Friday, May 30, 2008

Kebijakan Harga BBM Bertentangan Dengan Konstitusi Dan Sarat Dengan Penyesatan (Artikel2)

Kebijakan Harga BBM Bertentangan Dengan Konstitusi Dan Sarat Dengan Penyesatan (Artikel2)
Minggu, 25 Mei 08

Mahkamah Konstitusi RI (MK) telah menguji Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, apakah isinya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar kita.

Vonisnya ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan 9 (sembilan) Hakim Konstitusi pada hari Rabu, tanggal 15 Desember 2004, dan dituangkan dalam PUTUSAN Perkara Nomor 002/PUU-I/2003.

Putusan MK tersebut yang tentang kebijakan harga BBM berbunyi sebagai berikut : “Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berbunyi (2) Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar; (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu”; Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.”

Jadi menentukan harga BBM yang diserahkan pada mekanisme persaingan usaha dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi kita, walaupun persaingan usahanya dikategorikan sehat dan wajar.

Setelah vonis tersebut, terbit sebuah ”pedoman” oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen ESDM. Isinya mengatakan bahwa sebagai implikasi dari vonis MK “dilakukan
perubahan atas Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas yang berkaitan dengan harga BBM dan Gas Bumi.

Harga jual BBM ditetapkan oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden.”

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi pasal 72 ayat (1) berbunyi sebagai berikut.

(1)Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

Jadi sangat jelas bahwa Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 tersebut tetap mengatakan bahwa harga BBM diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan”, walaupun oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Yang dikecualikan Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.

Dalam berbagai penjelasannya, dalam menentukan harga BBM pemerintah memang mendasarkan diri pada persaingan usaha, bahkan persaingan usaha yang tidak sehat dan tidak fair.

Bagaimana penjelasannya? Kita ambil bensin jenis premium sebagai contoh. Ketika harga minyak mentah yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar atau mekanisme persaingan yang diselenggarakan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX) mencapai US$ 60 per barrel, harga bensin premium yang Rp. 2.700 per liter dinaikkan menjadi Rp. 4.500 per liter. Angka ini memang ekivalen dengan US$ 61,50 per barrelnya. Seperti kita ketahui, biaya lifting, refining dan transporting secara keseluruhan rata-ratanya US$ 10 per barrel. Kalau kita ambil US$ = Rp. 10.000, keseluruhan biaya ini adalah (10 : 159) x 10.000 = Rp. 628,9 atau dibulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Jadi kalau harga bensin premium per liter dikonversi menjadi harga minyak mentah per barrel dalam US$, jadinya sebagai berikut : (4.500 – 630) x 159 : 10.000 = US$ 61,53. Ketika itu harga minyak di New York US$ 60 per barrel. Maka Wapres JK mengatakan bahwa mulai saat itu tidak ada istilah “subsdi” lagi untuk bensin premium, karena harga bensin premium sudah ekivalen dengan harga minyak mentah di New York.

Ini adalah bukti bahwa harga bensin di Indonesia ditentukan atas dasar mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX.

Artinya, ketika itu pemerintah tetap saja mendasarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha, bahkan yang berlangsung di NYMEX.

BAGAIMANA SEKARANG?

Tindakan pemerintah menaikkan harga BBM yang berlaku mulai tanggal 24 Mei 2008 jam 00 jelas melanggar Konstitusi. Bagaimana penjelasannya?

Kompas tanggal 24 Mei 2008 memberitakan keterangan Menteri ESDM yang mengatakan bahwa “dengan tingkat harga baru itu, pemerintah masih mensubsidi harga premium sebesar Rp. 3.000 per liter karena ada perbedaan harga antara harga baru Rp. 6.000 per liter dan harga di pasar dunia sebesar Rp. 9.000 per liter.

Dari mana angka Rp. 9.000 per liter yang disebut harga dunia itu? Harga BBM Rp. 9.000 per liter dikurangi dengan biaya lifting, refining dan transporting sebesar Rp. 630 per liter, sehingga harga minyak mentahnya Rp. 9.000 – Rp. 630 = Rp. 8.370. Per barrelnya = Rp. 8.370 x 159 = Rp. 1.330.830. Kalau nilai rupiah kita ambil US$ 1 = Rp. 10.000, harga minyak mentah di pasar dunia sama dengan 1.330.830 : 10.000 = UD$ 133,08.

Sangat-sangat jelas isi pikirannya bahwa harga BBM untuk rakyatnya harus diserahkan sepenuhnya pada “mekanisme persaingan usaha” yang berlangsung di NYMEX, yang oleh MK dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.

