungan suara yang cukup dalam pemilu, maka politikus ini bertindak berdasarkan imperatif hipotetis. Tindakannya ini mungkin baik dan perlu, tetapi tak bisa dijadikan prinsip umum bagi tindakan orang-orang lain yang kebetulan tidak mempunyai minat untuk posisi politik.
Namun, kadangkala kita bertemu juga dengan orang-orang yang berjuang mati-matian untuk kelompok petani dan nelayan, meskipun tidak ada target politik padanya, semata-mata karena merasa bahwa kelompok ini layak dibela karena mereka juga mempunyai martabat dan hak-hak seperti orang-orang dari kelompok lain yang lebih beruntung. Di sini kita berjumpa dengan orang-orang yang bertindak berdasarkan imperatif kategoris karena prinsip tindakan mereka dapat digeneralisasikan menjadi prinsip tindakan semua orang lain, dan bahkan dapat dijadikan prinsip dalam pembuatan undang-undang.
Tidaklah mengherankan bahwa dalam suratnya dari penjara Cipinang tertanggal 22 Juli 1934, Sjahrir menulis: "Hal meletakkan suatu dasar moral bagi politik dan kebudayaan lalu bisa dianggap sebagai politik dalam pengertian yang lebih luas".
Tak perlu diuraikan panjang-lebar bahwa dalam usaha melakukan pendidikan yang menghasilkan manusia yang bebas dan mandiri, Sjahrir melihat peranan besar yang dapat disumbangkan oleh ilmu pengetahuan. Dengan cukup intensif, dia memanfaatkan waktunya dalam tahanan, dalam pelayaran ke tempat pembuangan, dan dalam keterasingan di Digul dan Banda Neira untuk mengikuti perkembangan politik Indonesia dan politik dunia melalui koran-koran yang sampai ke tangannya, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan melalui buku-buku yang kebetulan ada padanya.
Catatan-catatan dalam pelayaran ke Digul menunjukkan perhatian dan pengamatannya yang cermat tentang keadaan dan cara hidup orang-orang di pulau-pulau sebelah timur, dan sangat mirip catatan etnografis seorang antropolog profesional, meskipun masih penuh dengan prasangka-prasangka Eurosentris.
Demikian pula catatannya tentang sesama orang buangan di Digul menunjukkan simpati besar kepada manusia yang menderita tekanan lahir batin dan kehilangan harapan, yang kesulitan-kesulitan kejiwaan mereka, dicoba dipahaminya berdasarkan pengetahuannya tentang psikologi atau psikoanalisa. Sedangkan tentang penduduk asli di Digul, dia dengan hati-hati menulis:
Barangkali aku akan menulis sketsa-sketsa atau studi-studi mengenai etnologi, meskipun di lain pihak aku tidak pula suka menulis secara diletantis, secara awam. Dan tulisan-tulisanku itu sudah pasti tak bisa lain daripada bersifat diletantis saja, karena buku-buku penuntun yang perlu untuk itu tidak tersedia, dan aku tidak bisa mempergunakan buku-bukuku sendiri yang masih ketinggalan di Jawa, dan yang belum juga bisa dikirimkan kemari, meski pun aku sudah berusaha untuk itu. Kawan-kawan yang harus menguruskannya tidak mempunyai uang untuk mengirimkannya.
Di Banda Neira, dia selalu ingin bekerja sepuluh jam sehari meskipun niat ini tidak selalu kesampaian.
Seperti juga Soekarno di Ende-Flores membuat studi yang intensif tentang Islam dan modernisasi, dan Hatta di Digul mengajar dan menulis tentang filsafat Yunani Antik, maka Sjahrir pun merencanakan bacaannya secara teratur berdasarkan buku-buku yang ada.
Untuk memperdalam pengetahuannya tentang ilmu ekonomi, dia membaca John Stuart Mill, menulis tinjauan budaya yang panjang dan mendalam tentang buku Huizinga, membaca Ortega Y Gasset dan Benetto Croce untuk memperdalam pengetahuannya tentang filsafat kebudayaan, menulis kritik tentang positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, membaca dengan simpati besar biografi Friedrich Engels dan Gustav Meyer, membandingkan psikologi Kant dan Goethe, menganalisis penulisan cerpen Amerika, Belanda, dan Indonesia sambil memberi komentar kritis tentang majalah Poedjangga Baru dan bahkan menyempatkan diri berpolemik dengan penyair JE Tatengkeng.
Dengan minat yang sedemikian luasnya, Sjahrir tidak terombang-ambing dalam berbagai aliran pemikiran karena dia tetap berpegang pada satu fokus utama untuk menguji berbagai pandangan dan pendapat yang dihadapinya. Adapun titik fokal yang menjadi pegangan Sjahrir adalah pertanyaan: apakah suatu pandangan dunia, pendapat politik, paham filsafat, ajaran agama, dan bahkan teori ilmu pengetahuan membantu manusia untuk mandiri dan bebas atau malah membuatnya terperangkap kembali dalam jebakan-jebakan yang dibuatnya sendiri?

