ANALISA KWIK KIAN GIE
Utang dan Pengkhianat
PEMERINTAH Indonesia tidak pernah berhenti berutang sejak tahun 1967. Untuk kurun waktu tertentu, rakyat Indonesia dicuci otaknya bahwa semakin besar utang yang diperoleh kita harus semakin bangga, karena utang dipropagandakan sebagai simbol kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia.
RAKYAT Indonesia juga dikelabui dengan mengatakan utang sebagai pemasukan untuk pembangunan, dan negara pemberi utang disebut negara donor.
Yang melakukan ini hampir semuanya guru besar dengan gelar doktor dan jabatan publik tertinggi setelah Presiden dan Wapres. Mengapa? Memang ada segi-segi positif dari utang, yaitu kalau yield-nya lebih besar dari bunga, dan utang menghasilkan arus uang tunai yang dapat dipakai untuk membayar utang yang bersangkutan.
Prinsip yang demikian elementernya tidak dimengerti oleh para guru besar dalam bidang ekonomi? Yang bener aje! Pasti ada motif lain. Mari kita dengarkan orang yang disuruh menciptakan utang buat Indonesia, dengan maksud apa dan dengan kolaborasi elit bangsa yang dijadikan target penghisapan.
Semua sudah mengetahui tentang bukunya John Perkins yang berjudul “The Confessions of an Economic Hit Man”. Menurut Newsweek terbitan terakhir, buku ini tercantum dalam daftar bestseller dari New York Times selama tujuh minggu. Saya terjemahkan bagian-bagian yang relevan untuk tulisan ini.
Halaman 12: “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”
Halaman 13: “Saya tau bahwa saya harus menghasilkan model ekonomterik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”
Halaman 15: “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsutan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca: Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favors, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Halaman 15-16: “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”
Halaman 15: “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”
Halaman 16: “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”
Halaman 19: “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”
Bab tiga khusus tentang Indonesia dengan judul: “Indonesia, pelajaran buat Penghancur Ekonomi”.
Halaman 21: “Prioritas dari kebijakan luar negeri Amerika Serikat ialah supaya Suharto melayani Washington seperti yang dilakukan oleh Shah Iran. AS juga mengharapkan bahwa Indonesia akan menjadi model buat negara-negara di sekitarnya. Washington mendasarkan sebagian dari strateginya pada asumsi bahwa manfaat yang diperoleh dari Indonesia akan mempunyai dampak positif pada seluruh dunia Islam, terutama di Timur Tengah yang eksplosif. Dan kalau itu tidak cukup, Indonesia mempunyai minyak. Tidak seorangpun yang mengetahui dengan pasti tentang besarnya dan kwalitas dari cadangan minyaknya, tetapi para akhli seismologi sangat antusias tentang kemungkinan-kemungkinannya.”
Halaman 28: “Akhirnya kepada kami diberikan keanggotaan dari Bandung Golf & Racket Club yang ekslusif, dan kami bekerja dalam kantor cabang Bandung dari Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN), perusahaan listrik yang dimiliki oleh pemerintah. ”Dari sanalah John Perkins dengan Tim-nya beroperasi, yang didukung sepenuhnya oleh para anak bangsa yang menjadi pengkhianat terhadap rakyat dan bangsanya sendiri.
http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat2&id=65
No comments:
Post a Comment