ANALISA KWIK KIAN GIE
Ada Ekor Yang Melengkung
Ada Ekor Yang Melengkung
AKHIR tahun 2003 hubungan dengan IMF dalam bentuk Memorandum on Economic and Financial Policies (MEFP) yang pengawasan pelaksanaannya dituangkan dalam Letters of Intent (LoI) berakhir. Tapi ketika itu utang Indonesia sebesar 9 miliar dolar AS. Quota maksimal Indonesia 3 miliar dolar AS. Karena melampaui quota, Indonesia dikenakan program pemandoran yang dinamakan Post Program Monitoring (PPM).
Elit bangsa Indonesia terbelah dua. Yang mentalnya bukan inlander mengatakan kembalikan sekarang juga, karena kita sudah tidak sudi lagi dimandori setelah pengalaman yang pahit selama menjalani program MEFP. After all, kalau utang sebesar 9 miliar dolar AS itu dikembalikan, cadangan devisa kita masih 25 miliar dolar AS.
Yang bermental inlander mengatakan: “Tidak bisa, karena bangsa kita memang tidak bisa bekerja dengan baik tanpa dimandori oleh orang asing, walaupun sudah merdeka. Buktinya Bung Karno yang ngawur ekonominya hanya bisa dibereskan oleh kelompok Berkeley Mafia yang dimandori dengan ketat oleh masyarakat internasional. Lagipula, kalau 9 miliar dolar AS dikembalikan kita harus mengumumkan kepada dunia bahwa cadangan devisa kita merosot dari 34 miliar dolar AS menjadi 25 miliar dolar AS”.
Kelompok yang tidak mau mengembalikan ini sekarang mulai menyuarakan dengan sayup-sayup dan penuh keraguan akan mengembalikan sisa utang yang ternyata sampai hari ini masih sekitar 8 miliar dolar AS. Maka saya mengatakan “horee” saking gembiranya. Eeeh, benar saja, majikan Stephen Schwartz , Kepala Perwakilan IMF di Jakarta memberikan aba-aba yang tidak terlampau jelas, tetapi dapat dirasakan bahwa dia tidak begitu setuju Indonesia mengembalikan saldo utangnya, antara lain dengan menekankan bahwa beban bunga sebesar sekitar 4 persen itu murah. Buat saya ini sendiri menyesatkan, murah apanya?
Pada akhir tahun 2003, argumentasi yang menghantam saya sudah omong kosong yang masih berlaku sampai sekarang. Mengapa? Begitu program MEFP berakhir saya sudah berdebat keras dengan pejabat IMF ketika itu bahwa utang dari IMF sama sekali tidak ada gunanya, bahkan penipuan terhadap orang di seluruh dunia yang tidak sebodoh itu untuk dapat ditipu.
Semua orang tau bahwa utang dari IMF itu sama sekali tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisa milik Indonesia sendiri yang di akhir 2003 sebesar 25 miliar dolar AS itu terpakai habis. Jadi uang yang kita pegang sebagai utang dari IMF itu hanya relevan dan efektif ketika kita harus mengumumkan kepada dunia: “Wahai masyarakat dunia, cadangan devisa milik Indonesia habis ludes, tetapi untunglah kita masih mempunyai cadangan devisa sebesar 9 miliar dolar AS yang berasal dari utang IMF dalam rangka EFF”.
Semua alasan ini pernah saya kemukakan pada saat berakhirnya hubungan EFF dengan IMF. Tetapi saya dihantam rame-rame oleh semua ekonom dari Berkeley Mafia dengan alasan yang kekuatan argumentasinya ringan, tetapi gebrakannya keras. Sikap seperti ini sudah biasa mereka lakukan, yaitu menggebrak dan menakuti siapa saja, termasuk semua Presiden. Maka saya mengatakannya sikap “biar bodoh asal sombong.” Yang penting gebrak dulu. Buat bangsa Indonesia sering berhasil.
Kalau sekarang para menteri dari kelompok yang sama menyuarakan akan mengembalikan pinjaman dari IMF harus didukung. Tapi ya itu, lagi-lagi ciut lagi ketika pihak IMF memberi aba-aba tidak suka seperti yang disuarakan oleh Kepala Perwakilannya di Jakarta dan dimuat antara lain di Bisnis Indonesia pada tanggal 15 Februari 2006.
Dengan ucapan ini, kalau diibaratkan anjing, ekornya melengkung ke dalam sambil berlari perlahan-lahan menutupi malunya karena harus menelan ludahnya sendiri atas aba-aba Tuannya.
http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat2&id=70
No comments:
Post a Comment