Sosialisme

Cita-cita tentang kebebasan dan kemandirian manusia inilah yang rupanya telah mendorong Sjahrir memilih sosialisme sebagai paham politiknya, yang kemudian pada tahun 1948 dijadikan dasar bagi partai politik yang didirikannya, yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Ahli ilmu politik dan Indonesianis terkemuka, Herbert Feith, menulis bahwa PSI merupakan jelmaan politik sosial-demokrasi di Indonesia. Akan tetapi, menurut pendapatnya, partai ini lebih tepat dinamakan liberal-sosialis daripada sosial-demokratis, seandainya saja istilah "liberal" dalam pemakaian bahasa politik di Indonesia tidak telanjur diasosiasikan dengan kapitalisme yang tak terkendali.
Usulnya ini didasarkannya pada dua alasan. Pada satu pihak, istilah "demokrasi" tak begitu cocok karena partai ini hanya mempunyai sedikit pengikut di kalangan massa rakyat biasa. Keanggotaannya lebih terbatas pada kalangan kelas menengah perkotaan yang berpendidikan tinggi, sementara pengaruh politiknya tidak diperoleh melalui cara-cara populer seperti rally politik atau mobilisasi.
Pada pihak lainnya, partai ini memperlihatkan suatu kekhasan yang membedakannya dari partai politik lainnya, dalam perhatian besar yang diberikan kepada kebebasan individual, keterbukaan yang leluasa terhadap paham-paham intelektual di dunia, serta penolakan tegas terhadap berbagai bentuk obskurantisme, chauvinisme, dan kultus pribadi.
Sebetulnya, benih-benih organisasi PSI sudah ada semenjak 1932, saat Sjahrir dan Hatta kembali dari studi mereka di negeri Belanda. Keduanya sepakat mendirikan PNI Baru yang bertujuan mendidik kader-kader politik sehingga para kader ini sanggup meneruskan perjuangan kaum nasionalis, seandainya para pemimpinnya ditangkap atau dibuang. PNI Baru, seperti kita tahu, tidak mempunyai banyak waktu berkiprah mewujudkan cita-cita tersebut karena hanya dua tahun kemudian, pada 1934, kedua pemimpin itu ditangkap oleh Pemerintah Belanda, dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira, dan baru dibebaskan pada 31 Januari 1942.
Pertanyaan yang menarik dan penting: mengapa Sjahrir memilih sosialisme? Dilihat menurut konteks sejarahnya, sosialisme merupakan gagasan politik kiri pada masa itu yang menjadi representasi pemikiran progresif di kalangan kaum terpelajar Indonesia dalam menghadapi kolonialisme yang dianggap sebagai perkembangan lanjut dari kapitalisme. Dengan sendirinya, orang-orang yang menolak kolonialisme akan cenderung juga menolak kapitalisme sebagai induknya.
Teori imperalisme Lenin telah menarik perhatian hampir semua kalangan inteligensia (cendekiawan) Indonesia pada tahun 1920-an dan 1930-an, mulai dari Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Sjahrir. Dalam semangat zaman ketika itu kapitalisme dan kolonialisme dianggap kekuatan sejarah yang cenderung kepada eksploitasi manusia atas manusia dan akan menghasilkan kemakmuran dan kejayaan untuk para pemilik modal dan penderitaan untuk bagian terbesar orang-orang yang hanya mempunyai tenaga kerja.

Revolusi sosial

Sebagai seorang inteligensia terkemuka pada masanya, Sjahrir terlibat dalam pemikiran yang sama. Pada Sjahrir, khususnya sosialisme, dibutuhkan untuk melaksanakan revolusi sosial di Indonesia untuk mengakhiri feodalisme dan mengikis benih-benih fasisme setelah tercapai kemerdekaan nasional.
Revolusi sosial ini perlu dilakukan agar feodalisme lama tidak hidup lagi setelah berakhirnya kekuasaan kolonial, tatkala para pemimpin politik bisa tergoda mempergunakan ketaatan hierarkis feodal untuk tetap membelenggu rakyatnya dalam kebodohan dan ketergantungan. Maka, sosial-demokrasi pada Sjahrir pada tempat pertama berarti sosialisme kerakyatan yang tujuannya adalah "membebaskan dan memperjuangkan kemerdekaan dan kedewasaan manusia, yaitu bebas dari penindasan serta penghinaan oleh manusia terhadap manusia".
Tujuan seperti itu boleh dikata merupakan tujuan umum semua kelompok politik kiri. Maka, Sjahrir berusaha membedakan dirinya dan partainya dari beberapa golongan lain yang juga mengklaim melaksanakan politik kiri. Terhadap golongan komunis, Sjahrir menolak penggunaan kekerasan dan menolak pula pengertian diktatur proletariat sebagaimana dikonsepsikan oleh Lenin dan dipraktikkan oleh Stalin. Yaitu bahwa diktatur proletariat berarti diktatur yang dijalankan oleh partai tunggal, yaitu partai komunis, yang berhak memaksakan seluruh ketaatan rakyat.
Paham dan praktik ini ditolak secara kategoris oleh Sjahrir, yang yakin sepenuhnya bahwa tujuan politik adalah membebaskan rakyat dari cengkeraman segala jenis totalitarianisme agar memberi jalan kepada rakyat mencapai kemandirian dan kebebasan. Atas cara yang sama, Sjahrir juga menolak Bolsyewisme, yang menurut pendapatnya membenarkan penggunaan kekerasan oleh beberapa orang dalam Politbiro partai komunis Uni Soviet, yang menindas semua lawan politiknya, sekalipun tidak semua lawan politik itu dapat dikelompokkan ke dalam golongan kapitalis.
Karena itulah, penggabungan konsep sosialisme dan konsep demokrasi merupakan suatu keharusan sebab sosialisme menekankan perjuangan politik yang bersifat kerakyatan, sementara demokrasi menolak semua bentuk politik yang totaliter, serta menjamin terjamin kemandirian dan kebebasan setiap orang.

Sosialisme kerakyatan

Di pihak lain, Sjahrir juga melihat perbedaan antara sosial-demokrasi yang berkembang di negara-negara Eropa dan sosialisme kerakyatan yang berkembang di negara-negara Asia, khususnya di Indonesia. Perbedaan itu terlihat dalam dua soal utama, yaitu dalam sikap terhadap kolonialisme dan dalam pandangan tentang industrialisasi. Dalam berhadapan dengan kekuatan kolonial, kaum sosialis kerakyatan di Asia lebih bersedia bekerja sama dengan kaum komunis dalam melakukan akselerasi suasana revolusioner, tetapi menolak tegas penggunaan cara-cara kediktaturan.
Seterusnya, dalam peralihan dari masyarakat feodal-agraris ke masyarakat industri modern, kaum sosialis kerakyatan di Asia lebih berani mendorong percepatan peralihan tersebut, sementara kaum sosial-demokrat di Eropa selalu waswas dengan peralihan yang terlalu cepat karena khawatir bahwa kegagalan dalam peralihan tersebut akan mengundang metode paksaan dan kekerasan yang dijalankan oleh suatu diktatur yang dibenarkan oleh sistem komunis.
Sikap kerakyatan Sjahrir dengan komitmen kuat kepada martabat pribadi setiap orang menyebabkan kedudukan Sjahrir agak terpencil di tengah gerakan-gerakan nasionalis lainnya. Dalam berhadapan dengan rakyat bangsanya sendiri, dia enggan melakukan aksi massa seperti yang dilakukan oleh Soekarno, dan tidak tertarik juga untuk menggerakkan rakyat lewat agitasi politik sebagaimana diusulkan oleh Tan Malaka. Lain dari itu, Tan Malaka memberi penekanan utama pada kebutuhan materiil rakyat, sedangkan Sjahrir menekankan kesejahteraan dan sekaligus martabat manusia orang per orang.
Seterusnya, dalam pandangan Sjahrir, sekalipun perjuangan kaum buruh tetap mempunyai watak internasional dari perjuangan kelas kaum buruh di seluruh dunia, dia dengan tegas melihat perjuangan sosialis kerakyatan sebagai perjuangan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat manusia Indonesia; dan membedakan diri dari politik partai komunis yang memperlakukan perjuangan politik mereka di Indonesia sebagai bagian dari aksi massa yang harus merebut kekuasaan nasional sebagaimana diharuskan oleh strategi internasional di bawah kendali Moskow.
Sebaliknya, terhadap kaum nasionalis yang mendewa-dewakan semangat kebangsaan, Sjahrir melihat dengan cemas munculnya potensi chauvinisme yang berkerabat dekat dengan fasisme. Demikian pula rasionalisme dan modernisme yang ditawarkan oleh politiknya tampaknya terlalu sekular untuk kaum agama.
Sikap kritisnya yang tegar dan komitmennya yang penuh kepada nilai-nilai martabat manusia membuat jalan pikiran dan politiknya tidak selalu mudah dipahami. Penilaiannya tentang strategi koperasi dan nonkoperasi yang dijalankan kaum nasionalis dalam berhadapan dengan pemerintah kolonial Belanda mengikuti suatu logika tentang moralitas yang ternyata tidak selalu mudah dipahami, bahkan oleh orang-orang terpelajar pada masa itu.
Dalam penilaian Sjahrir, para tokoh nasionalis seperti Bung Hatta yang memilih jalan nonkoperasi secara politik sebetulnya melakukan suatu koperasi secara moral dengan pihak penjajah. Mereka yang menolak kerja sama politik dan bahkan melakukan oposisi politik pada dasarnya percaya bahwa pemerintah penjajah Belanda masih berpegang pada etika politik yang terwujud dalam hukum dan karena itu tidak akan memberangus hak-hak politik dari para pengkritik dan lawan politiknya.
Ada asumsi dan kepercayaan bahwa baik pemerintah kolonial maupun lawan politiknya sama-sama berpegang pada suatu moralitas politik yang sama. Sebaliknya, mereka yang memilih jalan koperasi yaitu bekerja sama dengan pemerintah kolonial pada hakikatnya melakukan suatu nonkoperasi secara moral karena mereka tidak percaya lagi bahwa pemerintah penjajah dalam menjalankan politiknya masih berpegang pada suatu moralitas. Mereka tidak yakin lagi bahwa hak-hak politik para pengkritik politik kolonial masih dihormati menurut nilai-nilai suatu etika politik dan karena itu menganggap bahwa setiap perlawanan dan oposisi langsung tidak akan ditoleransi dan tidak juga dilindungi oleh hukum.
Cara bernalar seperti itu jelas menunjukkan bahwa Sjahrir seorang yang terlatih berpikir dialektis. Kontradiksi yang dijumpai dalam hidupnya tidak diterima sebagai jalan buntu, tetapi sebagai antitesa yang lahir dari sejarah hidupnya yang akan menggerakkan proses menuju suatu sintesa yang dapat memberi harapan baru.
Ketika menerima surat keputusan dari pemerintah kolonial Belanda tentang pembuangannya ke Boven Digoel, maka jelas ada kesedihan mendalam yang dirasakannya bahwa dia akan terpisah selama bertahun-tahun dari keluarga dan kaum kerabat yang dicintainya. Akan tetapi, surat keputusan dengan alasan yang tak pernah jelas itu telah diterimanya sebagai berkah yang mengatasi kebimbangan hati antara mengabdikan diri kepada keluarga atau membaktikan hidup untuk rakyat dan bangsanya. Tanpa nada pathetis yang berlebihan, dia menulis dalam suratnya dari penjara Cipinang tertanggal 9 Desember 1934:
[Berakhirlah sekarang keragu-raguan dan rasa susah yang kualami selama dua tahun terakhir ini, dan sekarang aku tidak mau dan tidak boleh memikirkannya lagi. Seolah-olah aku diingatkan kepada bangsaku, tatkala kuterima beslit tentang pembuangan itu; diingatkan pada segala sesuatu yang mengikat aku pada nasib dan penderitaan bangsa yang berjuta-juta ini.
Bukankah kesedihan pribadi kita akhirnya hanya sebagian kecil saja dari penderitaan yang besar, yang umum itu? Bukankah justru penderitaan itu merupakan ikatan kita yang semesra-mesranya dan sekuat-kuatnya? Justru sekarang—pada saat aku barangkali harus berpisah untuk selama-lamanya dengan yang paling kucintai dan yang paling indah bagiku di dunia ini—justru sekarang inilah aku merasa lebih terikat pada bangsaku, aku semakin mencintainya lebih daripada yang sudah-sudah.]

Jarak kebudayaan

Dalam perasaan cinta yang demikian mendalam kepada bangsanya, ternyata ada jarak kebudayaan dan jarak intelektual yang lebar antara Sjahrir dan rakyatnya. Dia kadang mengeluh bahwa cara pikirnya, alasan-alasan rasa gembira, dan rasa sedihnya demikian berbeda dari yang ada pada orang-orang di sekelilingnya. Hambatan-hambatan tersebut tidak selalu dapat diatasi dan sampai tingkat tertentu menghalangi saling-pengertian di antara kedua pihak, sekalipun kedua-duanya ingin saling mendekati.
Untuk yang satu Sjahrir terlalu Eropa, terlalu Belanda, terlalu banyak berpikir. Untuk Sjahrir, rakyat yang dicintainya terlalu lamban, terlalu bertele-tele, dengan tingkah laku yang tidak selalu dapat dipahami secara logis. Inilah salah satu alasan mengapa dia demikian ingin agar ada cukup waktu padanya memperdalam studi-studi yang bersifat antropologis dan sosiologis tentang berbagai suku bangsa di Indonesia.
Seperti kita tahu keinginan itu tak pernah kesampaian. Selagi berada dalam penjara dan di tempat pembuangan, dia tidak punya cukup kepustakaan yang dapat membimbingnya secara ilmiah melakukan studi tersebut. Setelah lepas dari pembuangan dan bebas dari tahanan, dia tidak lagi punya cukup waktu karena terpanggil oleh tugas-tugas politik.
Seorang penulis Amerika, Charles Wolf Jr, yang menulis pengantar untuk terjemahan Inggris buku Sjahrir Out of Exile, berpendapat bahwa seandainya Sjahrir boleh memilih di antara politik dan ilmu pengetahuan, pastilah dia memilih melakukan studi-studi yang bersifat ilmu pengetahuan. Meski demikian, prestasi yang dicapai oleh Sjahrir dalam bidang politik sudah tercatat dalam sejarah.
Dengan semua keberhasilan politiknya sebagai perdana menteri pertama, sebagai ketua delegasi Indonesia ke Dewan Keamanan PBB, sebagai penasihat presiden dan kemudian sebagai pendiri partai politik, boleh dikata Sjahrir bukanlah seorang politikus yang dengan penuh gairah memilih politik sebagai bidang pengabdiannya. Dia lebih melihat politik sebagai tanggung jawab yang tak terelakkan yang harus dipikulnya.
Karena itu, dia tak pernah memandang politik sebagai tujuan, dan bahkan kemerdekaan nasional tidak menjadi tujuan akhir politiknya. Kemerdekaan nasional hanyalah jalan mewujudkan martabat manusia dan kesejahteraan bagi bangsanya, sedangkan politik hanyalah jalan mencapai kemerdekaan nasional.
Mengenang semua ini sekarang dan membicarakan kembali pengertian, apresiasi, dan keyakinan politik seperti itu, mungkin timbul kesan betapa jauh ideal politik yang diajukan Sjahrir dari praktik politik Indonesia saat ini. Apakah Sjahrir terlalu jauh dari kita, atau kita yang terlalu jauh dari gagasan politiknya? Apakah terlalu mengawang-awang mendambakan kesejahteraan untuk semua orang tanpa terlalu banyak kemiskinan, dan kebahagiaan semua orang dalam kebebasan tanpa terlalu banyak kekangan dan hambatan?
Kebebasan dalam pengertian Sjahrir bukanlah sekadar kebebasan politik, tetapi keluasan dan keleluasaan jiwa yang memandang dunia dengan gembira tanpa prasangka, yang tidak terhambat oleh kekangan dan kecurigaan-kecurigaan yang sempit. Dalam pandangan Sjahrir inilah rahasia jiwa klasik yang ada pada Yunani Antik, yang ditemukan kembali dalam renaisans Eropa, dan yang masih terlihat pada karya-karya Goethe dan Schiller.
Untuk jiwa klasik dunia akan serba luas dan bukannya sempit dan picik, hidup itu mulia dan tak pernah hina, seni selalu indah dan tidak jahat, dan manusia adalah makhluk penuh bakat yang harus diolah dan dikembangkan. Kebudayaan akan dibuat abadi oleh jiwa-jiwa klasik ini, politik menjadi perkara yang luhur, dan ilmu pengetahuan akan terbuka cakrawalanya seluas kaki langit karena pikiran dan jiwa sanggup menerobos batas-batasnya sendiri.
Sangat mungkin Sjahrir sendiri menyadari sedari awal bahwa politik dengan muatan moral yang demikian berat tak akan menang dalam waktu singkat, semata-mata karena tak terpikulkan dan tak selalu dapat dipahami. Akan tetapi, politik dalam artian Sjahrir bukanlah suatu proyek, bukan sekadar program, tetapi kehidupan itu sendiri.
Partai politik Sjahrir telah kalah dan dikalahkan oleh kekuasaan politik. Yang tinggal pada kita adalah suatu etos politik yang memberi keyakinan bahwa martabat manusia dan jiwa klasik tak selalu dapat dimenangkan, tetapi pasti tak akan pernah dapat dikalahkan sampai tuntas buat selamanya. Dalam arti itu, Sjahrir memenuhi janjinya: dia telah mempertaruhkan hidupnya dan dia telah memenangkannya.
IGNAS KLEDEN Sosiolog, Ketua KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi)
* Tulisan ini merupakan versi singkat orasi pada "Sutan Sjahrir Memorial Lecture" di Galeri Cipta II, TIM, 8 April 2006. Semua anotasi dihilangkan untuk keperluan publikasi ini.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/06/Bentara/2628301.htm