Sekarang memang dinaikkan menjadi Rp. 6.000 per liter. Tetapi ini untuk sementara. Dalam pemberitaan yang sama di Kompas tanggal 24 Mei 2008 tersebut Menteri Keuangan menyatakan bahwa pada harga ini masih belum final. Sebenarnya secara implisit dikatakan bahwa akan diupayakan terus sampai harga persis sama dengan harga di pasar dunia, atau sepenuhnya diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX.

Sebelumnya, yaitu seperti yang dimuat di Kompas tanggal 17 Mei 2008 Menko Boediono mengatakan “Pemerintah tidak ragu memberlakukan harga pasar dunia di dalam negeri karena langkah ini sudah dilakukan di banyak negara dan berhasil menekan subsidi BBM”. Apakah masih perlu penjelasan bahwa yang dimaksud Menko Boediono adalah harga BBM di Indonesia diserahkan sepenuhnya pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX? Dan apakah masih perlu penjelasan lagi bahwa Pemerintah jelas-jelas bertindak melawan vonis MK yang dengan sendirinya juga melawan Konstitusi?

PERSAINGAN YANG SEHAT DAN WAJAR?

Lebih gila lagi. Persaingan usaha yang dijadikan landasan mutlak bagi penentuan harga BBM di Indonesia sama sekali tidak sehat dan tidak wajar. Bagaimana penjelasannya?
1.Volume minyak yang diperdagangkan di sana hanya 30% dari volume minyak di seluruh dunia. Sisanya yang 70% diperoleh perusahaan-perusahaan minyak raksasa atas dasar kontrak-kontrak langsung dengan negara-negara produsen minyak mentah. Di Indonesia melalui apa yang dinamakan Kontrak Bagi Hasil atau production sharing.
2.Bagian terbesar minyak dunia diproduksi oleh negara-negara yang tergabung dalam sebuah kartel yang bernama OPEC. Kalau mekanisme persaingan dirusuhi oleh kartel, apa masih bisa disebut sehat dan wajar? Toh para menteri ekonomi kita secara membabi buta menerapkan dalil bahwa harga minyak yalah yang ditentukan di NYMEX itu, walaupun ditentang keras oleh MK.
3.Harga yang terbentuk di NYMEX sangat dipengaruhi oleh perdagangan derivatif dan perdagangan oil future trading yang juga berlangsung di NYMEX. Sekarang ini para akhli mempertanyakan apakah betul bahwa permintaan minyak demikian drastis melonjaknya dan terus menerus seperti grafik harga minyak mentah di NYMEX? Banyak yang dengan argumentasi sangat kuat menuding spekulasi oleh hedge funds melalui future trading sebagai penyebabnya. Kok Indonesia terus ikut-ikutan lotre buntut ini secara membabi buta tanpa peduli apakah rakyatnya akan mati kelaparan atau tidak.

DUA KALKULASI HARGA POKOK BBM. MANA YANG BENAR DAN MANA YANG MENYESATKAN?

Berikut ini saya menyajikan dua buah kalkulasi. Tabel I atas dasar cash basis. Artinya harga pokok adalah uang yang dikeluarkan untuk memproduksi BBM. Tabel II kalkulasi atas dasar replacement value, yaitu yang disebut harga pokok minyak mentah adalah harga yang sedang berlaku di pasar dunia, ketika minyak mentah yang terkandung di dalam BBM dijual dengan penjualan BBM. Harga ini identik dengan harga yang beberapa kali per harinya ditentukan oleh NYMEX, dan sama sekali tidak dibayarkan oleh pemerintah Indonesia, karena minyaknya tinggal menyedot saja dari perut buminya sendiri.





















Kita lihat bahwa dalam Tabel I yang menganut faham harga pokok sama dengan uang yang dikeluarkan, pemerintah memperoleh laba atau kelebihan uang tunai sebesar Rp. 3.870 setiap liternya.

Dalam Tabel II, harga pokoknya harus sama dengan harga yang berlaku di NYMEX, yang dalam tabel tersebut diambil US$ 120 per barrel, walaupun Pemerintah tidak mengeluarkan uang ini, karena minyak mentahnya tinggal disedot saja dari perut buminya sendiri. Hasilnya rugi sebesar Rp. 3.677. Angka yang fiktif ini oleh pemerintah disajikan kepada rakyatnya seolah-olah identik dengan pengeluaran uang dari APBN. Maka dikatakan APBN-nya akan jebol, padahal uang tunai yang ada di APBN kelebihan Rp. 3.870 per liternya.