Abraham Lincoln

You may fool all the people some of the time; you can even fool some of the people all the time; but you can’t fool all of the people all the time





http://en.wikiquote.org/wiki/Abraham_Lincoln

Thursday, May 04, 2006

make it simple but elegant

Membuat otakku lebih sederhana dan sedikit lebih teratur, ternyata rada repot, dan dak gampang, kebiasaan-kebiasaan yang tidak jelas dan tidak teratur membuatku rada repot dan dak bisa maksimal, walau itu mungkin itu hanya kerjaan kecil yang dak butuh logika tinggi atau tidak terlalu meras otakku, tapi karena diawali ketidak teraturan, terkadang hasilnya bisa nol atau hanya dengan progress yang tak seberapa.

sempat mengalami kesulitan kecil dalam mengubah chmod file di linux, yang hanya terdiri logika biner sederhana tapi jelimet klo dak ngerti, adalah bukti dari semua kesemrautan yang kualami, be cool n rilex satu-satunya jalan yang terbaik yang kupilih.

Kebiasaanku ternyata memngarah pada profil "SOMBONG" easy come easy go, sifat kurang menghargai suatu hal, membuat semua yang kulakukan tanpa prioritas. Ini adalah Pukulan Telak, menyadari kadar mentalitas seperti ini, walau selama ini aku berpikir "nothing wrong with my life", hmm....

Semoga kesadaran ini membuatku lebih jeli untuk mewarnai hidupku, dengan segala kegiatan yang lebih bermakna, membuat gaya hidupku yang punya "private life style", versiku...loh, kejelian memilih yang terbaik buatku yang tidak mengartikan aku seorang egois, memilih sahabat/rekan yang bermanfaat buatku namun tidak mengartikan seorang sombong dan jauh dari pergaulan, memilih jalanku/target yang terbaik yang tidak mengartikan aku seorang yang sangat ambius atau prestisius, aku hanya manusia biasa kok, tapi pengen lebih tertib aja, hehehehe....

tapi tetap aje.. make it simple but elegant, i like it baby ......

Tuesday, May 02, 2006

k-e-t-i-k-a

Ketika ku bertemu dengan orang yang lebih pintar dariku,
dan aku belajar darinya ITULAH HARI KEBERUNTUNGANKU

Ketika ku bertemu orang yang sama pintar denganku,
dan kami berdiskusi ITULAH HARI MENGASAH PENGETAHUANKU

Ketika ku bertemu dengan orang yang kurang pintar dariku,
dan aku bisa megajarinya ITULAH HARIKU TUK BERBUAT AMAL

Ketika ku bertemu dengan orang yang sombong tapi tolol ditambah sok tau
ITULAH HARI ISTIRAHATKU

.... tapi kapan aku pintarnya ya .... heheheee.......

ZZZZ..zzz..zz..z ....B o o b b o.. ahhh

Don-Bosco-Poetry

Bumi menjawab :
"CINTA adalah hamparan tempat tumbuh segala bahagia dan harapan akan itu.
Ia memang diinjak dan dihinakan, tetapi ia tak peduli.
Pikir Cinta hanya memberi, dan itu sajalah inginnya."

Air menjawab :
"CINTA adalah hujan yang menumbuhkan benih-benih rasa kesukaan, kerelaan akan keterikatan, kerinduan dan kesenduan, atau samudera kasih yang luas sebagai naungan segala perasaan."

Api menjawab :
"CINTA adalah panas yang membakar segala, ia memusnahkan untuk dapat hidup dan menyala. Demi merasakannya, makhluk rela terbakar dalam amarah dan kedurhakaan."

Angin menjawab :
"CINTA adalah hembusan yang menebar sayang tanpa tahu siapa tujuannya. Orang bilang ia buta, sebab itu inginnya. Ia tak terlihat, tapi tanpanya segala raga akan hampa."

Langit menjawab :
"CINTA adalah luasan tanpa batas. Luasnya tiada makhluk yang tahu. Kecuali bahwa cinta itu bahagia yang biru, atau derita kelam yang kelabu."

Matahari menjawab :
"CINTA adalah hidup untuk memberi energi kehidupan dan cahaya harapan. Ia tak akan lelah memberi sampai ia padam dan mati."

Pohon menjawab :
"CINTA adalah akar yang menopang segalanya. Ia tulus hingga tak perlu terlihat dan dikenal. Tapi ia terus memberi agar batang bahagia tetap kokoh abadi, berbuah dan berbunga indah."

Gunung menjawab :
"CINTA adalah rasa yang menjulang tinggi. Rasa itu demikian tenang dan menyejukkan. Namun saat gundah, Ia akan meleburkan sekelilingnya dengan lautan lava cemburu yang membara."

Lalu, Aku bertanya pada CINTA :
"Wahai CINTA, apakah sebenarnya arti dirimu??"

CINTA menjawab :
"CINTA adalah engkau patuh terhadap-Nya, meski kau tak melihat-Nya. Engkau tidak mencium-Nya atau meraba-Nya, tapi engkau patuh karena engkau merasa akan hadir-Nya. Sebab CINTA bukan indera, tapi adalah rasa."

"CINTA adalah engkau takut akan amarah-Nya, dan takut jika Ia meninggalkanmu. Takut jika Ia tak menyukaimu lagi. Lalu engkau mencari-cari alasan untuk selalu dekat dengannya, bahkan jika engkau harus menderita, atau yang lebih mengerikan dari itu."

"CINTA adalah engkau menyimpan segala harapan pada-Nya dan tidak pada yang lain. Engkau tidak mendua dalam harapan, dan demikian selamanya. Cinta adalah engkau setia menjadi budak-Nya, yang engkau hidup untuk-Nya dan mati untuk kesukaan-Nya akan dirimu, hidup dan mati untuk Dia. Engkau berusaha sekerasnya agar engkau diakui, hanya sebagai budak, sebagai hamba. "

"Diatas segalanya, CINTA adalah engkau merasa kasih sayang yang tunggal yang tidak engkau berikan pada yang lain, selain pada-Nya. Engkau rindu akan hadir-Nya dan melihat-Nya. Engkau suka apa yang Ia sukai dan benci apa yang Ia benci, engkau merasakan segala ada pada-Nya dan segala atas nama-Nya."

Aku lantas bertanya pada CINTA :
"Bagaimana jika aku tidak merasakan hal-hal demikian??"

CINTA tak dapat mengeluarkan suara untuk menjawab, tetapi berlalu pergi. Aku tak dapat membaca gerakan terakhir bibirnya sebelum berlalu,

CINTA berkata ".....................!!!"

by: DON---BOSCO