Untuk lebih memperjelas, lihat Tabel II. Harga pokok yang Rp. 7.547 itu kan uang yang oleh Pertamina (milik rakyat) dibayarkan kepada pemerintah (milik rakyat). Kalau jumlah yang Rp. 7.547 ini ditambahkan pada yang dinamakan RUGI atau DEFISIT atau SUBSIDI, jadinya adalah surplus Rp. 3.870, persis sama dengan surplus yang ada di Tabel I.

Kiranya jelas bahwa caranya pemerintah menjelaskan kepada rakyatnya menyesatkan. Penyesatannya terletak di Tabel II, ketika dicantumkan bahwa minyak mentah itu seolah-olah dibeli betulan dari pasar internasional dengan harga US$ 120 per barrel, padahal minyak mentahnya tidak dibeli, melainkan disedot dari perut buminya sendiri.

APAKAH MINYAK MENTAH MILIK RAKYAT DIBERIKAN KEPADA RAKYATNYA DENGAN CUMA-CUMA DI TABEL I?

Sama sekali tidak. Rakyat disuruh membeli minyak mentahnya dengan harga Rp. 3.870. Harga ini dihitung dari harga bensin premium yang Rp. 4.500 dikurangi dengan biaya-biaya out of pocket expenses sebesar Rp. 630 per liternya. Seperti kita masih ingat, harga bensin premium di bulan April tahun 2005 Rp. 2.700 per liter yang dinaikkan menjadi Rp. 4.500 per liter untuk dijadikan ekivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 60 per barrelnya.

Jadi ketika itu, pemerintah sudah tidak terima atau tidak rela membebani rakyat yang pemilik minyak itu dengan harga (Rp. 2.700 – Rp. 630) = Rp. 2.070. Dengan mencuci otak rakyatnya sendiri seolah-olah minyak mentahnya harus dibeli tunai dengan harga US$ 60 per barrel, maka harga dinaikkan menjadi Rp. 4.500. Sekarang karena harga minyak mentah sudah lebih dari US$ 130 per barrel, pemerintah tidak rela dan tidak terima lagi. Ingin menaikkannya dengan 30% dahulu, tetapi sudah buka suara akan menaikkan lagi di bulan September – Oktober sampai sama dengan harga minyak dunia, seperti yang dinyatakan oleh Menko Boediono di Kompas tanggal 17 Mei 2008. Edan!!

SEKEDAR TEORI TENTANG HARGA POKOK DAN RUGI/LABA

Apakah ada teorinya yang mengatakan bahwa harga pokok barang dagangan yang baru dijual harus sama dengan harga beli dari barang dagangan yang bersangkutan pada saat barang dagangannya dijual, yang dinamakan replacement value?

Penjelasannya begini : ada dua orang pedagang paku (A dan B) yang modalnya masing-masing Rp. 100.000. Harga beli paku Rp. 10.000 per kg. Pakunya dijual habis dengan harga Rp. 15.000 per kg. atau hasil penjualan seluruhnya Rp. 150.000. Harga pokoknya berapa, dan karena itu labanya berapa?

A mengatakan harga pokoknya Rp. 100.000 dan labanya Rp. 50.000. Ketika ditanya mengapa begitu? Dia menjawab : “karena laba yang Rp. 50.000 bisa saya habiskan untuk konsumsi, dan modal uang saya tetap utuh sebesar Rp. 100.000

B mengatakan : “laba saya hanya Rp. 30.000, karena ketika saya mau membeli lagi mengisi stok paku sebanyak 10 kg. harganya sudah naik menjadi Rp. 12.000, sehingga untuk mempertahankan stok yang 10 kg. itu saya harus mengeluarkan uang Rp. 120.000. Maka yang bisa saya konsumsi habis tanpa mengurangi stok paku saya hanyalah Rp. 30.000, bukan Rp. 50.000.

A ingin mempertahankan modal uangnya sebesar Rp. 100.000. B ingin mempertahankan modal barangnya berupa 10 kg. paku dalam alam inflasi.

Pemerintah menganut faham si B. Apakah benar pemerintah harus berpikir dan berperilaku demikian kepada rakyatnya sendiri? Dan apakah benar kalau diterapkan pada minyak mentah yang tidak dapat diperbaraui (non renewable commodity).

Bagaimana menjelaskannya dan di mana terletak tipuan atau penyesatan pemerintah kepada bangsanya sendiri? Ikuti artikel berikutnya.

Oleh Kwik Kian Gie

http://www.koraninternet.com/web/?pilih=lihat&id=4760

No comments: